Ramadan Jangan Sampai Diisi Kemaksiatan


Oleh Syifa Ummu Azka

 

 

Lensamedianews.com__ Kura-kura dalam perahu,
pura-pura tak tahu.
Bulan suci datang menjelang,
maksiat tetap dibiarkan berkembang.

 

Ramadan, bulan yang mestinya dipenuhi keberkahan dan ibadah, nyatanya masih ternodai oleh kemaksiatan yang terus berjalan. Sejumlah tempat hiburan malam di Jakarta masih diperbolehkan beroperasi, meski dengan pengaturan jam operasional. Bahkan, ada daerah yang tak lagi melarang operasinya sama sekali selama Ramadan (Republika, 28-02-25). Tak hanya itu, praktik prostitusi juga masih marak, seperti kasus mucikari muda yang diciduk di Pacitan menjelang Ramadan (Detik, 01-03-25). Bahkan, tempat karaoke di Cisoka tetap beroperasi selama Ramadan, berdekatan dengan pondok pesantren, dan menyediakan minuman keras serta LC (Swara45, 01-03-25). Fenomena ini menunjukkan wajah asli sistem kapitalisme sekuler yang mengatur kehidupan berdasarkan asas manfaat, bukan berdasarkan aturan agama.

 

 

Sekularisme: Akar Masalah yang Tak Teratasi

Di bawah sistem sekuler, agama hanya dianggap urusan pribadi, sementara aturan kehidupan, termasuk kebijakan publik, dijalankan tanpa menjadikannya sebagai pedoman. Akibatnya, meski Ramadan adalah bulan suci yang seharusnya dihormati, berbagai bentuk kemaksiatan tetap dibiarkan hidup. Hiburan malam, karaoke, hingga diskotek masih diperbolehkan beroperasi, meskipun syariat Islam jelas melarang aktivitas yang mendorong kemaksiatan.
Allah SWT telah berfirman:
Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32)

 

Ironinya, regulasi yang dibuat pemerintah hanya berfokus pada pembatasan jam operasional, bukan pada pemberantasan kemaksiatan itu sendiri. Seolah-olah, maksiat yang terjadi di luar jam yang ditentukan menjadi lebih dapat diterima. Ini adalah bukti nyata bagaimana sekularisme telah menormalisasi penyimpangan, dengan dalih menjaga perekonomian dan kepentingan bisnis hiburan.

 

 

Antara Kepentingan Dunia dan Kemuliaan Ramadan

Di satu sisi, pemerintah gencar mengajak masyarakat untuk meningkatkan ibadah selama Ramadan, namun di sisi lain tetap memberi ruang bagi industri hiburan yang sarat dengan kemaksiatan. Pengaturan seperti ini tak ubahnya memberi sinyal bahwa kesucian Ramadan bisa dinegosiasi. Padahal, Islam mengajarkan bahwa aturan syariat harus ditegakkan secara menyeluruh, bukan hanya sekadar simbolik atau musiman.
Rasulullah ﷺ bersabda:
Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya; dan jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

 

Penerapan aturan yang setengah-setengah ini juga menunjukkan kegagalan sistem pendidikan sekuler dalam membentuk individu yang bertakwa. Jika sejak dini masyarakat dibentuk dengan paradigma Islam, maka mereka akan memahami bahwa memilih hiburan yang sesuai dengan syariat adalah bagian dari keimanan. Namun, sistem pendidikan hari ini lebih berorientasi pada kebebasan individu, sehingga yang terjadi adalah masyarakat yang permisif terhadap kemaksiatan.

 

 

Syariat Islam sebagai Solusi Menyeluruh

Islam memiliki solusi komprehensif untuk memberantas kemaksiatan, yaitu dengan menerapkan syariat secara kaffah. Dalam Islam, segala bentuk aktivitas yang mengarah pada maksiat tidak hanya dibatasi, tetapi benar-benar dilarang. Baik di bulan Ramadan maupun bulan-bulan yang lain. Negara memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil berlandaskan akidah Islam, bukan atas asas manfaat semata.

 

 

Negara Islam akan menutup segala tempat yang menjadi sarana kemaksiatan, bukan hanya sekadar mengatur jam operasionalnya. Selain itu, akan diberlakukan sanksi tegas yang bersifat mencegah dan memberi efek jera bagi para pelaku maksiat. Rasulullah ﷺ bersabda:
Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah apabila ada orang terpandang mencuri, mereka membiarkannya. Namun, apabila yang mencuri adalah orang lemah, mereka menegakkan hukum atasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

 

Selain itu, sistem pendidikan Islam juga berperan besar dalam mencetak individu yang bertakwa, yang tidak hanya menjauhi maksiat, tetapi juga berusaha menegakkan amar makruf nahi mungkar. Dengan pola pendidikan yang berbasis akidah Islam, masyarakat akan memiliki kesadaran untuk memilih hiburan yang halal dan meninggalkan yang haram, baik sebagai konsumen maupun pelaku usaha.

 

 

Ramadan Seharusnya Suci, Bukan Sekadar Seremoni

Ramadan adalah bulan yang seharusnya dihiasi dengan peningkatan ibadah dan ketaatan kepada Allah, bukan bulan yang masih diwarnai kemaksiatan yang dilegalkan dengan dalih ekonomi. Selama sistem sekuler kapitalisme masih menjadi dasar kehidupan, kemaksiatan akan terus mendapatkan ruang, bahkan di bulan yang seharusnya suci.

 

 

Sudah saatnya umat menyadari bahwa solusi untuk memberantas kemaksiatan tidak cukup dengan aturan parsial, tetapi harus melalui penerapan syariat Islam secara menyeluruh dalam naungan Khilafah. Hanya dengan demikian, Ramadan benar-benar menjadi bulan penuh keberkahan, bukan sekadar seremoni tahunan yang dinodai oleh maksiat yang tetap berjalan.
Wallahu a’lam bishshawab.

Please follow and like us:

Tentang Penulis