Korupsi di Sektor Energi, Butuh Ganti Sistem

20250321_170347

LenSaMediaNews.Com, Opini–Kasus korupsi di sektor energi kembali mencuat ke permukaan. Skandal Pertamax oplosan yang baru-baru ini terungkap membuktikan bahwa korupsi di sektor energi bukanlah tindakan individu belaka, melainkan bersifat sistemis yang sudah lama terbangun dan terus dipelihara.

 

Dalam skandal ini, kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun pada tahun 2023 saja (tempo.co, 26-2-2025). Angka ini bisa jauh lebih besar jika dihitung sejak awal kejahatan ini berlangsung, bahkan ditaksir tembus Rp1 kuadriliun. Skema korupsi ini melibatkan mulai dari pengoplosan BBM, permainan impor minyak mentah, dan manipulasi subsidi juga kompensasi.

 

Akan tetapi, skandal ini bukanlah kasus korupsi pertama di sektor energi. Tercatat bahwa sektor energi telah lama menjadi lahan empuk bagi koruptor. Kasus-kasus korupsi lainnya di sektor energi di antaranya kasus nikel ilegal, proyek PLTU, kasus korupsi gas, dan beragam kasus lainnya yang membuat rakyat menghela napas dalam serta geleng kepala.

 

Pola korupsi di sektor energi selalu sama: melibatkan pejabat tinggi, jaringan luas, kerugian besar, dan hukuman ringan. Para pelaku korupsi selalu berhasil lolos dengan hukuman yang sangat ringan sehingga tidak memberikan efek jera. Tampak bahwa persoalan korupsi ini sistemis sehingga untuk menyelesaikannya mutlak membutuhkan ganti sistem bukan hanya ganti personel.

 

Untuk memberantas korupsi di sektor energi diperlukan tindakan yang tegas dan transparan. Pertama, mendesak audit menyeluruh terhadap seluruh rantai distribusi BBM dan impor minyak harus dilakukan. Kedua, transparansi dalam pengelolaan energi harus ditingkatkan, tanpa memberi celah bagi mafia untuk bermain. Ketiga, penegakan hukum yang tegas dengan hukuman yang memberikan efek jera harus dilakukan. Banyak alternatif hukuman yang layak jadi opsi.

 

Jika tidak, skandal ini hanya akan menjadi satu dari sekian banyak babak dalam drama korupsi energi di Indonesia. Pelaku berganti, skema tetap sama, dan rakyat selalu jadi korban. Kita harus menunggu dan melihat apakah kali ini keadilan benar-benar ditegakkan, atau kita hanya melihat pola lama yang terulang kembali. Maulida, Sidoarjo. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis