Kebutuhan Papan Minimalis dalam Sistem Sekuler
Oleh: Hanif Eka Meiana, SE
LenSa Media News _ Opini _ Direktur Utama Perum Perumnas, Budi Saddewa Soediro, menyampaikan bahwa perusahaan siap mendukung program pembangunan 3 juta rumah yang diinisiasi Presiden Prabowo Subianto dengan memanfaatkan aset yang dimiliki pemerintah. Di kutip dari Antara, sekitar 20 persen akan dialokasikan sebagai rumah bersubsidi, sementara sisanya dikembangkan untuk hunian komersial (Tempo.co, 1/12/2024).
Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo buka suara soal program penyediaan rumah. Menurut Hashim hampir 11 juta keluarga yang antre mendapat rumah layak. Hashim juga menyebut ada sebanyak 27 juta keluarga yang tinggal di rumah yang tidak layak huni. Kondisi rumah yang tidak layak huni rentan menimbulkan persoalan stunting. Rumah yang tidak layak huni, tutur Hashim, memiliki tingkat kesehatan yang rendah (Finance.detik.com, 4/12/2024).
Rumah layak huni kerap menjadi persoalan di masyarakat tiap tahunnya. Bagaimana tidak, terhitung banyak masyarakat yang belum mendapatkan rumah, sebagian lainnya hidup dengan kondisi yang memprihatinkan. Di sisi lain, proyek-proyek perumahan mewah dibangun jor-joran. Di tengah kesulitan ekonomi saat ini, rumah layak huni menjadi impian dari jutaan rakyat Indonesia. Akankah program tersebut di atas mampu menyelesaikan masalah ini?
Memiliki rumah adalah impian setiap keluarga. Rumah yang nyaman menjadi tempat berkumpul terbaik keluarga, disamping menjadi tempat berlindung bagi individu. Kebutuhan akan rumah dewasa ini menjadi sesuatu yang dianggap mahal oleh karena tata kelola rumah diatur berdasarkan sistem kapitalisme. Sistem yang menjunjung tinggi kebebasan, memisahkan agama dari kehidupan dan berorientasi pada materi/keuntungan.
Penetapan sistem ini menghendaki manusia bebas membuat aturan, bebas menguasai harta kekayaan, bebas berperilaku. Sehingga tanpa adanya aturan agama, urusan rakyat pun diserahkan pada akal manusia yang sifatnya terbatas. Negara dalam sistem ini tidak betul-betul berperan untuk mensejahterakan masyarakat melainkan sebagai regulator yang memuluskan rencana bagi pihak swasta dalam meraup keuntungan. Negara seolah-olah berdiri memihak rakyat namun narasi itu sejatinya hanya menutupi maksud agar pihak swasta dapat menjalankan aksinya.
Fakta banyaknya masyarakat yang tidak memiliki rumah layak huni hingga memunculkan masalah stunting dan kesehatan rendah menunjukkan abainya negara dalam menjamin kebutuhan rakyat akan papan. Di sisi lain negara mengizinkan pihak swasta dalam membangun proyek perumahan elit nan mewah yang diperuntukkan bagi kalangan menengah keatas. Kebijakan diatas dapat kita lihat keberpihakan negara lebih condong kepada pihak swasta. Bagaimana tidak, hunian yang bersubsidi hanya sekitar 20% saja, sedangkan sisanya digunakan untuk komersial.
Kebijakan pembangunan rumah layak huni belum tentu mampu menyelesaikan persoalan akan kebutuhan papan di masyarakat. Penyaluran subsidi kemungkinan besar tidak akan merata di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana negara menyalurkan bantuannya selama ini yang terkadang tidak tepat sasaran. Berbagai syarat akan diberikan kepada mereka yang betul-betul layak mendapatkan bantuan. Belum lagi jika para pejabat dibawah meminta insentif lebih dari pelayanan yang mereka berikan tentu tak jauh dari aktivitas korupsi.
Seperti istilah ‘tak ada makan siang yang gratis’, sistem kapitalisme akan tetap meminta rakyat untuk memberikan timbal balik pada negara. Jikapun rakyat menerima subsidi akan hunian, mereka juga akan dikenai berbagai pajak. Bagaimana rakyat tidak semakin melarat jika mereka terus menerus dipalak oleh negara. Seolah setiap individu harus berjuang untuk kehidupannya sendiri, sedang negara melepaskan tanggungjawabnya dalam menjamin kebutuhan masyarakatnya.
Kebijakan yang pro swasta ini menunjukkan bahwa sistem kapitalisme menciptakan negara yang minim riayah dan dzolim kepada umat. Bila kita berkaca pada Islam, maka kita akan temukan bahwa dalam sistem Islam, negara berperan penuh dalam meriayah umat, memenuhi kebutuhan rakyatnya serta menjadi pihak yang terdepan dalam membentengi umat dari kepentingan pihak lain.
Dalam Islam, negara bertindak sebagai ra’in dan junnah. Kepemimpinan merupakan amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan. Sehingga negara akan senantiasa berupaya menjalankan tugasnya sesuai koridor syariat dan menegakkan hukum Islam di tengah-tengah umat dengan tujuan mencapai rida Allah Swt. Penerapan ekonomi Islam mampu menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan serta keamanan masyarakat.
Pemenuhan kebutuhan akan papan menjadi hal yang mudah dilakukan oleh negara dengan menjalankan sistem ekonomi Islam dan sistem pemerintahan Islam. Rumah layak huni akan mudah didapat oleh masyarakat, kesehatan umat juga menjadi prioritas negara, masyarakat dan individu dapat terbina dalam sistem Islam hingga terwujud umat terbaik yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt.
Waullahu’alam
(LM/SN)