Hari Anti-FGM, Jauhkan Umat dari Syariat Islam

20250217_133907

Oleh: Yulweri Vovi Safitria

Freelance Writer

 

LenSa MediaNews.Com, Opini–Islamofobia akut. Begitulah potret kehidupan hari ini. Segala hal yang beraroma Islam selalu diusik. Tidak cukup dengan menjauhkan umatnya dari ajaran Islam yang lurus, berbagai aturan dalam Islam pun berusaha dikebiri.

 

Pada 2012 lalu, Majelis Umum PBB menetapkan 6 Februari sebagai Hari Anti-Sunat Perempuan Internasional (Anti-FGM). Tujuan peringatan tersebut adalah untuk memperkuat dan mengarahkan upaya penghapusan praktik sunat perempuan (Kumparan.com, 7-2-2025).

 

Di Indonesia, pelarangan khitan perempuan tertuang dalam PP No. 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 17/2023 tentang Kesehatan (PP Kesehatan). Berdasarkan kemkes.go.id, praktik larangan khitan perempuan tertuang dalam Pasal 102 huruf a PP No. 28/2024.

 

Kenapa Dipersoalkan?

 

Dikutip dari laman resmi PBB, praktik khitan perempuan diakui secara internasional sebagai bentuk pelanggaran HAM, termasuk hak atas kesehatan, hak keamanan, dan hak integritas fisik untuk terbebas dari tindakan perlakuan kejam. Sementara itu, WHO menganggap khitan perempuan sebagai bentuk diskriminasi ekstrem terhadap perempuan dan anak perempuan. Khitan perempuan juga disebut mengambil hak seseorang untuk hidup karena prosedurnya bisa mengakibatkan hilangnya nyawa (kompas.com, 6-2-2025).

 

Bukan hanya itu, WHO menganggap ada risiko jangka panjangnya, yakni munculnya masalah kesehatan seksual dan reproduksi serta gangguan kesehatan mental pada korban. Praktik khitan yang dianggap sebagai mutilasi kelamin berisiko menghadapi komplikasi jangka pendek, seperti nyeri hebat, syok, pendarahan berlebihan, infeksi, dan kesulitan buang air kecil. Oleh karena itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengajak seluruh negara di dunia untuk mencapai pengakhiran khitan perempuan pada 2030 mendatang.

 

Larangan khitan perempuan berawal dari ditemukannya praktik khitan yang tergolong ekstrem di Afrika. Bahkan, praktik khitan yang merupakan tradisi tersebut berakibat buruk pada kesehatan perempuan hingga menimbulkan kematian. Terlebih, alat yang digunakan berupa silet, pecahan kaca, atau gunting sangat diragukan kebersihan dan keamanannya.

 

Melihat fakta itu, negara-negara anggota PBB, termasuk Indonesia mengikuti pelarangan khitan perempuan. Padahal jika dicermati lebih jauh, praktik khitan yang ada di Afrika merupakan tradisi, bukan sebagai bentuk ketaatan kepada aturan Sang Pencipta (baca: Allah Taala).

 

Khitan dalam Islam

 

Masyarakat perlu memahami bahwa segala sesuatu yang berasal dari ajaran Islam akan membawa kebaikan atau maslahat bagi pelakunya. Begitu pula dengan khitan perempuan, tentu saja akan membawa kemaslahatan bagi semuanya. Allah Taala berfirman, yang artinya, “Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (TQS Al-Anbiya’: 107).

 

Dalam Islam, terdapat dua pendapat terkait khitan perempuan. Mazhab Maliki, Imam Syafii, dan Imam Ahmad mewajibkan khitan, bagi laki-laki maupun perempuan. Sementara Imam Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa khitan perempuan hukumnya sunah. Khitan pada perempuan bertujuan untuk menstabilkan syahwatnya. Sebab, apabila perempuan tidak dikhitan, syahwatnya sangat besar (Majmu’ Fatawa 21/114).

 

Oleh karena itu, sungguh tidak tepat menyamakan khitan ala Islam dengan praktik khitan menurut kacamata WHO sebagaimana tradisi di Afrika. Bahkan, Islam melarang khitan dengan menghilangkan seluruh atau sebagian kelamin perempuan.

 

Dikisahkan, Ummu `Athiah adalah seorang wanita di Madinah yang berprofesi sebagai pengkhitan. Rasululullah Saw. berkata kepadanya: “Janganlah dihabiskan. Sesungguhnya, itu akan menguntungkan wanita dan lebih dicintai suami.” (HR Abu Dawud).

 

Terlepas dari perbedaan pendapat para ulama, sesungguhnya tidak seorang pun boleh melarang suatu aktivitas, termasuk khitan perempuan yang di dalamnya ada kebaikan. Terlebih lagi, khitan perempuan menyangkut ajaran Islam.

 

Sepatutnya negara dengan umat mayoritas muslim dan pemimpin muslim tidak ikut-ikutan atau mengekor keputusan Barat yang makin mengaburkan syariat Islam. Khitan perempuan yang sesuai dengan sunah Rasulullah Saw. tidaklah berbahaya, melainkan bentuk ketaatan yang akan berbuah pahala dan kebaikan jika dilakukan dengan niat ibadah guna mengikuti syariat Islam. Wallahu a’lam. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis