Legalisasi Aborsi Buah Kapitalisme Sejati
Oleh. Netty al Kayyisa
LenSa MediaNews__ Pemerintah melegalkan aborsi untuk korban tindak pidana pemerkosaan yang diatur dalam PP No 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan. Dalam pelaksanaan aborsi yang dibolehkan untuk korban pemerkosaan ditentukan beberapa syarat di antaranya korban bisa membuktikan dengan surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana pemerkosaan, atau dengan keterangan penyidik mengenai dugaan pemerkosaan. Aborsi juga hanya bisa dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan ketetapan Menteri Kesehatan.
Terbitnya PP ini dianggap sebagai solusi atas tindak pidana pemerkosaan agar korban tak terbebani kehamilan yang tidak diinginkan. Korban tak perlu menanggung malu dengan membesarkan anak hasil pemerkosaan. Faktanya, bagi korban tak semudah itu merasa bebas dari perasaan berdosa karena telah aborsi. Maka ia akan menanggung beban mental dua kali, menjadi korban pemerkosaan dan melakukan tindak aborsi. Lebih dari itu, tindak aborsi meski legal, tetap beresiko pada kesehatan ibu pasca aborsi. Resiko sakit hingga kematian mengancam jiwanya.
Ditinjau dari sisi agama pun, aborsi diharamkan kecuali karena sebab yang dibolehkan syara. Misalnya kehamilan itu membahayakan nyawa ibu maupun si anak. Demikian juga terkait usia kehamilan yang dibolehkan aborsi adalah sebelum 40 hari atau sebelum ditiupkannya ruh. Bisakah hal ini dipastikan mengingat syarat adanya surat keterangan dari tim kesehatan atau penyidik biasanya membutuhkan waktu yang lama? Pelegalan aborsi juga tidak akan mengurangi tindak pidana pemerkosaan justru hanya menguntungkan segelintir orang terutama para pengusaha di bidang kesehatan. Pembiayaan aborsi seperti tenaga medis, alat-alat yang dibutuhkan, obat sebelum dan pasca operasi, semua tak akan bisa dipenuhi sendiri oleh negara. Atau jika pun ada, pasti melibatkan pengusaha di bidang kesehatan. Pelegalan aborsi menjadi ladang bagi kapitalis sejati untuk mengeruk keuntungan dari bisnis ini.
Seharusnya pemerintah mencari akar masalah dari kasus pemerkosaan yang terjadi bukan menyelesaikan hasil dari tindak pidana tersebut. Tindak pidana pemerkosaaan menunjukkan betapa lemahnya sistem keamanan negara dan tidak tegasnya sanksi atas pelaku. Perempuan merasa tidak aman di lingkungan publik karena ancaman pidana pemerkosaan selalu mengintai. Pelaku juga tidak jera melakukan bahkan menjadi inspirasi bagi para kriminal lainnya untuk melakukan hal yang sama karena sanksi tak tegas.
Berbeda dengan Islam ketika menerapkan sistem keamanan untuk seluruh rakyatnya tak hanya menjamin keamanan perempuan. Di dalam negara Islam ada syurthah (polisi) yang akan berkeliling memastikan keamanan lingkungan dari gangguan para pelaku kriminal seperti tindak pencurian, pembegalan, pembunuhan, yang biasanya menyertai pemerkosaan. Negara Islam juga memberlakukan sistem sanksi yang tegas untuk tindak kriminal, bisa berupa hudud misalnya untuk pencurian yang sampai nisab, atau takzir yang disesuaikan dengan keputusan Khalifah. Negara Islam juga akan menindak tegas pelaku pemerkosaan hingga bisa menjatuhkan hukuman mati jika dianggap memang layak pelaku kriminal mendapatkan sanksi tegas tersebut.
Selain sistem keamanan, negara Islam juga menerapkan sistem sosial dalam pergaulan di tengah masyarakat. Laki-laki dan perempuan hidupnya terpisah, tidak ada campur baur kecuali interaksi yang dibolehkan syara, misalnya dalam layanan kesehatan, jual beli, dan pendidikan. Islam juga melarang laki-laki dan perempuan khalwat sehingga mencegah perzinahan hingga pemerkosaan. Islam juga mengatur tentang pakaian laki-laki dan perempuan yang sesuai syariah, sehingga tidak akan ada yang menstimulus bangkitnya naluri seksualitas sehingga mendorong seseorang memenuhi nalurinya dengan cara yang tidak benar.
Yang lebih utama, negara Islam menerapkan sistem pendidikan Islam yang bertujuan membentuk kepribadian Islam. Dalam sistem pendidikan sejak dini anak-anak dipahamkan tentang akidah Islam, keterikatan terhadap hukum-hukum Allah dan senantiasa merasa diawasi oleh Allah. Maka dengan bekal ini, saat dewasa harapannya dia mampu menjalani kehidupan sebagaimana tujuan penciptanannya yaitu untuk beribadah kepada Allah. Dia akan menjalani kehidupan yang penuh dengan nilai-nilai Islam, saat sendiri maupun saat banyak orang. Sehingga tak ada dalam benaknya keinginan untuk melakukan tindak kriminal seperti pemerkosaan. Alhasil, tak perlu ada kebijakan melegalkan aborsi sebagai akibat tindak kriminal pemerkosaan. Wallahu ‘alam bishshawab.