Ibu Jual Bayi, Kok Sampai Hati?
Oleh : Aprilya Umi Rizkyi
Komunitas Setajam Pena
LenSa Media News–Kehadiran buah hati adalah anugrah terindah dalam hidup ini. Adanya mereka hidup jauh lebih bermakna. Terasa lengkap kebahagiaan dalam sebuah rumah tangga dengan lahirnya mereka. Namun sebagian orang justru hal itu sebagai petaka, aib, musibah, penyebab berkurangnya rejeki, dan lain sebagainya.
Banyaknya kasus ibu menjual bayinya tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Hal ini karena Islam menetapkan peran negara sebagai ra’in, yaitu pengurus urusan rakyat dan bertanggung jawab atas urusan tersebut.
Rasulullah saw. bersabda,“Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Bukhari).
Ada kabar bahwa seorang ibu rumah tangga berinisial SS (27) ditangkap karena menjual bayinya Rp 20 juta melalui perantara di Jalan Kuningan, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, Sumatera Utara. kejadian itu berlangsung pada Selasa (6/8/2024) kata wakil kepala kesatuan reserse kriminal kepolisian resor kota besar Medan.
Awalnya, petugas mendapatkan informasi dari warga. Bahwa akan ada transaksi jual beli bayi di rumah sakit daerah Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. “Jadi SS ini kan baru melahirkan dan infonya mau transaksi di rumah sakit. Setelah itu kami lakukan penyelidikan, ternyata transaksinya di Jalan Kuningan,” jelas Madya (Kompas.com, 14-8-2024).
Kemudian, petugas menangkap seorang ibu, MT (55) sebagai perantara dengan dua ibu-ibu di lokasi, inisial Y (56) dan NJ (40), warga Kecamatan Delitua (sebagai pembeli). Bayi SS akan dijual seharga Rp 20 juta, sedangkan MT akan mendapat upah Rp 3 jutaan. Alasan SS karena kesulitan ekonomi. Sementara si pembeli bayi ini karena memang belum memiliki anak.
Kasus serupa banyak terjadi. Abainya negara untuk mengatasi hal ini nampaknya nihil. Akhirnya dalam mewujudkan kesejahteraan termasuk dalam penyediaan lapangan kerja bagi suami sangat terbatas sehingga memunculkan kesempitan ekonomi dikala ekonomi makin sulit.
Fenomena ibu hilang naluri keibuannya tak lain dan tak bukan karena diterapkannya sistem kapitalis-sekuler. Di mana peran ibu yang seharusnya menjadi ibu dan pengurus rumah tergadaikan karena negara menciptakan keadaan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang makin hari semakin sulit.
Jauh berbeda dengan sistem Islam, dimana negara menjadi pengurus umat serta menjamin tiap-tiap kebutuhan individu. Khilafah memiliki cara untuk mewujudkan jaminan kesejahteraan itu, yaitu membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya , salah satunya, melalui industrialisasi sehingga dapat menyerap banyak tenaga kerja.
Negara juga memberikan bantuan modal dan keterampilan bagi rakyat yang ingin membuka usaha ,di bidang lain. Pada kondisi yang lain, negara akan memberikan tanah yang menganggur pada rakyat untuk dikelola sehingga produktif dan menjadi sumber mata pencarian.
Khilafah memastikan tiap-tiap laki-laki dewasa yang sehat, bisa bekerja untuk menafkahi diri dan keluarganya. Dengan nafkah yang cukup dan jaminan negara, perempuan tidak wajib bekerja dan tidak dalam kondisi terpaksa bekerja. Perempuan bisa fokus menjadi istri dan ibu yang mengurusi anak-anaknya tanpa pusing memikirkan nafkah, biaya pendidikan, kesehatan, dan lainnya.
Dengan dukungan sistem yaitu suami, wali, kerabat, masyarakat, dan negara para ibu akan berada dalam kondisi lingkungan yang kondusif untuk menjaga, mengurus, dan mendidik anaknya dengan penuh kasih sayang.
Di bawah penerapan sistem Islam, tidak menutup kemungkinan ada segelintir orang yang berniat kriminal. Untuk itu, negara akan melakukan pengawasan dan menjamin keamanan warganya, termasuk bayi dan anak-anak agar tidak menjadi korban kejahatan.
Demikianlah, penerapan Islam oleh Khalifah akan membuat fungsi keluarga menjadi optimal. Ayah berperan menjadi pemimpin keluarga. Perempuan menjadi ibu dan pengatur rumah tangga. Keduanya bekerja sama mendidik anak-anak dengan baik berdasarkan syariat Islam. Dengan demikian, anak terjaga keamanannya, tidak ditelantarkan atau diperjualbelikan, layaknya barang.
Oleh karena itu, hendaklah saat ini kaum muslim belajar dan mengkaji Islam secara sempurna. Agar berpikir sebelum bertindak, sesuaikah dengan aturan Allah SWT atau justru melanggar perintah-Nya. Standar dari amal perbuatannya adalah halal haram bukan semata-mata karena uang dan materi. Hal itu akan terwujud jika sistem Islam diterapkan oleh sebuah negara. Allahuakbar!. [LM/ry].