Krisis Air Bersih, ke Mana Berharap Solusinya?
Lensa Media News, Surat Pembaca- Krisis air bersih masih terjadi di beberapa daerah seperti Gili Ketapang Jawa Timur, Bengkalis, Kali Kedinding Jawa Timur, NTB serta NTT. Ini terjadi di tengah isu monopoli sumber-sumber mata air untuk industri, alih fungsi lahan yang merusak daerah resapan, maupun pencemaran DAS (daerah aliran sungai) akibat buruknya tata lingkungan, industrialisasi dan buruknya perilaku masyarakat.
Tentu saja bukan kebetulan hal itu dapat terjadi. Sistem kapitalisme meniscayakan kondisi yang demikian massif terjadi, sehingga masyarakat mengalami krisis air atau kesulitan mengakses air bersih berkualitas dan gratis. Negara dalam sistem ini mengabaikan perannya sebagai ra’in (pengurus dan pemelihara) rakyat. Alih-alih memperbaiki tata kelola air, negara malah bertindak sebagai pedagang yang turut mencari untung dari kebutuhan rakyat, termasuk air. Wajar jika masyarakat dalam sistem sekarang merasa kebingungan berharap pada siapa untuk mengatasi krisis air bersih yang melanda.
Dalam Islam, sumber-sumber mata air, sungai, laut, selat, teluk, danau merupakan kepemilikan umum, maka tidak boleh dikomersialisasi. Negara juga akan menentukan Hima (kawasan lindung) di daerah hulu untuk memastikan daerah resapan tetap terjaga. Khilafah sebagai institusi negara Islam akan mengelola mata air sehingga semua rakyat bisa menikmatinya secara gratis. Negara wajib mendirikan industri air bersih perpipaan hingga terpenuhi kebutuhan air bersih setiap individu masyarakat kapan pun dan di mana pun, dengan memanfaatkan berbagai kemajuan saintek sebagaimana yang terjadi pada era Khilafah.
Dian Agus Rini, S.E.
[LM, Hw]