Kekerasan Seksual Anak Menjerat Aparat
Oleh. Irma Sari Rahayu
Lensamedianews.com__ Bejat! Sebuah kata yang tepat untuk menggambarkan perilaku yang ditunjukkan oleh eks Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur. Bagaimana tidak? Publik dibuat bertanya-tanya, bagaimana mungkin seorang abdi negara pelindung masyarakat tega melakukan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Tak hanya itu, secara sadar ia merekam perbuatan kotornya dan mengirimkan ke situs porno di Australia. Terlalu!
Kronologi Kasus
Terbongkarnya kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada Nusa Tenggara Timur AKBP Fajar Widyadharna Lukman Sumaatmaja tentu mengejutkan publik. Konon, kasus ini sebenarnya telah terendus oleh wartawan sejak lama karena kejadiannya berlangsung pada tahun 2024. Akhirnya pada 3 Maret 2025 Mabes Polri pun merilis secara resmi.
FWL diduga kuat melakukan kekerasan seksual pada anak di bawah umur yang dilakukan di sebuah hotel. Melalui aplikasi MiChat, FWL meminta seorang perempuan bernama F untuk menyediakan seorang anak di bawah umur. Di hotel itulah, perwira polisi ini melakukan tindak asusila terhadap anak, memvideokan, bahkan mengunggahnya ke sebuah situs porno di Australia.
Pihak otoritas Australia mengetahui keberadaan video tersebut dan melaporkannya ke Mabes Polri. Terkuaklah kasus ini setelah dilakukan penyelidikan mulai tanggal 23 Januari 2025. Pada 20 Februari 2025, FWL pun dibawa ke Mabes Polri untuk pemeriksaan. (Kompas.com, 14-3-2025)
Ada Apa dengan Aparat Kita?
Tindak asusila yang dilakukan oleh FWL ternyata bukan yang pertama kali terjadi. Dikutip dari Kompas.id, pada 5 Mei 2024 terjadi pelecehan seksual terhadap anak berumur 8 tahun yang dilakukan oleh Bripka SR yang bertugas di Polres Kota Ambon. Kontras juga melaporkan, kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum polisi dilaporkan sebanyak 18 kali mulai Juli 2021 hingga 2022.
Banyaknya kasus tindak asusila yang dilakukan oleh aparat terutama yang dilakukan oleh FWL tentu menerbitkan tanya. Ada apa dengan aparat kepolisian negeri ini? Sebegitu bejat kah moral para penegak hukum? Terlebih lagi dilakukan oleh aparat yang memiliki pangkat dan kedudukan tertinggi di daerah. Meski hingga saat ini belum terkuak motif yang melatarbelakangi tindakan FWL, tetap saja tak dapat diterima oleh akal sehat.
Terkuaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dengan pelaku aparat kepolisian, tentu patut ditelisik lebih lanjut. Bagaimana sistem perekrutan anggota kepolisian dan bagaimana pula pengawasan terhadap kinerja dan kepribadiannya? Jika atasannya saja sudah bobrok, bagaimana dengan prajurit di bawahnya? Bukankah ia sepatutnya menjadi contoh dan teladan bagi pasukannya?
Patut Dihukum Berat
Saat ini, FWL memang telah dicopot dari jabatannya sebagai Kapolres Ngada dan dinonaktifkan juga dari kepolisian. Namun, jika tidak dibarengi dengan hukuman yang berat, tentu sangat tidak adil, karena perbuatannya sudah masuk kategori pelanggaran berat. Apalagi, FWL pun terbukti mengongsumsi narkoba jenis sabu. Sangat jelas pelanggaran yang dibuat dan tak ada celah untuk bebas dari hukum.
Aktivis kemanusiaan Gabriel Goa menilai kasus mantan Kapolres Ngada ini sebagai pelanggaran HAM berat dan bisa masuk kategori human trafficking dengan modus eksploitasi seksual anak. Senada dengan Gabriel, Selly Andriany Gantina, anggota Komisi VIII DPR RI mendesak agar aparat menghukum FWL dengan seberat-beratnya. Ia mengatakan, jika merujuk pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pasal 13, FWL dapat dijerat hukuman 15 tahun dan denda Rp5 miliar. Namun Selly menambahkan, hukuman seumur hidup atau hukuman mati lebih pantas diterima FWL karena kebejatannya.
Perilaku FWL memang di luar nalar. Publik pun menyayangkan sikap FWL yang sehatusnya sebagai pelindung masyarakat termasuk anak-anak, justru muncul sebagai monster yang menakutkan bagi mereka. Peristiwa ini seyogianya menjadi cerminan dan lecutan bagi Polri untuk terus berbenah memperbaiki kinerja dan moral anggotanya.
Polisi dalam Khilafah Islam
Dalam kitab Ajhizah ad-dawlah digambarkan sosok polisi bukanlah orang yang sembarangan. Kepolisian dalam Islam adalah kesatuan terbaik dan menonjol. Karena pentingnya kedudukan polisi dalam menjaga keamanan dalam negeri negara, ia tidak akan asal-asalan dalam merekrut anggotanya. Tak hanya sehat badannya, namun juga terjaga ketakwaannya.
Al-Azhari berkata, “Polisi adalah setiap kesatuan terbaik. Di antara kesatuan pilihan tersebut adalah polisi karena mereka adalah prajurit-prajurit pilihan. Bahkan dikatakan mereka adalah kesatuan terbaik yang lebih menonjol daripada tentara.” (muslimahnews.net)
Karena mereka adalah kesatuan terbaik, maka ketakwaan individu dari anggota kepolisian patut menjadi hal yang utama. Mereka harus memiliki sifat terpercaya dalam agama, tegas dalam menegakkan hukum, dan tidak mudah untuk diperdaya. Ketaatan dan ketundukan mereka mutlak hanya kepada Allah SWT.
Wallahua’lam bishshawab.[]