Kebocoran Data Berulang, Bagaimana Islam Menjaga Keamanan Data?
Oleh : Yuchyil Firdausi
Lensa Media News—Menjelang pemilu kebocoran data terulang lagi. Dilansir dari katadata.co.id, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mencatat ada dugaan pelanggaran hukum dari pengungkapan atau kebocoran 668 juta data pribadi. Salah satunya, dari dugaan kebocoran sistem informasi daftar pemilih pada November 2023 lalu.
Beberapa dugaan kebocoran yang disinggung ELSAM antara lain:
1. Dugaan kebocoran 44 juta data pribadi dari aplikasi MyPertamina pada November 2022.
2. Dugaan kebocoran 15 juta data dari insiden BSI pada Mei 2023.
3. Dugaan kebocoran 35,9 juta data dari MyIndihome pada Juni 2023.
4. Dugaan kebocoran 34,9 juta data dari Direktorat Jenderal Imigrasi pada Juli 2023.
5. Dugaan kebocoran 337 juta data Kementerian Dalam Negeri pada Juli 2023.
6. Dugaan kebocoran 252 juta data dari sistem informasi daftar pemilih di Komisi Pemilihan Umum pada November 2023 (katadata.co.id, 28/01/2024).
Dilansir dari jpnn.com, keamanan digital dalam menghadapi Pemilu 2024 menjadi pembahasan penting dari webinar literasi digital yang digelar Ditjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika. Akademisi Yuri Rahmanto mengingatkan masyarakat untuk memperhatikan data pribadi yang bisa dengan mudah dicuri di tengah kemajuan teknologi saat ini. Selain data pribadi bocor, Yuri menyebut bahwa hal tersebut juga bisa menjadi bumerang yang berpotensi mengacaukan situasi politik di Indonesia (jpnn.com, 25/01/2024).
Kebocoran data terus terjadi meskipun UU Perlindungan Data Pribadi sudah disahkan setahun yang lalu. Bocornya data, apalagi di lembaga negara menggambarkan lemahnya SDM yang dimiliki baik dari sisi keterampilannya atau keahlian dan dari sisi aspek tanggungjawab atau amanah.
Di samping itu, membuktikan bahwa UU yang ada begitu lemah dan upaya implementasinya tidak berjalan dengan benar. Akibatnya kebocoran data tidak dapat terhindarkan. Terlebih lagi, cara pandang kehidupan saat ini hanya mengejar materi dan mencari keuntungan yang berakibat terbentuk sifat tidak amanah pada SDM nya. Demi mencari keuntungan, bisa saja mereka menjual data-data warga kepada para pemilik modal yang kemudian akan digunakan sesuai kepentingan, untuk data pemilu misalnya.
Lemahnya SDM berkaitan erat dengan lemahnya sistem pendidikan yang diterapkan oleh negara. Sistem pendidikan hari ini diarahkan hanya untuk mencetak manusia siap kerja bukan menjadi inventor. Keilmuan yang dimiliki hanya dicukupkan untuk menjadi buruh sehingga minim SDM yang memiliki kapasitas pengembang. Beginilah rakyat ketika diatur oleh sistem Kapitalisme.
Jaminan keamanan data membutuhkan peran negara yaitu sebagai pelindung rakyat. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya seorang Imam itu adalah perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan untuk takwa kepada Allah SWT dan adil, maka dengannya dia akan mendapatkan pahala. Tetapi jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Negara yang mampu mewujudkan hal demikian adalah negara yang menerapkan sistem Islam secara sempurna. Islam memandang keamanan, termasuk keamanan digital adalah salah satu kebutuhan dasar publik. Oleh karena itu, keamanan data digital merupakan persoalan strategis.
Hal inilah yang menuntut negara akan berupaya untuk mewujudkannya dengan mengerahkan segala macam kekuatannya untuk melindungi data dan rakyatnya. Negara akan menjadi negara yang proaktif bukan reaktif, yakni berfokus pada upaya antisipasi bukan baru bergerak ketika ada masalah. Negara akan memastikan data akan terjaga secara maksimal.
Negara juga akan menetapkan mekanisme perlindungan data-data tersebut dengan cara mengintegrasikan dalam desain teknologi secara holistik dan komprehensif. Negara akan memerintahkan seluruh lembaga informasi bersinergi dengan baik yakni melakukan tugas pokok dan fungsinya dengan jelas.
Negara juga akan menyiapkan SDM yang berkualitas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mereka adalah SDM yang beriman, terampil, dan berintegritas, amanah dan penuh tanggungjawab. SDM yang berkualitas tersebut akan tercetak melalui sistem pendidikan islam.
Tujuan pendidikan islam adalah mencetak manusia yang berkepribadian islam yakni pola pikir dan pola sikap islam. Dengan standar inilah, maka akan terlahir sosok individu yang amanah dan tanggungjawab. Selain itu, pendidikan islam juga akan mencetak individu yang terampil atau ahli dalam memanfaatkan, mengembangkan, bahkan hingga berinovasi terhadap ilmu-ilmu alat kehidupan termasuk ilmu teknologi digital.
Dengan demikian keamanan data rakyat akan terjaga sebab mereka senantiasa fokus mengembangkan sistem keamanan terbaru dalam rangka memanfaatkan ilmunya agar bermanfaat bagi umat manusia. Beginilah cara negara yang menerapkan sistem islam melindungi data rakyat. Wallahu’alam bissawab. [LM/ry].