Gagal Raih Kursi, Berakhir Depresi

Oleh: Neneng Sri Wahyuningsih

 

Lensa Media News—Perhelatan akbar demokrasi akan segera digelar. Berbagai instansi sibuk mempersiapkannya tak terkecuali instansi kesehatan yakni rumah sakit. Menjelang pemilu seperti saat ini, rumah sakit mulai siaga satu. Mengapa demikian?

 

Berkaca dari pemilu-pemilu sebelumnya, ketika caleg ini gagal memenangkan suara, mereka akan kena mental (stress). Maka untuk menyikapi kasus tersebut, sejumlah rumah sakit pun telah menyiapkan ruang khusus. Seperti halnya di daerah Bandung ada Rumah Sakit Oto Iskandar Dinata, Soreang. Beralih ke sebelah timur ada RSUD dr. Abdoer Rahiem Situbondo, di Jawa Timur (kompas.tv, 24/11/2023). Begitupun di wilayah lainnya, rumah sakitnya sudah mempersiapkan khusus untuk menangani caleg depresi akibat gagal mendapatkan kursi.

 

Fenomena caleg depresi menjadi sebuah keniscayaan terjadi di alam demokrasi. Pasalnya seperti kita ketahui, mahar dalam mengikuti kontestasi demokrasi bukanlah nominal yang sedikit. Mereka membutuhkan biaya yang fantastis untuk menyokong keberlangsungan pencalonannya.

 

Demi mendapatkan banjir dukungan, maka harus gencar melakukan kampanye dan pasti memerlukan biaya untuk mencetak baliho, poster, pamflet, membuat berbagai atribut misalnya kaos, dan yang lainnya. Belum lagi melakukan blusukan ke daerah-daerah dan bagi-bagi sembako.

 

Para kandidat akan totalitas mengeluarkan seluruh harta bendanya demi memperoleh kekuasaan. Bahkan ada yang rela berutang demi kelancaran menuju pesta demokrasi ini. Tak heran ketika keluar hasil pengumuman jumlah suara dan namanya tidak terhimpun di dalamnya, terguncanglah mentalnya. Terlebih jika tujuan mengikuti kontestasi ini untuk mendapatkan materi, fasilitas mewah, atau kekuasaan. Seolah kehidupan caleg ini telah berakhir. Mereka tidak hanya depresi tetapi bisa nekat bunuh diri.

 

Fenomena di atas telah membuktikan betapa rumit, tidak sehat, dan rusaknya sistem saat ini. Padahal jabatan atau tugas yang kelak mereka pikul bukanlah main-main melainkan amanah dari rakyat yang harus dijaga dan dijalankan dengan baik.

 

Seperti halnya yang dipahami dalam Islam. Kekuasaan dan jabatan merupakan amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT. Sehingga dalam meraihnya pun melalui jalan yang diridai Allah. Ketika kelak mereka berkuasa juga untuk menjalankan aturan Allah agar terlaksana dengan sempurna bukan untuk melancarkan kepentingan segelintir kelompok.

 

Abu Dzar meriwayatkan, ia bertanya kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku (seorang pemimpin)?” Rasulullah saw. kemudian memukulkan tangannya di bahuku. Beliau bersabda, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau lemah, dan sesungguhnya hal ini adalah amanah. Jabatan itu merupakan kehinaan dan penyesalan pada Hari Kiamat, kecuali bagi orang yang mengambilnya dengan haknya, dan menunaikannya (dengan sebaik-baiknya)” (HR Muslim).

 

Dari hadis di atas membuktikan bahwa seseorang yang mencalonkan diri atau dipilih untuk menjadi pemimpin dan wakil rakyat itu tidak bisa sembarangan, tetapi hanyalah ditujukan bagi mereka yang siap dan mampu untuk memegang amanah besar ini.

 

Ketika sudah memahami dengan benar terkait bagaimana tugas dan amanah seorang pemimpin, maka secara tidak langsung akan terseleksi sendiri siapa saja yang akan menjadi kandidatnya tanpa perlu habis-habisan berkampanye mempercantik diri agar mendapatkan dukungan. Jikapun harus berkampanye, tidak akan mengeluarkan banyak harta karena waktu kampanye yang disediakan hanyalah sebentar yakni tiga hari.

 

Di samping itu, seandainya pun harus kalah, maka akan menerima kekalahan ini dengan ikhlas karena pemimpin atau pejabat yang terpilih pun sudah pasti yang terbaik dan akan tetap melaksanakan aturan yang sama yakni aturan yang bersumber dari Sang Pencipta bukan yang lain.

 

Inilah gambaran kontestasi politik dalam Islam. Sederhana dan tidak perlu menguras banyak harta sehingga tidak membebani para kandidatnya. Wallahualam bissawab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis