Ironi “Ending Season”: Ketika Syariat Allah Diolok-olok dan Dipermainkan

Oleh. Yana Sofia

(Aktivis Muslimah dan Pemerhati Umat)

 

LenSaMediaNews.com__Ibarat software yang banyak bug-nya, media sosial hari ini juga dipenuhi berbagai “akun bug” yang memuat berita sesat. Dari berita hoaks, fitnah, hingga pencemaran nama baik pun menjadi hal biasa. Seperti sempat viral, warganet beramai-ramai menyerang syariat berpoligami. Tadinya berawal dari fitnah terhadap salah satu tokoh ustaz di Indonesia, yakni Ustaz Nuzul Dzikri. Beliau dituding berpoligami dengan sosok artis berinisial LCB. Padahal berita ini hanya fitnah (disway.id, 29-7-2024).

 

Bukan hanya tuduhan yang tidak tepat sasaran, warganet di era “ending season” juga menyerang Islam dan syariat berpoligami. Ada yang menyebut poligami sebagai bentuk tindakan tak bertanggung jawab, sampai komentar pedas khususnya bagi istri yang memiliki “madu” dalam rumah tangganya. Mereka menyebut pihak perempuan yang mau dipoligami itu “bodoh”.

 

Na’uzubillah, sudah beritanya salah, menyerang syariat Allah pula. Dobel-dobel dosanya. Akun yang pertama sekali menyebarkan berita keliru ini sudah mengklarifikasi bahwa ia hanya mengarang bebas, alias hoaks. Sayangnya, berita yang tidak jelas tersebut telah memancing publik untuk menyerang sosok tokoh yang menjadi objek berita. Entah atas dasar apa, kemudian serangan menyasar syariat poligami, di mana di dalam Islam poligami itu dihukumi mubah.

 

Allah berfirman dalam surah An-nisa ayat 3, “Dan Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

 

Ayat ini menjelaskan agar laki-laki berlaku adil pada wanita yatim yang dia nikahi. Laki-laki boleh memilih wanita yang hendak ia nikahi karena satu dan lain hal, baik karena status, harta, bahkan rupa. Apabila dia mampu berlaku adil, ia boleh menikah hingga empat. Ini ketentuan syariat. Tidak ada ulama berselisih pendapat. Siapa kita yang coba-coba menstigmatisasi syariat poligami?

 

Oleh sebab itu, pola pikir yang lahir dari paham liberalisme, yang meniscayakan kebebasan berpendapat dan berperilaku sangat merugikan Islam dan kaum muslim. Adakalanya, opini yang menyerang Islam itu datang dari mereka yang memiliki keterbatasan ilmu agama, namun karena paham liberalisme memberi ruang bagi siapa pun untuk mengutarakan pendapatnya, maka fitnah terhadap Islam dan sosok ustaz pun tak bisa dielakkan. Jika paham ini dibiarkan semakin merajalela, tidak menutup kemungkinan syariat Allah semakin asing dari umat Islam sendiri.

 

Inilah yang diinginkan musuh-musuh Allah dan para penganut paham sekularisme sejak awal. Dalam istilah politik, sekularisme adalah pergerakan menuju pemisahan antara agama dan pemerintahan. Hal ini, bisa  berupa hal seperti mengurangi keterikatan antara pemerintahan dan agama, menggantikan hukum keagamaan dengan hukum sipil, dan menghilangkan pembedaan yang “tidak adil” dengan dasar agama.

 

Tentu saja, ide-ide yang dilahirkan oleh paham ini sangat  bertentangan dengan Islam. Islam adalah solusi atas seluruh persoalan hidup manusia, sementara sekularisme justru menjauhkan agama dari negara. Konsep ini, berlawanan dengan tujuan penciptaan manusia, yakni untuk menyembah Allah Swt. Dengan kata lain, sekularisme ini adalah sebuah paham yang melahirkan manusia durhaka, anti syariat, penentang Allah dan Rasul-Nya, kendati mereka sendiri adalah seorang muslim.

 

Islam mengatur setiap perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela berstandarkan kepada syariat, yakni halal dan haram. Bukan pendapat yang hanya berdasarkan akal-akalan manusia. Jika syariat menetapkan halal maka itulah yang terbaik bagi setiap hamba. Dan jika Allah menetapkan haram, maka bisa dipastikan hal tersebut mengandung keburukan dan wajib dijauhi.

 

Kalaupun manusia berselisih dalam suatu perkara, di mana perkara tersebut adalah hal yang baru dan belum pernah terjadi sebelumnya, maka Allah memerintahkan para ulama dan fuqaha untuk berijtihad di dalamnya. Tidak boleh bagi umat mengeluarkan pendapat tanpa memahami masalah, apalagi menyerang syariat dengan penuh kebodohan.

 

Allah Swt. berfirman dalam surah An-Nisa ayat 59: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemimpin kaum muslimin dalam pemerintahan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

 

Apabila ada yang berselisih, maka kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Bukan sebaliknya, berpendapat tanpa ilmu, sehingga musuh-musuh Allah tak perlu bekerja menjauhkan umat dari Islam, karena umat sendiri yang memilih jauh dari jalan kebenaran. Bukankah ini sangat disayangkan? [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis