Laut Dimonopoli, Islam Tawarkan Solusi

Oleh : Anggi
LenSa MediaNews.Com–Kasus pagar laut kembali mencuat, kali ini di Bekasi, setelah sebelumnya ditemukan di Tangerang. Pagar di Bekasi sepanjang 2 km diketahui sebagai proyek kerja sama PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) dan Pemprov Jabar sejak 2023 (kompas.com, 14-01-2025). Karna diduga tidak mengantongi izin serta terkategori reklamasi, Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) secara resmi menyegelnya (liputan6.com, 28-01-2025).
Sementara itu, pagar laut misterius di Tangerang sepanjang 30,16 km masih belum diketahui pemiliknya. Ombudsman RI menerima banyak keluhan dan meminta pagar dicabut. Sebanyak 3.888 nelayan di Tangerang dan Bekasi terdampak, dengan total kerugian diperkirakan Rp116,91 miliar per tahun akibat penurunan pendapatan, naiknya biaya operasional, serta kerusakan ekosistem laut (kompas.com, 04-02-2025).
Fenomena pagar laut yang melindungi kepentingan korporasi dengan mengorbankan akses nelayan terhadap laut adalah bukti nyata korporatokrasi sebuah sistem di mana negara dikendalikan oleh kepentingan korporasi besar yang sekaligus berperan sebagai penguasa. Dalam sistem ini, kebijakan dan regulasi sering kali dibuat demi keuntungan segelintir elite ekonomi, bukan untuk kepentingan rakyat.
Negara seharusnya berfungsi sebagai pelindung rakyat, memastikan akses nelayan terhadap sumber daya laut tetap terbuka karena mereka menggantungkan hidupnya pada laut. Namun, dalam sistem kapitalisme yang bertumpu pada prinsip liberalisme ekonomi, negara justru menjadi fasilitator bagi korporasi, bahkan sudah tidak malu lagi pengusaha juga menjabat sebagai penguasa untuk memuluskan usaha mereka.
Tak heran jika regulasi yang dibuat sering kali berpihak kepada para pemilik modal, mengabaikan kepentingan masyarakat kecil, dan bahkan mengancam kedaulatan negara itu sendiri. Juga aparat negara, yang seharusnya menjaga kepentingan rakyat, justru sering kali berperan sebagai pelindung korporasi.
Berbeda dengan kapitalisme, Islam memiliki sistem ekonomi yang menempatkan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama. Dalam Islam, laut dan sumber daya alam yang ada di dalamnya merupakan milik umum yang tidak boleh dikuasai oleh individu atau korporasi tertentu. Negara wajib mengelola sumber daya tersebut untuk kepentingan rakyat, bukan untuk keuntungan segelintir elite ekonomi.
Dalam sistem Islam, negara berperan sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi rakyatnya. Negara harus memastikan bahwa hak-hak rakyat atas sumber daya alam tetap terjaga dan tidak boleh memberikan akses eksklusif kepada korporasi dengan mengorbankan kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, Islam memiliki sistem hukum yang tegas terhadap kejahatan ekonomi dan penyalahgunaan kekuasaan. Tidak ada impunitas bagi pejabat yang bekerja sama dengan korporasi untuk menindas rakyat. Dalam sistem Islam, hukum diterapkan secara adil, tanpa pandang bulu, baik kepada rakyat kecil maupun pejabat tinggi.
Islam menempatkan kedaulatan di tangan syariat, di mana aturan yang diterapkan bukan berdasarkan kepentingan segelintir orang, tetapi berdasarkan hukum Allah SWT yang adil dan menyeluruh. Negara dalam sistem Islam tidak boleh tunduk pada kepentingan korporasi atau oligarki. Seorang pemimpin wajib menerapkan hukum Islam secara kafah dan mengelola sumber daya alam sesuai dengan prinsip syariah. Negara tidak boleh memfasilitasi perampokan terhadap hak rakyat, apalagi bekerja sama dengan korporasi untuk menindas masyarakat kecil.
Drama pagar laut adalah bukti nyata betapa kuatnya cengkeraman korporasi dalam sistem kapitalisme. Negara, yang seharusnya berpihak kepada rakyat, justru tunduk pada kepentingan pemilik modal. Selama Kapitalisme masih menjadi sistem yang diterapkan, kasus-kasus serupa akan terus terjadi, di mana rakyat selalu menjadi pihak yang dikorbankan.
Islam menawarkan solusi yang lebih adil dan berpihak kepada rakyat. Dengan konsep kepemilikan yang jelas, sistem ekonomi Islam mencegah terjadinya monopoli sumber daya oleh korporasi. Sistem hukum Islam juga memastikan bahwa kejahatan ekonomi dan penyalahgunaan kekuasaan ditindak dengan tegas tanpa pandang bulu.
Sudah saatnya umat menyadari bahwa solusi atas berbagai permasalahan, termasuk korporatokrasi, hanya dapat ditemukan dalam penerapan syariat Islam secara kafah. Hanya dengan sistem Islam, keadilan dan kesejahteraan sejati dapat diwujudkan. Wallahualam bissawab. [LM/ry].