Marwah Pendidikan Hilang, Pendidik jadi Bimbang
Oleh: Mariani, S.pd
LenSa Media News _ Opini_Belum hilang dari ingatan kita tentang maraknya kasus kriminalisasi dalam dunia pendidikan, khususnya tenaga pendidik. Sebagaimana dilansir media online, terkait kasus guru yang di denda Rp 100 juta usai viral video siswi gambar alis di kelas di salah satu Smp di Sorong, Papua Barat. Awalnya denda 500 juta setelah dilakukan mediasi denda turun menjadi Rp 100 juta hingga hal tersebut menjadi perhatian pihak guru setempat mulai dari sekolah hingga PGRI di kota Sorong untuk memobilisasi dana urunan guna membantu sesama rekan profesi guru yang tersangkut kasus tersebut. Publik pun menanggapi dengan berbagai komentar terkait kasus tersebut. (www.kompas.com, 7-11-2024).
Beberapa waktu lalu kita juga dengar kasus guru honorer yang dilaporkan oleh wali murid terkait dugaan pemukulan oleh guru honorer tersebut terhadap anaknya. Kasus yang terjadi juga tidak kalah menghebohkan publik, dikutip dari kasus Supriyani, guru honorer di SDN Baito, kabupaten Konawe Selatan (www.Loputan6.com; 31-10-2024).
Maraknya kriminalisasi terhadap guru disamping permasalahan gaji yang minim menimbulkan keresahan di kalangan pendidik, sehingga hal ini kian melemahkan keoptimalan dan kesungguhan tenaga pendidik untuk mencapai target pendidikan itu sendiri. Akhirnya meminimalisir keinginan untuk ikut mencerdaskan anak bangsa melalui jalur pendidikan dikarenakan potret buram dunia pendidikan hari ini.
Semestinya berkaca dengan maraknya berbagai kasus kriminalisasi guru yang hadir dalam kehidupan sehari-hari sudah barang tentu menjadi perhatian serius semua elemen masyarakat khususnya pemerintah dalam wajah dunia pendidikan hari ini. Padahal pendidikan adalah pondasi kebesaran suatu bangsa, diberbagai negara maju mereka konsen terhadap dunia pendidikan menjadi perhatian serius, terlebih lagi bagi kita mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Perhatian serius muslim terhadap ilmu menjadikan dirinya maju, berkembang dan mampu menyongsong zaman dengan gemilang. Tengoklah di zaman keemasan Islam, zaman Bani Abbasiyah yang mampu mencetak generasi yang mampu menjadi solusi di zaman nya bahkan setelah mereka tiada, hasil kesungguhan keilmuan mereka mampu menjadi soal jawab terhadap problem masyarakat dalam kehidupan. Namun, sebaliknya potret buram dunia pendidikan hari ini menjadikannya kehilangan prestise dalam mencetak generasi bangsa yang unggul, mulia dan bermartabat.
Adapun banyak kasus yang terjadi terhadap guru tidak lepas dari ketidaksinkronan makna dan tujuan pendidikan antara orang tua, guru, masyarakat dan negara. Terlebih lagi upaya dalam mendidik sering disalahartikan sebagai tindakan kekerasan terhadap anak, terlebih lagi adanya UU perlindungan anak, sehingga sering terjadi gesekan terhadap upaya guru dalam mendidik anak.
Pandangan kehidupan hari ini yang sekuler memisahkan agama dengan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara melahirkan problem tersendiri tak terkecuali dengan pendidikan. Pendidikan bukan lagi upaya sakral dalam menanamkan nilai mulia untuk mencetak generasi bermartabat yang memanusiakan manusia sesuai fitrahnya dikarenakan pandangan materialistik dari orang tua, guru, sekolah dan negara menjadikan rapuh nya kekuatan dunia pendidikan hari ini.
Adapun pandangan Islam sebagai agama yang sempurna, ia mampu menjaga sikap dan perilaku yang seragam dari berbagai elemen masyarakat untuk satu standar keseragaman pandangan berkehidupan bernegara yang bisa diimplementasikan dalam aspek pendidikan, sehingga generasi bangsa yang unggul mulia pun bisa diwujudkan kembali. Ketika aturan dan pandangan Islam di regulasi dalam kehidupan diturunkan dalam Undang-undang tentu tujuan pendidikan secara bersama dan berkesinambungan bisa terwujud. Adapun implementasi dan historis pun bisa dilihat akan kemampuannya yang mampu membawa masyarakat jahiliah menjadi masyarakat yang mampu unggul ketika Islam benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari dan bernegara.
Wallahu alam.
(LM/SN)