Lambat Ambil Tindakan, Indonesia Kebanjiran Produk Cina
Oleh: Diana Kamila
(Aktivis Mahasiswa)
Lensamedianews.com, Opini – Dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Pemerintah di seluruh dunia semakin khawatir dengan kebangkitan ekonomi Cina yang tak terbendung. Banjir produk Cina menciptakan ketidakseimbangan ekonomi termasuk di Indonesia.
Dikutip dari Sindonews, surplus perdagangan Cina yang sangat besar telah menimbulkan banyak reaksi internasional. Buktinya pada bulan Juni lalu, ekspor Cina secara global mencapai USD308 miliar atau setara Rp.4.972 triliun, menandai peningkatan selama tiga bulan berturut-turut. Di lain sisi, impor Cina justru menurun menjadi USD209 miliar.
Kondisi ini tentu mengancam UMKM dan perusahaan lokal. Dimana ada persaingan produk lokal dengan produk Cina yang jauh lebih murah. Imbasnya banyak perusahaan yang terpaksa melakukan PHK bahkan gulung tikar.
Musabab Banjir Produk Cina
Banjirnya produk China di berbagai belahan dunia ialah akibat dari lemahnya permintaan domestik. Hal ini mendorong Cina menjual produknya ke pasar luar negeri. Lemahnya permintaan domestik di Cina diakibatkan dari jatuhnya harga apartemen dan real estate yang dilanda krisis, sehingga Cina berbondong-bondong mengurangi konsumsi domestik. Guna mempertahankan pertumbuhan ekonominya, mau tidak mau Cina harus tetap menjual surplus produksinya meski dengan harga yang murah. Komoditi yang saat ini paling banyak di impor dari Cina ialah komoditi pakaian, baja, tekstil, dan keramik.
Terlambat Mengambil Tindakan
Indonesia menjadi negara yang menerima overcapacity dan oversupply produksi Cina karena lemah dalam penerapan trade barrier (hambatan perdagangan). Di saat negara-negara lain sudah memberlakukan kebijakan proteksi, Indonesia justru membuka keran impor tanpa mempertimbangkan kondisi industri dalam negeri yang sudah darurat.
Implikasinya tentu seperti yang terlihat hari ini, banyak sekali perusahaan yang gulung tikar ataupun melakukan PHK kepada karyawannya. Meskipun pada akhirnya Indonesia mengeluarkan kebijakan Bea Masuk Tindakan Keamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD), tetap saja pemberlakuannya membutuhkan waktu yang cukup lama antara enam bulan sampai setahun. BMAD dan BMTP tidak bisa semudah itu keluar, harus melewati persetujuan World Trade Organization (WTO) lalu hearing dari negara lain.
Selain itu juga banyak dugaan masuknya produk murah Cina melalui jalur ilegal seperti dengan memalsukan dokumen terkait isi kontainer. Ada juga praktik kotor yang melibatkan oknum kepabeanan. Maka dari itu, sebuah negara harus berdiri secara fundamental, sehingga kebijakan yang dikeluarkan tidak bergantung pada keputusan organisasi internasional atau bahkan perjanjian antar negara yang lain. Solusi yang ditawarkan pun tidak sekedar solusi gimik semata yang manis di bibir namun pahit pada realitanya.
Penerapan sistem kapitalisme di Indonesia semakin memperkeruh jalannya kebijakan. Buktinya banyak sekali kebijakan yang saling berlawanan seperti pada kasus ini dimana adanya Permendag 36/2023 tentang kebijakan dan pengaturan impor, namun di lain sisi dibiarkannya impor legal. Ada kebijakan ada pula yang diuntungkan. Siapa? Tentu pemegang kekuasaan, baik pribadi penguasa, kelompoknya, bisnisnya, maupun para kroninya, yaitu para pengusaha importir.
Solusi Islam Kaffah
Negara Islam tidak melarang adanya perdagangan luar negeri (ekspor-impor). Dalam perdagangan luar negeri yang menyatukan antarnegara ataupun antardua individu yang masing-masing berasal dari negara yang berbeda, maka negara akan campur tangan untuk mencegah dikeluarkannya beberapa komoditi terlarang dan membolehkan beberapa komoditi lain, serta negara campur tangan terhadap para pelaku bisnis kafir harbi dan mu’ahid.
Hukum syariat yang berkaitan dengan perdagangan luar negeri tidak sama sekali menyangkut masalah komoditinya, melainkan berlaku untuk orangnya. Adapun hukum yang menyangkut masalah komoditinya hanya terkait dengan harta kekayaan, yang menjadi milik orang tertentu.
Hal ini jauh berbeda dengan sistem kapitalis saat ini, dimana hukum perdagangan luar negeri harus mengikuti komoditinya bukan pemiliknya. Karena itu, komoditi tersebut akan diteliti dari mana sumbernya, bukan dari segi pelaku bisnisnya, atau siapa yang membawanya.
Hal ini jauh berbeda dengan sistem kapitalis saat ini, dimana hukum perdagangan luar negeri harus mengikuti komoditinya bukan pemiliknya. Karena itu, komoditi tersebut akan diteliti dari mana sumbernya, bukan dari segi pelaku bisnisnya, atau siapa yang membawanya.
Islam melarang memungut ‘usyur atau bea cukai, karena hal tersebut merupakan praktik jahiliah yang Allah menganggap itu batil setelah kehadiran Islam. Akan tetapi, untuk pelaku bisnis kafir mu’ahid, maka boleh dipungut harta sesuai dengan apa yang di dalam naskah perjanjian. Sedangkan untuk kafir harbi, kita boleh memungut bea cukai masuk orang tersebut sesuai dengan apa yang dipungut oleh negaranya dari para pelaku bisnis negara Islam.
Demikianlah sekilas hukum Islam mengenai perdagangan luar negeri. Negara juga tidak terlepas sebagai pengawas dari seluruh transaksi yang ada. Termasuk adanya pos-pos di tiap-tiap perbatasan. Selain itu ada sanksi tegas bagi pelaku impor yang membahayakan. [LM/Ah]
Please follow and like us: