Lika-liku Kenaikan Tunjangan Guru
Oleh: Zhiya Kelana, S.Kom
Aktivis Muslimah Aceh
LenSaMediaNews.com__Di hari Peringatan Guru ada kabar gembira dari presiden, Prabowo, berupa kenaikan gaji guru, meski masih belum jelas. Hal ini disampaikan Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Aceh Utara, Provinsi Aceh, Qusthalani. “Sebenarnya kenaikan gaji itu hanya Rp500.000 untuk guru non-ASN. Karena sekarang gaji guru non-ASN yang lulus PPG sebesar Rp1,5 juta. Tahun 2025 menjadi Rp2 juta,” ungkap Qusthalani (Kompas.com, 29-11-2024).
Untuk mendapatkan gaji Rp1,5 juta pun dibebankan syarat, yaitu guru memiliki 24 jam mengajar. Ada sebanyak 1.932.666 guru yang bersertifikat pendidik pada tahun 2025. Jumlah tersebut meningkat sebanyak 620 pendidik tersertifikasi dibandingkan tahun 2024.
Anggaran untuk kesejahteraan guru ASN dan non-ASN menjadi Rp81,6 triliun pada tahun 2025, atau naik sekitar Rp16,7 triliun. Tidak hanya kenaikan gaji, pemerintah akan melaksanakan program PPG (Pendidikan Profesi Guru) bagi 806.486 guru ASN dan non-ASN dengan kualifikasi pendidikan Diploma IV (D4) atau Sarjana (S1) pada tahun 2025.
“Masih terkait dengan komitmen kami, pemerintah Anda, untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas guru, pada tahun 2025 akan dilaksanakan PPG untuk 806.486 guru ASN dan non-ASN yang telah memenuhi kualifikasi pendidikan D4 dan S1,” papar Prabowo (Kompas.com, 28-11-2024).
Kabar kenaikan gaji guru ditanggapi dengan beragam reaksi. Apalagi setelah ada penjelasan bahwa yang naik bukan gaji, melainkan tunjangan kesejahteraan yang diperoleh setelah lolos program sertifikasi guru. Kenaikan tunjangan tersebut tentu tidak akan mampu meningkatkan kesejahteraan mereka. Pasalnya, banyak kebutuhan pokok yang membutuhkan biaya yang besar yang harus ditanggung oleh setiap individu termasuk guru. Fakta banyaknya guru yang terjerat pinjol dan judol, juga banyak guru memiliki profesi yang lain, menguatkan hal itu.
Hal ini terkait erat dengan sistem kehidupan yang diterapkan hari ini, di mana guru hanya dianggap seperti pekerja, sekadar faktor produksi dalam rantai produksi suatu barang. Kesejahteraan guru tentunya berkaitan dengan kualitas pendidikan. Meskipun demikian kualitas pendidikan dipengaruhi oleh banyak hal, tidak hanya kesejahteraan guru. Selain kesejahteraan guru, kualitas pendidikan di antaranya juga dipengaruhi oleh kurikulum pendidikan yang diterapkan negara, penyediaan infrastruktur pendidikan, kualitas guru, dll.
Sistem hari ini juga menjadikan negara tidak berperan sebagai pengurus (raa’in), dan hanya sebagai regulator dan fasilitator. Belum lagi penerapan sistem ekonomi yang menjadikan pengelolaan SDA dikuasai asing dan aseng, liberalisasi perdagangan, kapitalisasi layanan pendidikan dan kesehatan.
Hal ini sangat berbanding terbalik dengan Islam. Di mana, para pemimpinnya memang bertanggung jawab untuk menyejahterakan setiap orang, termasuk guru sebagai pendidiknya. Ini terbukti di masa kegemilangannya. Dalam sebuah hadis dari Ibnu Umar ra., Nabi saw. bersabda:
“Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Islam sangat memperhatikan guru karena guru memiliki peran yang sangat penting dan strategis mencetak generasi yang berkualitas dan akan membangun bangsa dan menjaga peradaban. Allah telah melebihkan kedudukan orang-orang yang berilmu, tentu juga para pemberi ilmu.
Penguasa dalam Islam adalah raa’in, yang memiliki tanggung jawab mengurus rakyatnya, dan seharusnya memiliki kepribadian Islam, khususnya kepribadian sebagai penguasa, aqliyah hukam (penguasa) dan nafsiyah hakim (pemutus perkara). Wallahualam bissawab [LM/Ss]