Kampus Kelola Tambang, Kebijakan Kian Ngambang

20250129_220017

Oleh: Yuke Octavianty

Forum Literasi Muslimah Bogor

 

LenSa MediaNews.Com–Wacana tata kelola tambang yang akan dihadiahkan pada kampus mengundang berbagai opini kontroversi di tengah masyarakat, terlebih di kalangan akademisi.

 

Driyarkara Karlina Supelli, Direktur Pascasarjana STF menanggapi wacana ini dengan kritikan keras. Usulan pemberian wilayah izin usaha pertambangan ke perguruan tinggi melalui perubahan keempat Rancangan Undang-undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) dianggap sebagai putusan yang menyalahi kapasitas kampus sebagai lembaga akademis (cnnindonesia.com, 29-1-2024). Strategi kooptasi kampus menjadi hal yang harus diprotes. Demikian lanjutnya.

 

Hal senada juga disampaikan oleh salah satu pengamat pendidikan, Darmaningtyas. ia menilai tidak seharusnya perguruan tinggi dilibatkan dalam tata kelola tambang. Putusan ini jelas merusak muruah pendidikan tinggi.

 

Para guru besar kompak berpendapat bahwa tata kelola kampus mestinya ditangani oleh industri profesional. Demikian disampaikan Baiquni, Ketua Majelis Dewan Guru Besar Perguruan Tinggi Berbadan Hukum.

 

Kebijakan Tidak Bijak

 

Perjalanan sejarah membuktikan diorientasi fungsi kampus akan merusak tujuan lembaga pendidikan tinggi. Dulu, pada masa orde baru, kampus diberi hak pengusahaan hutan. Hasilnya, tata kelola tersebut justru membebani kampus. Kegagalan menjadi akhir dari kebijakan ini.

 

Selaras dengan program tata kelola tambang yang diwacanakan untuk kampus, kebijakan ini pun bukanlah ide baik yang akan memperbaiki nasib kampus saat ini. Dan jelas, kebijakan ini akan berujung pada timbulnya moral hazard yang menggadai kompetensi kampus sebagai lembaga pendidikan.

 

Rencana penetapan kampus (lembaga pendidikan tinggi) sebagai pengelola tambang bisa jadi ditetapkan karena adanya otonomi lembaga pendidikan tinggi yang membutuhkan biaya operasional dalam menghidupkan aktivitas kampus.

 

Kebijakan tata kelola tambang oleh kampus, sejatinya akan mengubah arah orientasi kampus. Disorientasi lembaga pendidikan tersebut terjadi sebagai dampak penetapam kampus sebagai PTN BH (Perguruan Tinggi Berbadan Hukum). Konsep industrialisasi lembaga pendidikan tinggi menimbulkan kewalahan yang luar biasa. Kampus yang mestinya menjadi lembaga pendidikan justru beralih fungsi menjadi lembaga kapitalisasi.

 

Inilah dampak sistemis saat negara angkat tangan dan lalai pada fungsinya sebagai penjamin pendidikan rakyat. Kampus dibiarkan mandiri bertahan tanpa ada eksistensi fungsi negara di dalamnya. Kebijakan negara kian hilang arah dengan menjadikan kampus sebagai lembaga yang ditunggangi oleh kepentingan penguasa oligarki. Miris!

 

Sistem kapitalisme sekular yang kini diadopsi dalam penetapan kebijakan, hanya menetapkan materi sebagai satu-satunya tujuan. Kebijakan ini pun menunjukkan negara yang disfungsi dalam melayani rakyat.

 

Negara memposisikan kampus sebagai lembaga yang mengejar keuntungan materi. Hingga akhirnya lupa fungsi utamanya sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mestinya mampu mendidik rakyat agar kritis dan cerdas menghadapi masalah.

 

Di sisi lain, konsep kapitalisme menetapkan pembiayaan kuliah ditanggung orangtua atau individu, sehingga beban biaya pendidikan semakin berat. Konsep tersebut menutup kesempatan mahasiwa miskin mengenyam pendidikan tinggi.

 

Pendidikan Tinggi dalam Islam

 

Kampus merupakan institusi pendidikan yang harus fokus membentuk kepribadian Islam dalam tatanan sistem pendidikan yang tangguh. Generasi unggulan dengan karya terbaik menjadi produk terbaik pendidikan dan mampu memiliki potensi terbaiknya untuk melayani umat.

 

Dalam Islam, negara menjadi lembaga yang menjamin terpenuhinya kepentingan pendidikan umat. Sebagaimana sabda Beliau SAW. ,”Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhari).

 

Islam menetapkan pembiayaan kampus ditanggung oleh negara dari kas kepemilikan umum, termasuk pos tata kelola pertambangan. Negara wajib mengelolanya dengan strategi dan mekanisme yang amanah untuk mengembalikan hasil kelola sumberdaya kepada rakyat dalam bentuk sarana umum termasuk layanan pendidikan.

 

Sistem Islam melarang pengelolaan pertambangan oleh individu atau swasta, terlebih pihak asing, seperti yang kini marak terjadi. Tambang merupakan milik umum, wajib dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai pelayanan negara untuk rakyat. Rasullullah SAW. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

 

Betapa bijaksananya tatanan Islam dalam mengatur urusan rakyat. Setiap konsepnya ditempatkan sesuai fitrah penjagaan manusia. Dengannya kepentingan umat terjaga, kezaliman pun binasa. Wallahu’alam bisshowwab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis