Ribut-ribut Efisiensi Anggaran, Layanan Publik Dikorbankan ?

Oleh: Khansa Ayumi
(Muslimah Cimahi)
Lensa Media News – Diketahui, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan efisiensi anggaran dalam tiga tahap dengan total penghematan mencapai Rp750 triliun. Saat ini, tahap pertama telah menghemat Rp300 triliun dan tahap kedua direncanakan sebesar Rp308 triliun. “Namun, realitas di lapangan menunjukkan kebijakan ini telah menimbulkan kekacauan, terutama dalam penyelenggaraan layanan publik,” ucap Achmad saat dihubungi, Minggu, 16 Februari 2025. (metrotvnews.com, 16/02/2025)
Demi mewujudkan program-program pemerintah yang baru, sementara APBN sangat terbatas maka muncul upaya untuk mensiasati agar program-program prioritas pemerintahan dapat berjalan. Salah satunya awal tahun 2025 di bulan Januari menaikan pajak dari 11% menjadi 12% terhadap barang dan jasa mewah, namun hal tersebut realitasnya belum mencukupi untuk kelancaran program-program prioritas pemerintah. Salah satu program khusus yang membutuhkan anggaran yang cukup besar adalah Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini diinisiatifkan untuk mengatasi stunting dan gizi buruk, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah menetapkan Inpres No 1/2025 tentang efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025, dalam Inpres tersebut ada 16 pos pengeluaran yang dipangkas dari kementerian dan lembaga. Banyak kementerian yang terkena dampak termasuk Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Kementerian Komunikasi dan Digital (Memkomdigi), Kementerian Kesehatan (Menkes) dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen).
Dengan pemangkasan anggaran menyebabkan keterbatasan sumber daya yang akan berpengaruh pada kinerja para ASN terutama sektor kesehatan dan pendidikan yang ikut terimbas. Padahal kedua sektor tersebut sangat vital. Efisiensi nampak tanpa pemikiran yang matang, karena faktanya ada anggaran lain yang seharusnya dipangkas namun malah tidak dipangkas, misalnya anggaran Kemenhan untuk alutsista. Maka keputusan pemangkasan anggaran malah memunculkan masalah-masalah baru. Dan kebijakan tersebut juga memicu pelebaran pintu dana – dana swasta dalam melayani kepentingan rakyat.
Disatu sisi Indonesia dikenal dengan negara yang potensi Sumber Daya Alam yang melimpah seharusnya menghasilkan dana yang cukup untuk memenuhi kebutuhan melayani masyarakat. Namun ketika pengelolaan Sumber Daya Alam menerapkan ekonomi kapitalisme yang melegalkan kebebasan kepemilikan akhirnya Sumber Daya Alam yang seharusnya dikelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyat malah banyak dikuasai oleh pemilik modal. Sehingga keuntungan yang harusnya masuk ke APBN malah masuk ke kantong korporat. Akibatnya negara tidak memiliki pendanaan yang kokoh.
Dalam Islam penguasa adalah raa’in yang tugas utamanya adalah mengurus rakyat yaitu mewujudkan kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan pokok sesuai sabda Rasullullah saw “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” HR. al-Bukhari. Prinsip kedaulatan di tangan syara menjadikan penguasa harus tunduk pada hukum syara, tidak berpihak pada pihak lain yang ingin mendapat keuntungan. Alokasi anggaran akan dilaksanakan penuh tanggung jawab dengan perencanaan yang matang.
[LM/nr]