WhatsApp Image 2025-01-30 at 16.36.05

Oleh: Mutiara Islami

Pegiat Pena Banua

 

LensaMediaNews.com, Opini – Pemerintah kembali berencana memberikan izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada ormas. Secara konstitusi, Pasal 33 UUD 1945 mengamanatkan pengelolaan tambang berupa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, termasuk barang tambang, harus dikelola oleh negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat. Dengan demikian, yang berhak mengelola tambang adalah negara, bukan diserahkan kepada individu, kelompok, maupun pelaku bisnis lainnya.

 

Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, menyatakan bahwa organisasi masyarakat (ormas) seperti PP Muhammadiyah dipastikan akan mengelola eks tambang PT Adaro Energy Tbk. di Provinsi Kalimantan Selatan. Menteri Bahlil menuturkan bahwa perizinan pengelolaan lahan tambang oleh ormas keagamaan terus berproses. Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah menjadi ormas yang sudah ditetapkan untuk mengelola lahan tambang. (Banjarmasinpost.co.id, 10-1-2025).

Pemberian izin pengelolaan tambang kepada ormas keagamaan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Pemerintah menyiapkan enam lahan tambang eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang akan diberikan kepada ormas keagamaan. Lahan tambang tersebut terdiri atas eks PKP2B PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Adaro Energy Tbk., PT Multi Harapan Utama (MHU), dan PT Kideco Jaya Agung. (kompas.com, 10-1-2025).

Ormas bukanlah lembaga yang memiliki kapasitas untuk melakukan penambangan. Ketika barang tambang diserahkan kepada ormas, hal ini bukan untuk menyejahterakan seluruh rakyat, tetapi hanya menyejahterakan orang-orang yang dekat dengan kekuasaan, sementara rakyat justru terabaikan. Rencana pemerintah untuk membagi IUP kepada ormas tentu menuai pro dan kontra. Sebagian pihak menganggap bahwa pembagian IUP kepada ormas hanyalah bentuk politik balas budi. Pemberian IUP ini dinilai berbahaya karena pengelolaan tambang tanpa latar belakang pengetahuan tentang pentingnya menjaga lingkungan dapat memicu kerusakan lingkungan yang lebih parah. Selain itu, kebijakan ini juga dapat memicu konflik antarormas.

Pembagian IUP ini juga akan memengaruhi peran ormas terhadap pemerintah. Seharusnya, ormas menjadi garda terdepan dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, khususnya dalam pengawasan aturan dan kebijakan pemerintah. Namun, dengan adanya IUP ormas tidak lagi leluasa memberikan kritik atau saran kepada pemerintah karena sudah terikat oleh kepentingan izin tersebut.

Demikianlah realitas politik dalam demokrasi, dimana penyalahgunaan kekuasaan kerap terjadi. Jika satu ormas mendapatkan IUP, ormas lainnya pun akan merasa berhak mendapatkannya juga. Tidak mengherankan jika pembagian IUP kepada ormas dianggap wajar dalam sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme membolehkan pengelolaan sumber daya alam dikuasai oleh individu, kelompok, atau negara.

Menurut pandangan Islam, barang tambang dalam jumlah besar pada dasarnya merupakan bagian dari kepemilikan umum atau milik rakyat. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi Muhammad saw., “Kaum Muslimin memiliki hak bersama atas tiga hal: padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad). 

 

Selain itu, Rasulullah saw. juga pernah bersabda, “Dari Abyadh bin Hammal, ia pernah mendatangi Rasulullah saw. dan meminta beliau agar memberikan tambang garam kepada dirinya. Beliau lalu memberikan tambang itu kepada Abyadh. Ketika Abyadh bin Hammal ra. telah pergi, ada seseorang di majelis itu yang berkata, ‘Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sungguh Anda telah memberi ia sesuatu yang seperti air mengalir.’ Ibnu al-Mutawakkil berkata, ‘Lalu Rasulullah saw. menarik kembali pemberian tambang garam itu dari dirinya (Abyadh bin Hammal).’” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Kepemilikan umum dengan omset besar tidak boleh dikuasai oleh individu maupun kelompok. Negara berkewajiban untuk mengelolanya dengan baik, agar hasilnya digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat, bukan dinikmati oleh segelintir orang saja.

 

Oleh karena itu, tambang apa pun yang menguasai hajat hidup orang banyak atau yang jumlahnya berlimpah, haram hukumnya dimiliki oleh pribadi atau swasta. Termasuk juga haram diklaim sebagai milik negara. Negara hanya berkewajiban mengelola tambang tersebut, lalu mendistribusikan hasilnya untuk kemakmuran seluruh rakyat. Tata kelola yang sesuai dengan syariat Islam ini hanya dapat terwujud jika sistem pemerintahan Islam diterapkan secara menyeluruh. [LM/Ah]

Please follow and like us:

Tentang Penulis