Bansos Perkuat Daya Beli, Dimana Negara?

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
LenSaMediaNews.Com, Opini–Menteri Dalam Negeri RI Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (Pemda) menggelontorkan bantuan sosial jelang hari raya Idul Fitri 1446 Hijriah/2025 Masehi. Tito mengatakan, penggelontoran bansos ini penting dilakukan untuk memperkuat daya beli masyarakat (Kompas.com, 24-3-2025).
Bansos ini bisa tunai maupun non-tunai. Mantan Kapolri ini juga meminta agar para kepala daerah di seluruh Indonesia melakukan rapat internal untuk optimalisasi pendapatan daerah, harapannya dengan pemberian stimulus positif bagi perekonomian daerah sekaligus memperkuat daya beli masyarakat. Dengan demikian target pendapatan daerah pun bisa optimal. Anggaran jangan disimpan namun dibelanjakan agar ada uang yang beredar di masyarakat, sehingga dapat memicu swasta juga dan memperkuat daya beli masyarakat.
Dari sisi ketersediaan bahan pangan menjelang Lebaran Mendagri mengatakan relatif terkendali. Apalagi menjelang panen raya beras dan jagung. Untuk sejumlah komoditas yang mengalami kenaikan harga di beberapa wilayah seperti minyak goreng, bawang putih dan cabai rawit, Tito berharap, kementerian perdagangan (Kemendag) dapat segera mengatasi persoalan tersebut. Dirinya juga mendorong agar gerakan menanam digalakkan untuk mendukung produksi cabai rawit (Kompas.com, 24-3-2025).
Gaya Pejabat Kapitalis, Lempar Persoalan Abai Solusi
Bansos kembali digelontorkan, bukan bermaksud sejahterakan rakyat, namun agar daya beli meningkat. Seolah sejahtera hanya bisa terwujud jika masyarakat punya daya beli. Hal ini pun sama saat pemerintah menetapkan Tunjangan Hari Raya (THR ) dan gaji ke-13, sebagaimana yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat memastikan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah mulai didistribusikan pada Senin, 17 Maret 2025.
“THR ini kami bayarkan kepada berbagai aparatur negara sesuai dengan hak mereka, dengan harapan dapat menjadi berkah dan manfaat, tidak hanya bagi pegawai yang menerima, tetapi juga dalam mengakselerasi aktivitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia,” terang Menkeu (kumparan.com, 18-3-2025).
Artinya, pemerintah sejatinya tak peduli apakah rakyat sejahtera lahir batin atau tidak, masih adakah kesenjangan sosial atau sudah hilang dan lain sebagainya. Karena ukuran pengurusan mereka hanya sebatas stimulasi, bukan riayah. Dan inilah ciri dari pemerintahan Kapitalistik, mereka hanya fokus pada produksi dan bukan pada distribusi.
Nyatanya rakyat tak hanya lemah daya belinya, namun juga kesulitan mengakses faktor-faktor yang menjadi kebutuhan pokok mereka, seperti sempitnya lapangan pekerjaan, mahalnya pendidikan dan layanan kesehatan, dan lainnya. Penyebabnya, layanan publik diserahkan kepada swasta, sehingga berbayar mahal. Hanya untuk kalangan tertentu dan hanya di perkotaan.
Keadaan sangat timpang antara pedesaan dan perkotaan. Para swasta ( investor) diberi karpet merah menguasai sektor-sektor strategis dari pelayan publik, kebijakan pemerintah hingga eksplorasi kekayaan alam Indonesia.
Dan dengan enteng ketika krisis komoditas pokok pangan, para pejabat menggalakkan tanam mandiri atau jangan terlalu banyak makan pedas. Suka makanan pedas sudah menjadi kultur budaya bangsa ini, mengapa justru itu yang hendak dihilangkan? Bagaimana dengan kebijakan impor sebagai konsekwensi keanggotan dalam organisasi multilateral maupun global untuk setuju pasar bebas? Padahal pertanian, perikanan berikut industri Indonesia lemah , jelas Indonesia makin keok karena menjadi arena pasar strategis produk asing yang mematikan petani lokal berikut ketahanan pangan jadi ambyar.
Islam Jamin Sejahtera Hakiki, Bukan Stimulasi
Sejahtera dapat dikatakan sebagai keadaan dimana manusia bisa memenuhi kebutuhan pokoknya secara mudah. Terutama enam kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Negara sebagai institusi pemilik kewenangan dan perangkat tentu saja menjadi pihak yang paling dituntut menjamin ketersediaannya berlimpah sekaligus kemudahan rakyat untuk mengaksesnya.
Islam mensyaratkan negara memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan dengan mekanisme tak langsung yaitu dengan cara membuka lapangan pekerjaan seluas mungkin dan beragam sesuai keahlian individu rakyat. Baik sebagai pegawai negara, swasta, pertanian, perkebunan, kelautan, industri dan lainnya.
Negara juga menyediakan rumah hunian murah, dan pasar-pasar yang terjangkau oleh masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan. Segala kecurangan maupun tindak kriminal akan segera ditangani bahkan tindakan pencegahan sudah diberlakukan.
Mekanisme kedua negara adalah pelayanan tidak langsung, terutama terkait dengan pelayanan umum. Negara mengelola kekayaan alam ( energi, tambang, hutan, laut dan lainnya) ditambah dengan jizyah, fa’i, kharaj dan lainnya yang menjadi harta kepemilikan negara dalam bentuk pembiayaan berbagai fasilitas publik di atas.
Semua harta disimpan dalam Baitulmal, termasuk harta zakat yang hanya dibagikan untuk delapan asnaf sebagaimana yang disebutkan dalam Alquran. Menjadi masuk akal jika sejahtera bisa terwujud tanpa stimulasi bansos. Wallahualam bissawab. [LM/ry].