Bencana Melanda, Alam tidak Sedang Bercanda

20241225_185430

Oleh: Syifa Ummu Azka

 

LenSa Media News _ Opini_Ketika bumi mulai berbicara dengan gemuruhnya, sungai-sungai meluap tanpa kendali dan tanah bergeser hingga menghancurkan bangunan, sudah sepatutnya kita bertanya apa yang sedang terjadi?

Di berbagai daerah Indonesia, bencana alam sering terjadi. Sebut saja di Sukabumi yang dilanda banjir dan tanah longsor yang menggambarkan situasi porak poranda akibat bencana ini (Detik.com, 12-12-2024). Sama halnya di Pandeglang, genangan air setinggi dua meter memutus akses jalan utama (Kumparan, 12/12/2024). Sementara itu, di Cianjur, pergerakan tanah meluas, menyebabkan kerusakan signifikan (CNN Indonesia; 12-12-2024). Semua ini meninggalkan duka mendalam dan mengingatkan kita pada lemahnya posisi manusia di hadapan Allah.

Allah berfirman: “Dan Kami tidak membinasakan suatu negeri pun, melainkan sesudah ada baginya orang-orang yang memberi peringatan.” (QS. Asy-Syu’ara: 208).

Ayat ini mengingatkan kita bahwa setiap peristiwa besar adalah tanda dari-Nya. Namun, sudahkah kita mengambil pelajaran? Atau kita masih terus berpaling, menganggap ini sekadar fenomena alam biasa?

 

Eksploitasi Alam: Dosa yang Mengundang Bencana

 

Sebagian besar bencana yang terjadi bukanlah semata-mata akibat faktor alam, tetapi karena ulah tangan manusia. Pembangunan yang serakah dan jauh dari prinsip keberlanjutan telah membawa kehancuran. Penebangan hutan tanpa reboisasi, pendangkalan sungai akibat pengelolaan buruk, hingga eksploitasi sumber daya alam yang mengabaikan keseimbangan ekosistem adalah beberapa contoh nyata. Sebagaimana disampaikan dalam QS. Ar-Rum: 41: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian akibat dari perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

 

Sistem kapitalisme yang menjadi dasar pembangunan saat ini hanya berorientasi pada keuntungan material, tanpa memperhatikan keberlanjutan dan dampak jangka panjang. Padahal, dalam Islam, manusia diberikan amanah untuk menjaga bumi, bukan menghancurkannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kaum Muslimin berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput, dan api (energi).” (HR. Abu Dawud).

Hadis ini mengingatkan kita bahwa sumber daya alam bukanlah milik segelintir orang, melainkan hak seluruh umat manusia yang harus dikelola dengan bijak.

 

Kepemimpinan Islam: Solusi atas Kerusakan

 

Sistem kehidupan yang jauh dari syariat Islam menjadi akar permasalahan. Dalam Islam, negara memiliki peran sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi rakyatnya. Negara bertanggung jawab penuh untuk memastikan bahwa pengelolaan alam dilakukan dengan prinsip keharmonisan dan keberlanjutan, bukan eksploitasi yang merusak.

 

Sejarah mencatat bagaimana peradaban Islam menjaga keseimbangan alam. Kebijakan seperti pelestarian hutan dan pengelolaan air irigasi diterapkan dengan ketat. Bahkan, dalam beberapa kasus, khalifah melarang kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan. Prinsip ini berakar pada keyakinan bahwa alam adalah titipan Allah yang harus dijaga. Sebagaimana Allah berfirman: “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.”(QS. Al-A’raf: 96).

 

Muhasabah: Langkah Awal Menuju Perubahan

 

Bencana adalah panggilan bagi kita semua untuk ber-muhasabah, merenungi dosa-dosa yang telah kita perbuat, baik terhadap sesama manusia maupun terhadap alam. Sudah saatnya kita berhenti mencari pembenaran, dan mulai mengambil tindakan untuk kembali kepada jalan Allah. Ini bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga tanggung jawab kolektif sebagai sebuah masyarakat dan tentunya, negara.

 

Kepemimpinan Islam yang berlandaskan syariat adalah solusi utama untuk mengakhiri siklus kerusakan ini. Di bawah naungan Islam, manusia diajarkan untuk hidup selaras dengan alam, menjaga keseimbangan, dan menempatkan kepentingan bersama di atas segalanya. Dengan kembali pada syariat, kita tidak hanya menghindari bencana, tetapi juga membuka pintu keberkahan dari langit dan bumi.

 

Kesimpulan

 

Bencana yang melanda negeri ini adalah peringatan dari Allah, mengingatkan kita pada tanggung jawab yang sering kita abaikan. Mari kita jadikan setiap musibah sebagai momentum untuk kembali kepada syariat-Nya. Jangan biarkan kerusakan terus berlanjut, mengancam masa depan generasi mendatang. Kembalilah kepada Allah, tegakkan syariat-Nya, dan jadilah penjaga bumi yang amanah.

 

Apakah kita akan tetap bertahan dalam sistem yang merusak ini, ataukah kita siap berjuang untuk perubahan yang lebih baik?

Pilihan ada di tangan kita.

Waallahu alam bisawab 

(LM/SN)

Please follow and like us:

Tentang Penulis