Islam Solusi Melindungi Generasi
Oleh: Yulweri Vovi Safitria
Freelance Writer
LenSa Media News–Jagad dunia maya kembali digegerkan dengan penemuan mayat gadis remaja di Pariaman, Sumatra Barat. Gadis berusia 18 tahun tersebut ditemukan terkubur. Diduga, korban mengalami kekerasan seksual sebelum dikubur (tribunnews.com, 11-9-2024).
Sebelumnya, kasus serupa juga menimpa seorang siswi SMP di Sumatra Selatan. Aksi tersebut dilakukan oleh empat tersangka, tiga dari pelaku yang berusia di bawah 14 tahun tidak ditahan, tetapi menjalani rehabilitasi (tribunnews.com, 10-9-2024).
Fenomena Gunung Es
Ibarat fenomena gunung es. Mungkin begitu gambaran kasus rudakpaksa yang menimpa remaja hari ini. Mirisnya, para pelaku tidak hanya dari kalangan dewasa, tetapi juga remaja bau kencur yang masih bergantung dengan orang tua.
Aksi seperti ini tidak pula menimpa para gadis remaja, tetapi juga remaja laki-laki, seperti yang beberapa waktu lalu terjadi di Sumatra Barat. Memang tidak menimbulkan korban jiwa, tetapi aksi pelecehan seksual tentunya meninggalkan trauma mendalam bagi korban. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, para korban akan menjadi pelaku serupa di kemudian hari jika kasus seperti ini tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Kondisi ini sebuah keniscayaan dalam sistem sekularisme kapitalis. Keluarga sebagai benteng utama menanamkan akidah yang benar terhadap anak tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ya, orang tua yang juga minim ilmu agama, tidak memiliki landasan yang kuat dalam mengontrol anak-anak mereka.
Bukan hanya itu, kesibukan para tua ikut menjadi alasan untuk menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak kepada sekolah, pembantu, atau kerabat. Belum lagi akses teknologi yang makin mudah. Hari ini, tidak ada seorang anak pun yang tidak melek teknologi.
Ketika akidah belum tertancap dengan kukuh, lalu dibekali dengan perangkat teknologi, maka anak akan melakukan berbagai cara untuk mencari kesenangannya sendiri. Anak yang sejatinya harus didampingi dalam setiap aktivitasnya, akhirnya kebablasan. Mereka lepas kontrol, apalagi kehidupan masyarakat yang makin individualis. Ya, urusan orang lain tidak perlu dicampuri kalau tidak mau disebut iri dengan apa yang mereka jalani. Sungguh miris!
Sanksi yang tidak tegas dari negara menambah rumit persoalan masyarakat, khususnya remaja. Semestinya, remaja yang sudah berani melakukan perbuatan bejat, berarti sudah siap dengan segala konsekuensi hukum yang akan diterimanya. Dengan demikian, orang tua tidak perlu was-was terhadap kondisi anak mereka.
Sungguh, tidak ada pembenaran ataupun pembelaan terhadap seseorang yang berani menghilangkan nyawa orang lain, apalagi didahului dengan tindakan amoral dan tidak manusiawi. Tentunya sanksi yang diberikan lebih berat lagi.
Islam Melindungi Generasi
Islam bukan hanya sekadar agama yang mengatur ibadah ritual, tetapi juga sebagai ideologi. Oleh karena itu, Islam juga menetapkan sanksi yang adil dan menjerakan bagi setiap pelaku kriminal.
Dalam Islam, negara berfungsi sebagai junnah (perisai) yang akan melindungi generasi. Negara menjadikan akidah Islam sebagai asas bernegara, begitu pula dengan sistem pendidikan. Kurikulum pendidikan yang berasaskan akidah Islam akan membentuk pribadi yang bertakwa. Standar perilakunya adalah halal atau haram, bukan kebebasan ataupun kesenangan.
Negara juga akan menerapkan sistem sanksi yang adil dan tegas sesuai dengan hukum Islam. Sanksi ini bersifat zawajir dan jawabir sehingga memberi efek jera bagi para pelaku kejahatan maupun bagi masyarakat lainnya.
Negara juga akan mengembalikan definisi anak, yaitu orang yang belum balig. Sementara orang yang sudah balig diposisikan sebagai mukalaf, yaitu pihak yang bisa dibebani hukum, termasuk sanksi.
Terkait kasus di Sumatra Barat dan Sumatra Selatan, apabila pelakunya sudah balig, maka mereka akan dikenai sanksi zina atas kejahatan pemerkosaan, yaitu jilid sebanyak 100 kali jika belum menikah. Ini sebagaimana firman Allah Swt.,“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali.” (TQS An-Nur 24: 2).
Selain itu, mereka juga dikenai sanksi qisas karena telah melakukan pembunuhan secara sengaja. Hukumnya adalah dibunuh, sebagaimana firman Allah Swt.,“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.” (TQS Al-Baqarah 2: 178).
Bukan hanya itu, negara juga mengembalikan peran orang tua dalam keluarga. Ayah sebagai pemimpin keluarga bertanggung jawab penuh terhadap anggota keluarga, termasuk pendidikan anaknya. Ibu sebagai madrasatul ula bertanggung jawab mendidik dan mengajarkan anaknya. Ibarat kata, ayah adalah kepala sekolah dan ibu adalah gurunya.
Dengan penerapan aturan Islam, segala bentuk kriminal akan mampu diminimalkan. Untuk itu, sudah saatnya umat menyadari akan pentingnya penerapan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan sehingga anak-anak tidak lagi dibayangi oleh berbagai aksi kriminal. Wallahu a’alam. [LM/ry].