Infrastruktur Buruk, Islam Solusi Terbaik

Oleh: Syifa Ummu Azka

 

Lensa Media News- Di negeri yang terkenal dengan julukan “Zamrud Khatulistiwa,” masih banyak jalan berlumpur yang menghambat aktivitas rakyat. Sebut saja di Kampung Bergang, Aceh Tengah, di mana akses jalan rusak menghambat warga untuk beraktivitas seperti diberitakan oleh Gayo Tribunnews (18/11/2024).

Hal serupa juga dialami oleh dua bidan di Kampar, Riau, yang terpaksa menumpang alat berat untuk mencapai posyandu (Tribunnnews, 22/11/2024). Di Ponorogo, jalan raya Pacitan amblas akibat luapan air Sungai Grindulu (Antaranews, 5/12/2024). Sementara itu, di Kejuron Timur, jalan rusak tak pernah diperbaiki sejak 2008, meskipun warga sudah berkali-kali mengusulkan perbaikan, sebagaimana diungkapkan Beritasatu dan Wartabromo (9/12/2024). Kisah-kisah ini hanyalah sebagian kecil potret nyata ketimpangan pembangunan infrastruktur transportasi di Indonesia.

 

 

Transportasi: Urat Nadi Kehidupan Rakyat

Transportasi adalah elemen vital yang menghubungkan berbagai wilayah, mendukung pertumbuhan ekonomi, dan menjadi urat nadi aktivitas masyarakat. Namun, di banyak daerah pelosok, fasilitas ini masih sangat memprihatinkan. Padahal, ketersediaan jalan yang layak bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga keselamatan, akses pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

Sayangnya, alasan klasik seperti keterbatasan anggaran atau sulitnya medan geografis selalu dijadikan dalih untuk pembiaran jalan-jalan rusak ini. Namun, apakah benar kendala tersebut murni menjadi akar masalah? Atau ini hanyalah cerminan dari kegagalan sistem sekuler yang hanya fokus pada kepentingan segelintir pihak?

 

 

Sistem Sekuler: Kalkulasi Untung-Rugi di Atas Kesejahteraan Rakyat

Dalam sistem sekuler, penguasa sering kali berperan sebagai fasilitator bagi para pemodal, bukan sebagai pelayan rakyat. Pembangunan infrastruktur transportasi hanya digarap jika dinilai menguntungkan secara ekonomi. Rakyat yang tinggal di daerah terpencil atau tidak memiliki nilai investasi strategis sering kali terabaikan. Ketidakpedulian penguasa ini terlihat dari usulan perbaikan jalan yang berulang kali diajukan rakyat tetapi tidak ditanggapi, seperti yang terjadi di Kejuron Timur.

Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 188: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” Ayat ini mengingatkan kita bahwa pemimpin yang menyelewengkan amanahnya demi keuntungan segelintir pihak telah mengabaikan tanggung jawabnya kepada rakyat.

 

Solusi Islam: Infrastruktur untuk Semua, Bukan untuk Segelintir

Islam menawarkan solusi komprehensif dalam pengelolaan infrastruktur. Dalam sistem Islam, jalan dan fasilitas umum adalah hak rakyat yang wajib dipenuhi negara. Khalifah sebagai pemimpin bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kebutuhan rakyat terpenuhi tanpa memperhitungkan keuntungan material. Negara dalam Islam berfungsi sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi rakyatnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Imam adalah pengurus, dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang diurusnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan prinsip ini, negara tidak akan membiarkan rakyatnya hidup dalam kesulitan akibat infrastruktur yang buruk.

Berbeda dengan sistem sekuler yang bergantung pada investasi swasta, negara dalam Islam memiliki banyak sumber pendapatan yang sah, seperti zakat, jizyah, kharaj, dan pengelolaan kekayaan alam. Sumber pendapatan ini memungkinkan negara untuk membangun infrastruktur secara mandiri tanpa harus tunduk pada kepentingan oligark. Allah berfirman dalam QS. Al-A’raf: 96: “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” Ayat ini menegaskan bahwa penerapan syariat Islam secara kaffah akan membawa keberkahan bagi umat manusia.

 

Arah Baru untuk Zamrud Khatulistiwa

Melihat realitas ini, sudah saatnya kita merenungkan ulang arah pembangunan bangsa. Apakah kita akan terus bertahan dalam sistem sekuler yang abai terhadap kebutuhan rakyat, atau kita akan memilih sistem Islam yang adil dan manusiawi?

Infrastruktur yang layak bukanlah kemewahan, melainkan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara. Dengan kembali pada syariat Islam, rakyat tidak hanya akan menikmati fasilitas yang memadai, tetapi juga keberkahan yang melimpah dari Allah. Sudah saatnya kita menyeru pada perubahan yang lebih baik, demi kesejahteraan seluruh rakyat tanpa terkecuali.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis