Pagar Laut, Petak Umpet Oligarki

Oleh Ariani
Guru dan Pegiat Literasi
LenSa MediaNews Com–Ada Pemagaran laut selain di Tangerang, terjadi di Pesisiran Serangan. Pemagaran menggunakan pelampung Bali Turtle Island Developmen (BTID), nelayan mengeluh banyak wilayah yang dibatasi aksesnya oleh BTID (balipost.com, 31-01-2025).
Pemagaran laut yang lebih dahulu viral terjadi di perairan Kabupaten Tangerang. Nelayan telah menemukan deretan pagar bambu di perairan Kabupaten Tangerang mulai Juli 2024 dan kini telah mencapai 30 Km. Selain telah menyulitkan mereka melaut, kelompok nelayan juga cemas pagar dan petak-petak itu didirikan untuk proyek reklamasi.
Pemagaran Laut, Negara lemah
Mafia pagar laut yang marak di berbagai daerah kini mencuatkan paradoks. Sumber daya kelautan, pesisir dan pulau kecil kini bisa dikelola seenaknya tanpa campur tangan pemerintah daerah bahkan tanpa partisipasi penduduk lokal. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan potensi sumberdaya kelautan yang mencapai 3.000 triliun rupiah per tahun belum terkelola dengan baik. UU Nomor. 11/2020 tentang Cipta Kerja mereduksi perizinan dan kemudahan investor.
Ada beberapa kerugian akibat UU Cipta kerja, salah satunya soal kewenangan pengelolaan sektor kelautan dan perikanan, jika sebelumnya ditangani langsung oleh Menteri, saat ini dialihkan kepada Pemerintah Pusat. Pantas saja, September 2024, kelompok nelayan tradisional telah mengadu ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. Namun, pejabat dinas waktu itu menyebut pagar bambu itu didirikan tanpa izin. Namun mereka membuat klaim tak berwenang mencabutnya (bbc.com, 30-1- 2025).
Sejumlah anggota dewan Komisi II mendesak Menteri ATR/BPN segera melakukan audit investigasi lengkap secara terbuka terhadap seluruh sertifikat hak guna bangunan dan sertifat hak milik yang diterbitkan di atas laut , kasus pemagaran ini juga melibatkan bareskrim namun sayang hampir sebulan kasus ini bergulir, belum ada nama-nama yang diumumkan untuk dilidik aparat penegak hukum padahal, Kementerian ATR/BPN sudah membuka nama-nama korporasi pemegang SHGB dan SHM, yakni PT Intan Agung Makmur, PT Cahaya Inti Sentosa, serta bidang lain milik perorangan. Bahkan, sudah ada puluhan HGB yang dicabut karena terbukti ilegal dan menyalahi aturan (tirto.id, 31-01-2025).
Kasus pagar laut di Tangerang dan di Bali menunjukkan betapa lemahnya dalam menjaga asset strategi tersebut. Harusnya bagi sebuah negara hal ini bukan pelanggaran hukum biasa namun jaga ada indikasi mengganggu kedaulatan negara. Dan ternyata pemagaran laut itu diduga terkait dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK-2 pada masa pemerintahan Jokowi. Artinya kasus ini melibatkan banyak pihak, pemerintah, dan penegak hukum, dengan dukungan partai politik tertentu. Kasus ini pasti bertaburan uang trilliun rupiah. PIK 2 yang dibangun Agung Sedayu Group dan Salim Group ini digadang-gadang akan menghubungkan Indonesia dengan negara di seluruh dunia karena dibangun sebagai waterfront city yang didesain berkelas dunia, juga smart city yang didesain dengan teknologi modern. Dari 2 nama group itu sudah jelas ada peran oligarki taipan dibalik kasus ini.
Kepemimpinan Islam Mengelola Laut untuk Rakyat
Meskipun presiden Prabowo telah memerintah satuan AL mencabut semua pagar laut namun apakah kasus ini akan menghilang begitu saja? Rakyat tidak perlu tahu siapa pelaku pemagaran laut, pelakunya tidak diketahui menerima sanksi apa. Tentunya para oligarki akan siaga membungkam kasus ini.
Inilah ketika kekuasaan diserahkan pada kaum pemilik modal, bukan kepentingan rakyat yang diperjuangkan tapi hawa nafsu pemilik modal untuk memperkaya diri mereka tentunya berkongsi dengan penguasa. Hal ini berbeda Ketika negara diatur menggunakan syariat Islam yang aturan diturunkan oleh maha pencipta dan maha pengatur dalam bingkai Daulah Khilafah. khilafah dalam kepemimpinan seorang Khalifah hanya menerapkan Syariat Islam kafah. Sistem paripurna yang bersumber dari Allah swt.
Daulah Khilafah tidak akan pernah tunduk terhadap oligarki karena penguasanya hanya tunduk dan taat pada aturan Allah SWT. Dengan begitu segala keputusan dan kebijakan penguasa ditentukan sendiri tanpa campur tangan pemilik modal.
Sehingga kemaslahatan umat tetap menjadi prioritas sebagai bentuk tanggungjawab negara dalam mensejahteraka umat. Dalam pandangan Islam, sumberdaya alam yang jumlah atau depositnya banyak seperti laut merupakan milik umum atau milik rakyat yang wajib dikelola oleh Negara.
Rasulullah saw. telah menjelaskan sifat kebutuhan umum tersebut dalam sebuah hadis. Nabi saw. bersabda, “Manusia berserikat (punya andil) dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api.” (HR Abu Dawud).
Dalam kepemimpinan Islam, penguasa tidak akan menyerahkan kepemilikan dan pengelolaan SDA seperti laut kepada swasta atau individu. Penguasa haram menyentuh harta rakyat atau bahkan memfasilitasi pihak lain untuk mengambil harta milik rakyat/umum. Hanya kepemimpinan Islam yang mampu mengelola kekayaan negeri ini untuk memenuhi kebutuhan rakyat bahkan menyejahterakannya. Wallahualam bissawab. [LM/ry].