Makelar Kasus, Surganya ada di Peradilan Sekuler
Oleh: Maulinda Rawitra Pradanti, S.Pd
LenSa Media News.com, Sistem hukum dan peradilan sekuler benar-benar menjadi “surga” bagi para makelar kasus. Lihat saja berapa banyak proses hukum yang berhasil di”cut off” hukumannya dengan alasan yang kurang masuk akal dengan kasus yang dilakukannya. Sebut saja kasus korupsi timah yang menimpa Harvey Moeis (HM) dan kawan-kawan.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka korupsi timah, HM dan kawan-kawan sudah menjadi sorotan publik. Bagaimana tidak, suami aktris ternama terlibat di dalamnya. Pun dengan penangkapannya, gelagat bersalah sepertinya tidak nampak padanya. Seolah hal biasa dilakukan dan memandang remeh hukuman.
Setelah beberapa kali sidang digelar, tibalah saatnya putusan hukum. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan banding atas vonis 6,5 tahun penjara terhadap HM, terdakwa kasus korupsi komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk Tahun 2015-2022. Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Sutikno mengatakan, pihaknya juga mengajukan banding untuk terdakwa lain dalam kasus tersebut. Mereka adalah Suwito Gunawan, Robert Indiarto, Reza Andriansyah, dan Suparta.
JPU menuntut HM selama 12 tahun penjara dengan uang pengganti Rp 210 miliar subsider 6 tahun, dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun. Namun, hakim memvonis HM 6,5 tahun penjara, uang pengganti Rp210 miliar subsider 2 tahun, dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan. Putusan hukuman hanya 6,5 tahun ini ditetapkan karena HM telah berlaku sopan selama persidangan dan ia memiliki tanggungan keluarga. Alasan yang terlalu klasik disebutkan oleh penegak hukum.
Bayangkan, uang korupsi timah itu Rp300 T. Awal kemunculan angka ini netizen telah membuat proyeksi jika uang itu dibelikan mobil, rumah, tanah, bahkan kekayaan-kekayaan yang lain itu bisa memakmurkan masyarakat Indonesia. Bukan hanya soal uang, tetapi juga soal alam yang dirusak. Bukan hanya masyarakat yang dirugikan, tetapi masa depan anak bangsa.
Jika benar putusan hukum ini deal, pengajuan banding juga tidak bisa, betapa hancur hati masyarakat. Menusuk rasa keadilan sudah nyata, masihkah berharap dengan penegakan sekuler hari ini?
Kasus suap dan korupsi memang sudah bukan barang tabu. Penegak hukum pun ikut andil di dalamnya, bahkan mereka juga menjadi makelar atas kasus-kasus yang sedang mereka tangani. Saking banyaknya aparat penegak hukum yang terlibat dalam jaringan mafia kasus, sampai-sampai data yang terungkap hanyalah sebagian kecil dari fakta yang sebenarnya.
Maka harus dipahami, bahwa faktor penyebabnya adalah penerapan sistem sekuler materialistis. Agama dipisahkan dari penegakan hukum dunia, alhasil cara pandang dalam menegakkan hukum bukanlah akidah Islam, yang seharusnya takut dengan aturan Allah. Hukum hanya dijalankan sebagaimana hukum ekonomi, yakni penawaran dan permintaan. Hukum bisa dilanggar hanya dengan sogokan.
Selain itu, keberhasilan penegakan hukum bukan didasarkan atas kebahagiaan telah melaksanakan amanah, tetapi karena sikap serakah dan rakus. Siapa yang berani bayar mahal, kasusnya akan cepat selesai dan ringan hukumannya. Meski sudah ada pengawasan dari negara, nyatanya pengawasan tersebut hanyalah formalitas dan saling cuci tangan jika ada yang tertangkap basah sedang melakukan suap-menyuap. KPK juga sudah tidak berdikari, lembaga ini sudah diintervensi oleh para mafia.
Oleh karena itu, tidak ada yang mampu menuntaskan kasus sebersih-bersihnya kecuali jika hukumnya diganti dengan hukum Islam. Penerapan Islam secara kafah terbukti mampu menuntaskan kejahatan apapun, sebab aturan yang dilaksanakan bersifat mutlak dari Allah tanpa campur tangan manusia oportunis, rakus, dan materialistik.
Qadhi (hakim) hanyalah penegak hukum yang sudah ada, bukan mengurangi atau menambah sesuai kehendaknya. Ia akan berhati-hati dalam menjatuhkan sanksi kepada pelaku kejahatan. Yang pasti, qadhi tidak akan mau disogok karena ia paham konsekuensi di akhirat nanti. Maka terbukti bahwa perlunya ketakwaan di setiap lini, baik ketakwaan individu, masyarakat, bahkan negara.Wallahu a’lam bish showab. [ LM/ry ].