Mahar Politik, Memang Harus?
Mahar Politik, Memang Harus?
Oleh: Ummu Rifazi, M.Si.
LenSaMediaNews.com – Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) bersama INDEF School of Political Economy menggelar Sekolah Demokrasi (Sekdem) secara daring pada Jumat 26 Juli 2024. Tema yang dibahas adalah Tantangan Ekonomi Politik Pemerintahan Baru: Menyambut Kabinet Prabowo Gibran.
Motivasi diselenggarakannya sekdem ini adalah menemukan inovasi untuk mengatasi permasalahan kondisi demokrasi Indonesia, yang dinilai brutal dengan politik uang. Dari sekdem ini diharapkan akan lahir generasi demokrat yang setia pada nilai-nilai demokrasi (nasional.sindonews.com, 26/07/2024).
Keniscayaan Demokrasi : Selalu Membutuhkan Cuan Besar
Pendiri INDEF, Didik J Rachbini mengkritik terjadinya praktek uang mahar dalam kontestasi pilkada. Dia mengatakan, praktik uang mahar seharusnya tidak boleh terjadi. Namun diakuinya, uang mahar ini tidak bisa dianggap sesuatu hal yang ilegal atau kriminal, karena secara fakta merupakan sumber pemasukan bagi partai (nasional.sindonews.com, 26/07/2024).
Proses pemilihan dalam demokrasi mahal, berlarut-larut dan belum tentu hasilnya memberikan pemimpin yang baik (kompas.id, 20/03/2024). Saat memberikan sambutan pada Mandiri Investment Forum secara daring di YouTube Kompas TV Selasa 05/02/2024, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo mengakui bahwa demokrasi sungguh sangat melelahkan, sangat berantakan dan sangat mahal (nasional.kompas.com, 05/03/ 2024).
Wakil Ketua MPR Mahyudin periode 2014-2019 pun mengatakan bahwa sosok-sosok yang dipilih adalah mereka yang memiliki akses finansial berlebih atau memiliki donatur pengusaha yang kaya luar biasa (hukumonline.com, 28/08/2018). Artinya, mahar politik tidak akan bisa dihilangkan dari sistem demokrasi.
Berbagai kekacauan tersebut terjadi, karena demokrasi lahir dari akidah sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Dua gagasan besar yang diusung dalam sistem ini adalah : (1) Kedaulatan di tangan rakyat (musyarri) dan (2) Rakyat merupakan sumber kekuasaan (munaffidz). Karena bukan berasal dari Allah, maka sistem demokrasi batil dan cacat. Para pengusungnya bebas menentukan berbagai aturan dan melakukan apapun, termasuk melakukan politik uang. Dan faktanya sistem ini adalah gagasan utopis (ide khayal) yang belum pernah dan bahkan tidak akan pernah bisa diwujudkan sampai kapanpun (Zallum, Abdul Qadim. 2007. Demokrasi Sistem kufur). Maka sebenarnya sistem ini tidak layak diperjuangkan oleh umat Islam.
Sistem Islam : Jujur, Sederhana dan Hemat
Sesungguhnya hanya ada satu sistem kehidupan yang sahih, yang berasal dari Sang Pencipta dan Penjaga alam semesta yaitu Islam. Sistem Khilafah Islamiyyah terbukti mampu mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, sejahtera dan berkah menaungi 2/3 dunia selama 1300 tahun.
Sistem Khilafah Islamiyyah tidak memerlukan biaya mahal, karena waktu pemilihan yang singkat, efektif dan efisien. Dari teladan terbaik Rasulullah shalallhu alaihi wassalam dan para khulafaur rasyidin, pemilihan khalifah paling lama adalah 3 hari 3 malam. Khalifah akan tetap menjadi kepala negara selama tidak melanggar syariah islam. Demikian juga dengan para kepala daerah, akan dipilih dan diberhentikan oleh khalifah kapan pun, sehingga masyakarat tidak disibukkan dan dibebani dengan rutinitas pemilu dan pilkada yang sangat melelahkan, menguras energi dan biaya.
Walaupun masa jabatan khalifah tak terbatas, tetapi hal ini tidak akan membuka peluang sebagai diktator karena rakyat memiliki ruang untuk menjalankan kewajiban mengontrol dan mengoreksi tugas-tugas dan kebijakan-kebijakan para penguasa (muhasabah al-hukam). Selanjutnya perselisihan antara rakyat dengan penguasanya tersebut akan diselesaikan atau diputuskan oleh Mahkamah Mazhalim.
Mekanisme pencegahan dan penyelesaian terhadap kezhaliman penguasa dapat dijalankan dengan adil dan tanpa permainan mahar politik karena adanya empat pilar politik dalam sistem khilafah yaitu : (1) Kedaulatan di tangan syariah, yang akan menjamin penegakan hukum Al Qur’an dan As-sunnah dalam kehidupan, (2) Kekuasaan milik umat, yaitu khalifah dibaiat oleh umat untuk menegakkan hukum yang berasal dari Al Qur’an dan as-sunnah, (3) Kewajiban mengangkat satu kepemimpinan khalifah yang akan menyatukan seluruh umat untuk menegakkan menegakkan Islam dalam kehidupan, dan (4) Khalifah berhak mengadopsi hukum syariat yang akan menyatukan dan menjaga umat dari perselisihan dan perpecahan (alwaie.net, 08/07/2022). Dengan adanya empat pilar tersebut, penyelewengan dapat dicegah dan diselesaikan sesuai sunnatullah in syaa Allah.
Hukum menegakkan khilafah adalah fardhu kifayah. Mengabaikan pelaksanaannya merupakan kemaksiatan terbesar sebagaimana sabda Rasulullah shalallhu alaihi wassalam dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim bahwa siapa saja yang mati sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada imam atau khalifah) maka ia mati jahiliyah. ***
Maasya Allah, allahumma akrimna bil Islam. Wallahu’alam bishowwab.