Perubahan PPDB Menjadi SPMB, Benarkah Menjadi Solusi?

20250211_104435

Oleh: Misalina

 

LenSa MediaNews.Com–Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) kembali merombak sistem penerimaan siswa tahun ajaran baru mendatang.

 

Sistem tersebut  resmi diganti, dari  Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) mulai tahun ajaran 2025/2026. Alasannya, untuk menciptakan sistem penerimaan siswa yang lebih transparan, objektif, akuntabilitas tinggi, dan lebih inklusif bagi semua calon siswa (tirto.id, 01-02-2025).

 

Hal ini bukan berarti publik tidak boleh curiga, bahwa pejabat dan birokrat di Indonesia selalu merombak sistem atau istilah birokrasi hanya untuk kosmetik belaka tanpa adanya perubahan substansinya.

 

Jika perubahan yang dilakukan untuk memperbaiki kekurangan sistem yang sebelumnya, namun dalam prakteknya bisa saja sistem tersebut melahirkan celah kecurangan baru, seperti manipulasi domisili, ketimpangan kualitas sekolah, serta pembatasan hak orang tua dalam memilih sekolah bagi anak mereka.

 

Sebagaimana diketahui bersama, semejak tahun 2017 diterapkan sistem penerimaan peserta didik baru, pada kenyataannya banyak terjadinya problematika seperti, manipulasi data dan sampai manipulasi harta.

 

Kemendikdasmen berjanji SPMB akan menyulam kekurangan PPDB. Perubahan signifikan yaitu mengubah sistem zonasi menjadi domisili. Jika sistem zonasi mengarah pada jarak, maka sistem domisili lebih mengarah pada wilayah siswa dan sekolah.

 

Kemudian, SPMB memiliki 4 jalur masuk yaitu: jalur domisili yang menggantikan jalur zonasi, jalur afirmasi, prestasi dan mutasi. Perbedaan terletak pada setiap persentase masing-masing jalur penerimaan.

 

Sedangkan untuk jalur zonasi dihapus dan diganti dengan jalur domisili, disebabkan banyak terjadi kesalahpahaman di tengah-tengah masyarakat. selain itu, pada jalur prestasi ditambahkan penilaian kepemimpinan, sehingga siswa yang aktif di organisasi bisa mengikuti seleksi penerimaan murid baru melalui jalur prestasi tersebut. Perubahan tersebut hanya berlaku untuk jenjang SMP dan SMA saja.

 

Apabila dicermati, perubahan yang dilakukan hanya sebatas pergantian nama saja. Sedangkan secara keseluruhan sistem yang digunakan masih sama hanya saja sedikit modifikasi dan tidak merubah secara keseluruhannya.

 

Negara Memiliki Peran Penting

 

Terjadinya kesenjangan layanan pendidikan akan selalu ada, apabila negara belum sepenuhnya menjalankan perannya sebagai penyelenggara utama dalam sistem pendidikan.

 

Seharusnya, negara fokus pada aspek strategis akar masalah buruknya pelayanan pendidikan di negara ini dan termasuk pemerataan pendidikan. selain itu, negara juga hadir untuk memberikan jaminan dan pelayanan pendidikan, sehingga setiap anak akan mendapatkan hak pendidikan yang memadai.

 

Negara juga bertanggung jawab menyediakan infrastruktur dan instrumen pendidikan secara merata seperti sarana dan prasarana yang memadai di semua satuan pendidikan baik negeri maupun swasta. Tidak hanya itu, guru atau tenaga pendidik harus mumpuni, serta kurikulum yang tetap yaitu kurikulum yang berlandaskan akidah Islam.

 

Dengan demikian, orang tua tidak lagi pusing memikirkan sekolah anaknya dimana. Sebab, semua fasilitas dan layanan pendidikan setara disetiap wilayah. Adanya sistem zonasi atau pun domisili tidak akan menjadi persoalan, sebab hal tersebut hanya masalah teknis saja.

 

Maka, dalam Islam negara wajib menyelenggarakan pendidikan untuk seluruh rakyat. Sebab, politik pendidikan Islam tercermin di dalam visi pendidikannya, adalah membentuk generasi berkepribadian Islam dan memberi kemaslahatan untuk umat manusia.

 

Hal itu terwujud apabila negara Khilafah tegak. Sehingga generasi yang unggul dan mulia dapat terwujud di dalam sistem pendidikan Islam. kembalilah kepada sistem pendidikan yang benar, yaitu pendidikan Islam.Wallahu’alam bissawab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis