Masa Remaja yang Tak Lagi Indah
Oleh: Ummu Kayyisah
Pemerhati Remaja
Pemerhati Remaja
Lensamedianews.com, Opini- Dilansir dari CNNIndonesia.com, 5-9-2024, seorang siswi SMP berinisial AA (13) di Sukarami, Palembang, Sumatera Selatan diperkosa dan dibunuh oleh empat lelaki remaja. Keempat pelaku meninggalkan jasad korban di kuburan Cina. Setelah diusut, ternyata korban adalah pacar dari salah satu tersangka. Dan polisi menemukan bukti ponsel salah seorang tersangka berisikan vidio cabul (porno). Tersangka mengaku bahwa mereka habis nonton film porno hingga memiliki hasrat yang disalurkan dengan memperkosa korban.
Inilah realitas suramnya remaja hari ini. Moralitas seolah menjadi barang mahal yang sulit dimiliki. Terbukti dari perilaku pelaku yang kecanduan pornografi hingga melakukan pelecehan seksual dan berujung pembunuhan.
Masa-masa remaja yang seharusnya indah. Masa banyak waktu untuk belajar dan bersosialisasi dengan teman, justru dalam bayang-bayang buruknya moral. Bahkan dalam ancaman kriminalitas yang terus mengintai setiap saat. Padahal, generasi muda yaitu remaja notabene sebagai penerus estafet peradaban.
Apa jadinya jika peradaban diteruskan oleh generasi yang moralnya rusak? Tentu kita tidak menginginkan hal ini terus menerus terjadi.
Sebenarnya, dalam pandangan Islam, anak-anak terlahir dalam keadaan yang suci. Fitrah sebenarnya baik, tak punya cacat dan dosa.
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
Artinya: “Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah (suci). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” (HR Bukhari dan Muslim).
Memang orang tualah yang sebenarnya menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Orang tua yang memberikan coretan pertama pada kertas putih yaitu anaknya. Namun, harus ingat bahwa ada masyarakat termasuk media yang turut berperan dalam pembentukan pola pikir generasi muda bil khusus remaja.
Apalagi ditunjang dengan kecanggihan teknologi, seorang Gen Z tidak pernah bisa lepas dari benda pipih yaitu smartphone. Kemudahan mengakses segala sesuatu baik maupun buruk di smartphone tanpa dilandasi imtaq yang kuat, seringkali membuat Gen Z jadi terpola pemikirannya seperti tontonannya sehari-hari. Trend apa pun diadopsi demi gengsinya. Bahkan tak sedikit yang terjerembab melakukan aksi asusila. Seperti kasus pemerkosaan berujung pembunuhan tersebut.
Ditambah lagi jika orang tua sibuk bekerja. Tidak sedikit yang menganggap tugasnya sekadar memenuhi kebutuhan fisik dan gaya hidup anak. Usai bekerja tidak pernah berkomunikasi dengan anak karena merasa lelah seharian bekerja. Jadilah generasi muda tumbuh kering akan imtaq dan kasih sayang. Maka interaksi remaja di masyarakat maupun media makin loss kontrol.
Sikap masyarakat yang tidak mau peduli dengan sekitarnya, makin memperparah moral generasi sebab perbuatan asusila atau maksiat dinormalisasi. Bahkan zina dan riba yang sangat dimurkai Allah malah makin merebak. Padahal jelas sekali Islam mengingatkan,
إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِيْ قَرْيَةٍ، فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ
“Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri.” (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).
Hal tersebut juga menunjukkan kegagalan sistem pendidikan dalam membentuk visi pendidikan yaitu membentuk generasi yang maju baik dalam imtaq maupun IPTEK-nya. Jika dalam imtaq-nya saja sudah bermasalah maka IPTEK-nya jelas juga ketinggalan.
Karena justru imtaq yang kuat mendorong giat belajarnya generasi. Jika imtaq-nya lemah, generasi lebih banyak menyia-nyiakan waktunya untuk hal-hal yang unfaedah bahkan asusila.
Jika sudah begini maka siapakah yang bisa menyelamatkan generasi? Tentu saja tidak cukup dengan perbaikan individu atau bahkan pendidikannya saja. Namun butuh solusi yang komprehensif dalam semua aspek.
Solusi komprehensif atau kaffah hanya ada dalam Islam. Dan Rasulullah saw. sendiri sudah mencontohkan bahwa satu-satunya thariqah untuk menerapkan Islam secara menyeluruh dalam sebuah negara yakni Daulah Islam. Dan sepeninggal Rasulullah negara yang menerapkan Islam secara kaffah diteruskan oleh generasi sahabat, tabi’in dan tabiut taabi’in hingga mencapai 2/3 dunia di masa kekhilafan Turki Utsmani.
Islam mewajibkan negara mencegah terjadinya kerusakan generasi melalui penerapan berbagai aspek kehidupan sesuai aturan Islam di antaranya pendidikan Islam, media islami, hingga sistem sanksi yang menjerakan. Negara memiliki peran besar dalam hal ini, sebagai salah satu pilar tegaknya aturan Allah.
Maka sudah saatnya umat Islam memiliki daya panggil untuk turut bersama-sama berjuang agar penerapan Islam yang kaffah dalam bingkai Khilafah terwujud kembali. Allahu Akbar. [LM/Ah]
Please follow and like us: