Krisis Kebijakan Transportasi Lebaran

Oleh: Fatimah Nafis

 

 

Lensamedianews.com__ Lebaran aman, nyaman, terjangkau dan menyenangkan. Itulah slogan yang digaungkan pemerintah Indonesia pada Ramadan tahun ini dalam rangka menyambut hari raya Idulfitri. Pemerintah bekerjasama dengan Kementerian Perhubungan RI dan Kementerian BUMN menggelar program mudik gratis 2025 dengan kuota 100.000 orang untuk transportasi umum darat, laut, dan udara. Sedangkan untuk penumpang dengan kendaraan pribadi mendapat potongan tarif tol sebesar 20%. Selain itu, mulai 1 Maret 2025 penerbangan domestik mendapat potongan PPN sebesar 6% sehingga membantu menekan harga tiket hingga 14%. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Infrastruktur Pembangunan dan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono saat jumpa pers di Bandara Soekarna Hatta pada 1 Maret 2025. (Viva.co.id)

 

 

Sekilas tampak pemerintah peduli dengan kebutuhan rakyat. Namun nyatanya, apa yang dilakukan pemerintah tidak menyentuh akar permasalahan. Turunnya harga tiket transportasi tak lantas menjadikan aktivitas mudik sesuai harapan. Masalah kemacetan, antrian tiket, kecelakaan lalu lintas, dan segudang birokrasi yang melelahkan sehingga mengganggu jadwal keberangkatan penumpang. Apalagi program mudik gratis kali ini disediakan hanya dengan kuota 100.000 orang. Sangat jauh dari jumlah penduduk Indonesia yang melakukan arus mudik saat lebaran.

 

 

Perkara mahalnya harga tiket transportasi sebetulnya adalah permainan lama pihak swasta (investor). Negara mengizinkan mereka untuk mengelola dan mengendalikan tarif transportasi sesuai kehendak mereka dengan syarat dan ketentuan yang berlaku di antara kedua belah pihak demi mendapat keuntungan. Jadi negara bukan mempertimbangkan kemaslahatan rakyat. Begitulah sistem kapitalisme membuat negara menjadi populis otoriter. Mereka membuat kebijakan mengatasnamakan rakyat padahal sejatinya hanya pencitraan dan keberpihakan pada korporat. Sementara rakyat tetap menderita.

 

 

Tentunya ini berbeda dengan kebijakan negara dalam sistem Islam (Khilafah) dimana negara hadir sebagai pengurus (raa’in) yang memenuhi segala kebutuhan rakyatnya. Islam juga mengharamkan pengelolaan transportasi publik diserahkan atau dikuasai individu atau swasta. Untuk itu, negara mengambil pembiayaan dari kepemilikan negara dan umum yang disimpan di Baitul mal untuk melayani kebutuhan rakyat termasuk keamanan dan kenyamanan rakyat di perjalanan, bukan untuk bisnis atau keuntungan.

Please follow and like us:

Tentang Penulis