Di Masa Sulit, Harga Kebutuhan Pokok Terus Melejit
Oleh: Farida
(Muslimah Peduli Generasi)
LenSaMediaNews.com__Ketika menjelang hari besar keagamaan, harga pangan selalu menjadi bumerang bagi masyarakat, seakan menjadi tradisi. Masyarakat dibuat seolah terbiasa dengan kejadian ini. Menjelang hari raya Iduladha, harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Dilansir dari Ayobandung.com (28/5), dari pantauan di tiga pasar tradisional yaitu pasar tanjungsari, pasar Cileunyi, pasar Kosambi Bandung, terlihat hampir semua harga komoditas pangan pokok mengalami kenaikan. Komoditas yang mengalami kenaikan tertinggi adalah bawang merah, dari harga awal Rp52.000 menjadi Rp57.000/kilogram. Diikuti percabean yang turut serta mengalami kenaikan.
Tak hanya sayur mayur, kenaikan harga pokok merambat pada sektor daging. Kenaikan sudah mulai terasa dari beberapa pekan yang lalu, dan kini hampir semua mengalami kenaikan. Faktor yang menyebabkan kenaikan ini karena umat Islam akan merayakan hari raya Iduladha. Dan penyebab lain minimnya stok barang yang beredar di pasaran. Kelangkaan stok dan jarangnya pengiriman barang menjadi penyebab utama kenaikan harga.
Para pedagang merasa khawatir jika harga terus naik pembeli akan sepi. Sementara untuk menekan kenaikan harga kebutuhan pokok yang bisa berdampak pada inflasi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat telah menganggarkan Rp3,1 miliar untuk program operasi pasar bersubsidi yang akan di gelar menjelang Iduladha 2024. Anggaran tersebut akan digunakan untuk mensubsidi paket sembako pada masyarakat (Infobdg.com, 28-05-2024).
Jika kita telisik secara garis besarnya, harga kebutuhan pokok di pasar dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya tingkat permintaan yang tinggi, ketersediaan stok, kelancaran distribusi hingga ke retail. Dan tidak lepas dari konsep tata kelola, yang sekarang negara berkutat pada solusi teknis dan tetap dalam bingkai neoliberal.
Untuk mengatasi minimnya stok pemerintahan mengandalkan langkah praktis yaitu impor. Dengan dalih komoditas yang diimpor tidak bisa dipenuhi di dalam negeri. Tingkat pemenuhan impor Indonesia sangat besar yaitu daging sapi 28%, gula 70%, bawang putih 94% , kedelai dan garam. Sementara pemenuhan dari dalam negeri masih jauh dari target.
Dukungan anggaran negara yang terbatas, tidak mampu menghentikan lonjakan harga kecuali sesaat. Kebijakan praktis pragmatis tidak mampu mengurai permasalahan, karena jauh dari persoalan yang ada. Pada dasarnya harga pangan yang melonjak sehingga sulit dijangkau masyarakat. Berpangkal dari lemahnya fungsi pengaturan sektor pangan akibat paradigma kapital neoliberal.
Pengelolaan dan pemenuhan kebutuhan rakyat diserahkan kepada korporasi, sehingga hanya menjadi proyek bancakan yang mengejar keuntungan. Penguasaan korporasi di aspek produksi menyebabkan stok pangan berada di tangan swasta, bukan dalam kendali negara. Diperparah lagi dengan praktik spekulasi dan kartel pangan yang sukar dihilangkan kerena korporasi lebih berkuasa. Hal ini suatu yang wajar dalam negara yang mengemban sistem kapitalis-sekuler.
Dalam sistem pemerintahan Islam, stabilitas harga pangan menjadi perhatian penting penguasa. Untuk peran ini negara memiliki struktur yang dinamakan muhtasib dengan qodhi hisbah-nya, yang berfungsi untuk mengawasi aktivitas pasar.
Negara mewujudkan stabilitas harga pangan agar bisa dijangkau rakyat. Inilah buah dari penerapan sistem Islam. Dengan fungsi politik negara yang benar, di mana penguasa sebagai pelayan dan pelindung rakyat. Penguasa yang bertanggung jawab mengurusi seluruh hajat rakyat. Apalagi pangan merupakan kebutuhan asasi yang pemenuhannya harus dijamin oleh negara.
Penguasa tidak akan membiarkan korporasi menguasai rantai penyediaan pangan rakyat untuk kepentingan sepihak. Kebijakan akan ditetapkan untuk menjaga stabilitas harga, maka akan di ambil langkah-langkah:
Pertama, menjaga ketersediaan stok pangan supaya suplai tetap stabil. Dengan menjamin produksi pertanian di dalam negeri berjalan maksimal. Dengan kebijakan di sektor pertanian, memastikan lahan pertanian berproduksi dengan menegakkan hukum tanah yang syar’i.
Kedua, dengan penguasaan stok pangan berada dalam pengaturan negara. Iniakan mempermudah kebijakan distribusi pangan. Dan menjaga rantai tata niaga dengan mencegah distorsi pasar larangan menimbun, melarang riba, melarang praktek tengkulak dan sebagainya.
Ketiga, yang tak kalah penting adalah peran negara mengedukasi masyarakat terkait ketakwaan dan syariat muamalah. Semua bisa terwujud nyata bila syariat diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahua’lam bishawab. [LM/Ss]