Besar Pas(j)ak daripada Tiang

Oleh: Nanis Nursyifa 

 

LenSaMediaNews.com__Jika berbicara soal pajak tentu ini bukan hal asing di mata masyarakat Indonesia. Pasalnya pajak sendiri merupakan salah satu pemasukan negara berbasis sistem kapitalis.

 

Bukan negara kapitalis namanya jika setiap jengkal kehidupan masyarakat tidak dikenai pajak. Terbaru, Januari tahun 2025 mendatang pajak membangun rumah sendiri akan naik menjadi 2,4 persen. Tarif PPN pembangunan rumah sendiri telah diatur secara rinci di dalam peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 61/PMK.03/2022 tentang PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri.

 

“Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil perkalian 20% dengan tarif pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat (1) Undangan-Undangan Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan dasar pengenaan pajak,” demikian tertulis di pasal 3 ayat (2) PMK Nomor 61 Tahun 2022, dikutip Tirto Jumat (13-9-2024). Artinya, dengan tarif PPN saat ini 11% dengan wajib pajak (WP) 2,2% (20%×11%), maka perjanuari tahun depan PPN naik menjadi 12%, PPN atas KMS menjadi 2,4% (20%×12%).

 

Di saat ekonomi masyarakat melemah, dengan daya beli masyarakat yang makin turun, negara malah membuat peraturan baru mengenai pajak rumah, yang tentunya ini akan semakin memberatkan ekonomi masyarakat. Untuk yang sudah punya rumah mungkin peraturan ini akan menjadi list pengeluaran baru, dan untuk yang belum mempunyai rumah tentunya ini menjadi beban baru.

 

Walhasil, banyak spekulasi muncul atas aturan pajak ini. Di antaranya pemerintah mencari sumber dana baru untuk menutupi kebutuhan APBN. Selain itu, fakta ini pun menunjukkan bahwa negara tidak mampu memberikan jaminan hunian layak untuk seluruh warganya.

 

Penerapan sistem ekonomi kapitalisme membuat rakyat susah memiliki rumah. Pekerjaan yang tersedia tidak memungkinkan rakyat bisa membangun rumah yang memadai. Sementara rakyat yang bisa membangun rumah yang memadai atau layak, dikenai pajak yang semakin tinggi. Tampaklah tidak ada upaya negara untuk meringankan beban rakyat, apalagi dengan adanya penetapan pajak rumah.

 

Besaran pajak rumah berupa nilai tertentu sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan atau dibayarkan untuk membangun bangunan dalam setiap masa pajak sampai dengan bangunan selesai, tidak termasuk biaya perolehan tanah sesuai dengan ketetapan negara. Nyatalah negara lepas tanggung jawab dalam menjamin kebutuhan papan/perumahan masyarakat.

 

Penetapan pajak adalah satu keniscayaan karena sumber pendapatan negara kapitalisme berasal dari pajak. Selain itu, negara kapitalis juga lepas tanggung jawab dalam mengurus rakyat. Rakyat dipaksa membiayai diri sendiri.

 

Kondisi ini sangatlah bertolak belakang dengan Daulah Islam, yang mana penguasa melayani dan mengayomi rakyatnya. Penguasa laksana penggembala dan syariah Islam sebagai landasannya. “Sesungguhnya seorang pemimpin itu adalah perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya”. (HR al-Bukhari dan Muslim)

 

Penerapan sistem ekonomi Islam menjamin kesejahteraan. Negara akan menyediakan pekerjaan yang layak bagi rakyat dengan gaji yang layak. Negara juga menjamin kebutuhan papan/perumahan masyarakat antara lain melalui kemudahan atas akses pekerjaan dan adanya hukum-hukum tentang tanah (larangan penelantaran, ihya al mawat, tahjir dan iqtha’), juga larangan mengambil pajak.

 

Sementara itu, negara dalam Islam memiliki sumber pendapatan negara yang berasal dari kepemilikan umum, sehingga tidak butuh pajak. Apalagi Islam anti membebani rakyatnya dengan pajak kecuali pada kondisi tertentu dan terbatas pada rakyat yang aghnia (kaya).

Wallahu’alam Bishawab. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis