Al-Qur’an: Pedoman Kehidupan Individu, Masyarakat, dan Negara

Oleh: Wulan Syahidah
LenSaMediaNews.com__Dalam sistem demokrasi kapitalisme yang berkembang saat ini, akal manusia dipandang sebagai sumber utama dalam menentukan aturan dan kebijakan. Namun kenyataannya, manusia sebagai makhluk yang terbatas dan rentan terhadap kelemahan berpikir sering kali menimbulkan konflik serta berbagai permasalahan.
Misalnya, polarisasi politik, ketidaksetaraan ekonomi, dan penyalahgunaan kekuasaan merupakan dampak nyata dari pendekatan yang menempatkan kepentingan individu di atas kepentingan bersama. Kondisi ini semakin diperparah oleh dinamika global dan digitalisasi, yang meskipun membawa kemajuan, juga memicu pertentangan kepentingan dan perpecahan sosial.
Di sisi lain, Al-Quran memiliki nilai-nilai luhur dari Sang Pencipta yang seharusnya menjadi landasan hukum, ilmu, dan adab bagi setiap individu, masyarakat, dan negara. Ajaran-ajaran dalam Al-Quran menekankan keadilan, kebenaran, dan keseimbangan dalam kehidupan, yang jika diterapkan secara utuh dapat mengatasi kecenderungan negatif dari sistem yang hanya mengandalkan logika manusia. Ironisnya, pada masa kini, upaya untuk kembali pada prinsip-prinsip Al-Qur’an kerap disalahartikan sebagai sikap radikal.
Penerapan nilai-nilai tersebut dianggap bertentangan dengan sistem kedaulatan rakyat yang menempatkan manusia yang penuh dengan ambiguitas dan kepentingan pribadi sebagai penentu hukum. Padahal, esensi keimanan seharusnya tercermin dalam sikap individu yang menginternalisasikan dan menerapkan ajaran Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari, serta dalam upaya kolektif untuk membangun peradaban yang adil dan bermartabat.
Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan solusi strategis yang melibatkan beberapa aspek. Pertama, upaya edukasi dan revolusi sistem pendidikan harus diarahkan untuk menanamkan nilai-nilai Islam sejak dini. nilai dalam Al-Quran akan menghasilkan generasi cemerlang yang ber-akhlakul karimah.
Lahirnya generasi yang bertakwa, cerdas, dan berjiwa pemimpin akan menjadikan Islam sebagai landasan dalam setiap aktivitas. Sekaligus menjadi pribadi-pribadi yang mampu menyelesaikan persoalan dirinya, masyarakat, dan negara. Sehingga kebijakan apapun, akan senantiasa terikat dengan hukum Syara’. Pemahaman terhadap Al-Qur’an tidak lagi dianggap radikal melainkan sebagai pedoman hidup yang benar, lurus, dan menyeluruh.
Kedua, dakwah yang dilakukan oleh jamaah dakwah ideologis perlu diperkuat untuk membangun kesadaran kolektif. Dakwah ini harus mengedepankan pendekatan yang holistik, tidak hanya berfokus pada aspek spiritual individu, tetapi juga merambah ke ranah sosial dan pemerintahan. Melalui dialog dan kolaborasi antara tokoh agama, akademisi, dan pembuat kebijakan, penerapan nilai-nilai Al-Quran dapat diintegrasikan ke dalam kebijakan publik guna menciptakan tatanan masyarakat yang adil dan bermartabat.
Ketiga, peringatan Nuzulul Qur’an yang diadakan setiap tahun oleh negara seharusnya menjadi momentum refleksi dan aksi nyata, bukan sekadar seremonial. Momen tersebut dapat dimanfaatkan untuk sosialisasi pentingnya penerapan prinsip-prinsip Al-Quran dalam menyelesaikan masalah kontemporer, seperti ketidaksetaraan sosial, konflik kepentingan, dan berbagai macam masalah kehidupan.
Membangun peradaban yang mulia tidak hanya menjadi konsekuensi keimanan, tetapi juga strategi praktis dalam menghadapi tantangan zaman. Di mana Al-Quran berperan sebagai pondasi ketaatan bagi kehidupan individu, masyarakat, dan negara.
Dengan demikian, tidak ada alasan untuk mempertahankan sistem demokrasi kapitalis yang rapuh dan lemah ini. Sudah saatnya kita kembali pada aturan dalam Al-Quran, yang hanya bisa diterapkan secara menyeluruh dalam sistem Islam daulah Khilafah. [LM/Ss]