Potret Buram Sistem Pendidikan Sekuler
Oleh : Hasna Lathifah
LenSa Media News–Baru-baru ini, trend bunuh diri makin tinggi di kalangan mahasiswa. Salah satu kasus yang sempat ramai diperbincangkan di media sosial adalah Mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang yang ditemukan tewas diduga bunuh diri di kamar kos Kelurahan Lempongsari, Semarang, Senin (12/8/2024). Mahasiswi itu tewas diduga menyuntikkan obat penenang kepada tubuhnya sendiri. Polisi menyatakan tengah mendalami informasi bahwa korban diduga dirundung (bullying).
Tidak hanya itu, di hari yang sama juga ditemukan seorang mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) meninggal bunuh diri di kamar indekosnya di Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman. Sekretaris UGM, Andi Sandi mengatakan, mahasiswa tersebut berasal dari jurusan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Menanggapi berita tersebut, pihak UGM menyarankan agar mahasiswa mau dan berani share kondisi mentalnya. Tujuannya, agar universitas, fakultas, sekolah atau unit kerja dapat segera melakukan bantuan atau intervensi agar kejadian serupa tidak terjadi lagi.
Sebelumnya juga ditemukan seorang mahasiswa baru di kampus IPB University meninggal dunia karena gantung diri di kamar mandi sebuah penginapan OYO di dekat Kampus IPB University Dramaga Bogor, Jawa Barat pada Selasa, 6 Agustus 2024.
Beberapa kasus tadi bukanlah kasus baru. Sebelumnya juga telah banyak ditemukan kasus serupa di beberapa perguruan tinggi dengan motif yang beragam. Mulai dari persoalan akademik, tekanan hidup, keluarga, percintaan, dan lain sebagainya. Berbagai persoalan tersebut membuat mereka depresi dan merasa tidak sanggup lagi menjalankan khidupan yang menurut mereka berat.
Ada banyak faktor yang menjadi penyebab seseorang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Salah satunya yaitu persoalan ketahanan mental yang rapuh pada genersi hari ini. Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), survei kesehatan mental nasional pertama yang mengukur angka kejadian gangguan mental pada remaja 10 – 17 tahun di Indonesia, menunjukkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental sementara satu dari dua puluh remaja Indonesia memiliki gangguan mental.
Adapun faktor lainnya yaitu persoalan gaya hidup yang materialis. Untuk memenuhi gaya hidup yang semakin hari semakin materialis dan hedonis, banyak pemuda yang rela menempuh jalan pintas berupa pinjaman online atau pinjol. Walhasil banyak kasus pemuda yang bunuh diri akibat stress karena tidak mampu membayar hutang pinjol. Belum lagi perekonomian yang semakin ambruk hingga menuntut mahasiswa untuk mandiri secara finansial.
Di sisi lain, biaya kuliah dan biaya hidup tinggi menuntut para mahasiswa untuk cepat menyelesaikan studi. Ada pula yang akhirnya harus bekerja sambilan untuk bisa memenuhi semua kebutuhan dan gaya hidup mereka. Hal ini merupakan salah satu penyebab para mahasiswa depresi karena berbagai tekanan yang datang mulai dari tuntutan akademik, tempat kerja, pertemanan, dan lain-lain.
Jika kita telisik lebih dalam lagi, berbagai faktor penyebab seseorang melakukan bunuh diri sebenarnya berpangkal dari cara pandang Barat yang memisahkan agama dari kehidupan atau disebut dengan sekularisme. Cara pandang ini terus menghujam di benak masyarakat termasuk para pemuda hingga mereka lupa dengan jati dirinya. Sedari lahir hingga memasuki jenjang pendidikan, nilai-nilai kehidupan yang sekuler terus ditanamkan kepada mereka.
Sistem pendidikan sekuler juga menciptakan lingkungan pendidikan yang tidak manusiawi. Semisal bullying atau rasa superioritas senior terhadap junior akan tetap menjadi hal yang lumrah dalam pendidikan sekuler. Hal ini karena sistem sekuler kapitalisme membentuk kesenjangan nyata yang memicu aksi bullying.
Yang kaya menindas yang miskin. Yang pintar menghina yang lambat menerima pelajaran atau pengetahuan. Di sisi lain, tujuan pendidikan hanya berkutat pada target menjadi lulusan berprestasi yang sifatnya materi dan mengejar kesenangan duniawi. Bukan untuk menuntut ilmu dan menjadi manusia beradab serta berakhlak mulia.
Berbeda dengan sistem pendidikan sekuler, tujuan dari pendidikan dalam sistem Islam adalah mencetak generasi yang berkepribadian islam serta unggul dalam dalam ilmu saintek. Asasnya adalah akidah Islam. Asas ini menjadi dasar dalam penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar, kualifikasi guru, budaya yang dikembangkan, dan interaksi di antara semua komponen penyelenggara pendidikan.
Negara juga menetapkan kebijakan pendidikan gratis untuk semua peserta didik. Dengan kebijakan ini, beban dan masalah seputar biaya pendidikan tidak akan terjadi sehingga tidak akan ditemukan kasus bunuh diri mahasiswa atau pelajar karena masalah ekonomi. Pendidikan gratis untuk semua peserta didik juga akan mendorong mahasiswa semangat menempuh pendidikan tinggi sesuai minat dan kemampuan masing-masing individu. Mereka bisa menjadi ulama sekaligus ilmuwan ataupun ilmuwan yang cakap dalam agama. Wallahualam bissawab. [LM/ry].