Miris! Rakyat Dicekik PPN 12%
Oleh: Uthe Setya
Aktivis Muslimah Jembrana
LenSaMediaNews.com__Pemerintah tetap bersikukuh menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai Januari 2025, sesuai yang tertuang dalam amanat Undang-Undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) (cnnindonesia.com 26/12). Jelaslah keputusan ini mengundang reaksi keras masyarakat, khususnya kelas ekonomi menengah ke bawah, karena dipandang berpotensi mencekik masyarakat yang tengah tercekik oleh menurunnya daya beli.
Memang menurut pemerintah kenaikan PPN tidak menyasar seluruh barang dan jasa, hanya berlaku pada barang mewah saja. Namun, masyarakat masih terus bertanya-tanya barang mewah apa saja yang dimaksud. Karena pada dasarnya seluruh barang dan jasa sebagian besar terkena pajak yang biasa dibeli masyarakat seperti sabun mandi, makanan di resto, pulsa telepon, hingga layanan streaming.
Mengutip dari detikfinance.com (19/8/2024), Ekonom Senior INDEF Faisal Basri mengkritik rencana kenaikan PPN 12%. Menurutnya, kenaikan pajak harusnya diberlakukan pada sektor batubara, karena kenaikan PPN hanya menambah beban rakyat. Di samping itu, menurut Faisal Basri pula, kenaikan PPN ini tidak efisien, sebab pertambahan pendapatan negara tidak mencapai 100 triliun rupiah.
Penarikan pajak pada barang dan jasa lahir dari sistem kapitalisme. Kapitalisme menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan utama negara yang digunakan untuk dana pembangunan. Pajak diterapkan pada siapa saja tanpa memandang apakah yang menjadi wajib pajak tersebut kaya atau pun miskin. Selama menjadi rakyat pada negara kapitalis, maka individu tersebut menjadi wajib pajak.
Sayangnya, pemerintah sering berlaku tidak adil pada rakyat. Negara seringkali memberi pengampunan pajak pada pengusaha raksasa tapi tidak diberlakukan pada rakyat miskin. Dari sini terlihat jika negara dalam sistem kapitalisme hanya berperan menjadi regulator dan fasilitator yang cenderung berpihak pada kepentingan oligarki, dibandingkan pada kepentingan rakyat. Pengusaha raksasa bisa mendapat keringanan pajak namun rakyat semakin dibebani berbagai pajak hingga memberatkan hidup. Kewajiban pajak ini sungguh menyengsarakan rakyat.
Ini sangat berbeda dengan sistem ekonomi dalam Islam. Negara menjadi pengurus rakyat yang memenuhi kebutuhan rakyat dan menyejahterakan, serta memberi kebijakan-kebijakan yang menentramkan rakyat. Dalam sistem ekonomi Islam, sumber kekayaan alam dijadikan sebagai milik umum yang mana pengelolaannya adalah oleh negara dengan mekanisme yang telah diatur oleh syariat, kemudian hasilnya digunakan untuk membiayai kebutuhan rakyat.
Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, pengelolaan berbagai SDA menjadikan negara memiliki banyak sumber pemasukan besar. Sehingga, cukup untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Pajak dalam Islam sendiri merupakan alternatif terakhir yang diterapkan untuk menjadi pendapatan negara yang dipungut hanya saat kondisi kas negara kosong.
Peraturan pemungutan pajak dalam sistem kapitalisme jelas adalah buatan manusia oleh legislatif yang bias pada kepentingan banyak pihak. Sebaliknya, pada sistem Islam seluruh peraturannya wajib terlahir dari akidah Islam yang menghasilkan banyak cabang aturan-aturan termasuk di dalamnya ekonomi.
Pajak dalam Islam diwajibkan untuk kaum muslim, digunakan untuk kebutuhan rakyat dan pos-pos negara lain. Itu pun hanya pada saat negara tidak memiliki saldo kas di baitul maal. Pembelanjaannya pun untuk pembiayaan kebutuhan militer, santunan fakir miskin, dan ibnu sabil, gaji guru, tentara, dan orang-orang yang memberi pelayanan pada negara. Kemudian juga untuk infrastruktur, rumah sakit, sekolah dan pelayanan umum lainnya yang jika tidak dipenuhi kebutuhannya atau menurun kualitasnya, akan berbahaya.
Pajak hanya dipungut saat pendapatan negara tidak mampu memenuhi pembelanjaan negara yang wajib ditunaikan oleh kaum muslim. Kemudian jumlah penarikannya pun hanya dibatasi sesuai dengan kekurangan yang dibutuhkan saja. Sehingga, penarikannya tidak boleh melebihi kebutuhan negara, sebab itu adalah kezaliman yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah. Sungguh benar adanya, hanya Islam yang dapat memberi ketenangan dan ketentraman pada seluruh rakyat baik muslim maupun non muslim.
Wallahu a’lam bishawab. [LM/Ss]