Al-Qur’an Pedoman Hidup, Makna Nuzulul-Qur’an yang Benar

Oleh: Asha Tridayana
Lensamedianews.com, Opini — Ramadan, bulan penuh rahmat dan ampunan yang dinantikan oleh seluruh umat Islam. Kaum muslimin pun berlomba-lomba melakukan ibadah agar mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Tidak hanya itu, Al-Qur’an sebagai pedoman umat Islam juga turun pertama kali di bulan Ramadan. Dikenal dengan peristiwa Nuzulul-Qur’an, wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad saw. pada 17 Ramadan di Gua Hira. Sehingga tidak dipungkiri Nuzulul-Qur’an diperingati dengan berbagai cara.
Seperti Kementerian Agama yang menggelar 350 ribu khataman Al-Qur’an pada 16 Ramadan 1446 Hijriah. Program ini diikuti oleh Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan tepatnya diselenggarakan di Aula Kantor Wilayah Kemenag Sulsel Makassar. Harapannya, dapat menguatkan keislaman dan kebangsaan termasuk menjadikan umat Islam senantiasa meneladani Al-Qur’an dalam kehidupan. Peserta yang hadir di antaranya Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an, Badan Kesejahteraan Masjid, KUA, Majelis Taklim, Pesantren, Madrasah, hingga masyarakat umum. (metrotvnews.com, 16-03-2025).
Kemudian Wakil Bupati Bogor, Jaro Ade juga mengadakan acara Nuzulul-Qur’an sesuai instruksi Rudy Susmanto selaku Bupati Bogor yang berhalangan hadir. Acara dilaksanakan di Masjid Agung Nurul Faizin, Cibinong dan dihadiri oleh berbagai tokoh dan masyarakat setempat. Jaro Ade pun berharap adanya acara ini seluruh masyarakat dapat mendukung kinerja jajaran pemerintahan Bogor dalam menjalankan tugas dan memberikan pelayanan terbaik. Selain itu, dapat memaknai Nuzulul-Qur’an sebagai momen bahwa Al-Qur’an merupakan pedoman hidup yang harus dipelajari, dipahami, dan diamalkan. (kabarindoraya.com, 16-03-2025).
Di Bandung juga tidak ketinggalan turut memperingati Nuzulul-Qur’an dengan acara Lomba Cerdas Cermat Pemahaman Al-Qur’an di Gedung Dewi Sartika. Digagas oleh Bupati Bandung Dadang Supriatna dengan mengundang sejumlah ormas untuk menjadi peserta lomba seperti Pemuda Pancasila, GMBI, BBC dan FKPPI. Sekda, Dr. H. Cakra Amiyana saat membuka acara berharap selain memaknai Nuzulul-Qur’an juga menjalin kebersamaan dan persaudaraan diantara ormas. (bandungraya.net, 16-03-2025).
Tidak sedikit umat Islam yang memperingati Nuzulul-Qur’an dan berupaya mengamalkan Al-Qur’an sebagai satu-satunya petunjuk hidup manusia. Namun, faktanya sekadar seremoni tahunan yang minim implementasi. Kondisi tersebut tidak terlepas dari penerapan sistem demokrasi kapitalisme oleh negara. Kewenangan yang dimiliki negara justru menjadikan aturan buatan akal manusia yang terbatas menjadi sumber hukum. Padahal manusia hanyalah makhluk lemah yang dipenuhi hawa nafsu dan cenderung pada kepentingannya sendiri. Sehingga tidak mengherankan berpotensi menimbulkan pertentangan dan konsekuensinya akan melahirkan bermacam persoalan.
Sistem demokrasi kapitalisme menjadikan kedaulatan di tangan rakyat sebagai landasan dalam berhukum. Setiap kebijakan yang dihasilkan seolah mengatasnamakan rakyat tetapi realitanya hanya mengutamakan para pembuat hukum yang tidak lain penguasa. Sehingga penerapan demokrasi kapitalisme hanya untuk mempertahankan kekuasaan dan melanggengkan kerja sama dengan pihak-pihak pemilik modal. Rakyat pun menjadi korban yang mesti hidup dalam keterbatasan dan menanggung banyaknya masalah yang mesti diatasi sendiri tanpa bantuan negara.
Hal ini terjadi karena Al-Qur’an tidak lagi menjadi landasan setiap individu, masyarakat, dan negara. Justru sistem buatan manusia yang diusung dan dijadikan aturan hidup. Sementara individu yang berusaha berpegang teguh pada Al-Qur’an dan mengajak untuk kembali pada Al-Qur’an dianggap radikal. Padahal berpedoman pada Al-Qur’an sejatinya menjadi konsekuensi keimanan yang semestinya terwujud dalam ketaatan setiap muslim terhadap hukum Allah SWT. Terlebih jika menginginkan peradaban manusia yang mulia, satu-satunya cara hanya dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai asas kehidupan.
Namun, realitanya justru Al-Qur’an terabaikan hanya diperingati saat Nuzulul-Qur’an bahkan oleh negara yang seharusnya bertanggung jawab atas hukum yang berlaku. Al-Qur’an tidak lebih dari kitab yang dibaca berulang-ulang dan dihafalkan sementara tidak seluruhnya diamalkan hanya dipilih sesuai kebutuhan. Padahal mengamalkan seluruh isi Al-Qur’an menjadi kewajiban setiap individu termasuk negara. Oleh karena itu, umat harus segera menyadari kewajiban tersebut dan berjuang menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman di seluruh aspek kehidupan.
Tentunya dibutuhkan dakwah kepada umat agar mengetahui fakta kebobrokan sistem saat ini dan pentingnya perubahan kepada sistem hakiki yakni Islam dalam naungan Khilafah. Hal ini hanya dilakukan oleh jamaah dakwah ideologis yang konsisten membangun kesadaran umat melalui pemahaman bahwa menerapkan Al-Qur’an dalam kehidupan secara nyata adalah kewajiban. Tidak hanya bagi individu tetapi juga masyarakat apalagi negara.
Wallahu a’lam bishshawab. [LM/Ah]