Bencana Berulang, Ayo Muhasabah!
Oleh: Zhiya Kelana, S.Kom
Aktivis Muslimah Aceh
LenSaMediaNews.com__Hujan deras mengguyur Kabupaten Sukabumi selama dua hari berturut-turut, tak ayal banjir pun melanda. Sungai Cimandiri meluap dan merendam puluhan rumah di Kampung Mariuk, RT 01, RW 01, Desa Cidadap, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi. Warga melihat jalan yang terbelah akibat longsor di Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (7/12/2024).
Bencana yang menerjang di sejumlah wilayah di Kabupaten Sukabumi, nyaris merata. Catatan terakhir dari Detik Jabar, sepuluh orang meninggal dunia dan dua lainnya masih dalam pencarian akibat bencana alam di berbagai wilayah. Berdasarkan data dari BPBD Kabupaten Sukabumi, hingga Sabtu (7/12/2024) pukul 17.30 WIB, setidaknya ada 328 titik bencana yang tersebar di 39 kecamatan.
Deden Sumpena, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Sukabumi, menjelaskan bahwa jenis bencana yang terjadi di tiap kecamatan sangat bervariasi, dengan tanah longsor, banjir, angin kencang. Dan, pergerakan tanah menjadi bencana utama yang merusak. Di Desa Loji, Kecamatan Simpenan, tanah longsor dan pergerakan tanah menyebabkan rumah-rumah warga rusak, dan sebagian tanah persawahan terkikis, membuat beberapa warga terpaksa mengungsi (Detik.com, 08-12-2024).
Akhir tahun memang sudah bisa diprediksi musim hujan akan datang, dimana hal tersebut pasti akan mengakibatkan banjir dan longsor. Namun hal ini harusnya bisa dicegah oleh pemerintah setempat dengan melakukan upaya yang maksimal agar hal tersebut tidak terjadi. Jika pun terjadi, setidaknya tidak akan berdampak parah seperti saat ini, di mana bukan hanya merendam perkampungan tapi juga menelan korban jiwa.
Upaya yang dilakukan bisa berupa menghijaukan kembali hutan, mengeruk parit yang sudah dangkal, dan biasanya banjir juga akan membawa sampah yang menutupinya. Dan memberikan simulasi lainnya kepada warga. Bukan hanya bergerak saat musibah terjadi, persiapan harus dilakukan jauh hari sebelum bencana.
Memang seperti inilah hidup dalam sistem kapitalis. Tidak pernah punya persiapan untuk mengantisipasi adanya bencana. Memang bencana ini sesuatu yang tidak kita harapkan terjadi, namun penyebab bencana bukan sekadar faktor alam tapi karena ulah tangan-tangan manusia, yaitu banyaknya pelanggaran syariat, karena kehidupan tidak diatur dengan syariat yang benar (Islam). Termasuk eksploitasi alam atas nama pembangunan.
Saatnya muhasabah dan bertobat dengan berupaya agar syariat segera tegak di bawah kepemimpinan Islam. Kepemimpinan Islam akan membangun tanpa merusak, sehingga bencana bisa diminimalisir. Negara berperan sebagai raa’in dan junnah sehingga rakyat hidup sejahtera penuh berkah.
“Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96)
Sebagaimana kutipan dari artikel Ustaz Syamsuddin Ramadhan an-Nawiy (2020), Khilafah Islamiyyah mengatasi banjir dan genangan dengan kebijakan canggih dan efisien.
Pertama, membangun bendungan dengan berbagai tipe. Kedua, dalam aspek undang-undang dan kebijakan, Khilafah membuat kebijakan bahwa pembukaan pemukiman baru harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, serta penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya. Hal ini bertujuan mencegah kemungkinan terjadinya banjir atau genangan.
Ketiga, dalam menangani korban-korban bencana alam, Khilafah akan bertindak cepat sembari melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Dan terakhir akan memberikan tausiah untuk menguatkan para korban untuk mengambil hikmah. Wallahualam bissawab [LM/Ss]