Golput, Bukan Karena Tak Memilih
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Lensa Media News—Kelompok pegiat sosial Campaign bekerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan sosialisasi demi menekan angka golput, mereka mengajak semua pihak untuk memberikan hak suaranya pada Rabu 14 Februari 2024, dengan menggelar pawai di Car Free Day (CFD) Jakarta (republika.co.id, 4/2/2024).
Campaign adalah platform karya anak bangsa yang menghubungkan individu, komunitas, dan sponsor yang peduli tentang isu sosial. Pada pawai anti golput ini Campaign berkolaborasi dengan 31 komunitas sosial. Laras Sabila Putri, Marketing & Communications Manager Campaign, menjelaskan, melalui program #SuarakanCintamu, pihaknya mengadakan berbagai kegiatan, dari webinar untuk memberdayakan generasi muda hingga pawai di CFD.
Kepala Bagian Hubungan Antar Lembaga KPU RI Dohardo Pakpahan dalam siaran persnya mengatakan,“Sejalan dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia dan hati nurani kita, KPU RI berharap, gerakan ini dapat menyadarkan masyarakat khususnya generasi muda untuk tidak golput.”
Dohardo menegaskan soal pentingnya partisipasi aktif dalam proses demokrasi. Dia mengungkapkan, untuk mendukung pelaksanaan Pemilu, negara telah mengalokasikan anggaran yang cukup besar sehingga dengan anggaran itu perlu adanya pertanggungjawaban untuk menjadikan pemilih yang cerdas dan berkualitas. Masyarakat juga harus menjaga integritas dan ketertiban dalam Pemilu serentak 2024, sesuai dengan prinsip-prinsip Luber Jurdil atau langsung umum bebas rahasia jujur dan adil.
Senada dengan itu, Wandha Dwiutari, seorang content creator dan presenter, menekankan Pemilu juga menjadi kesempatan bagi perempuan untuk memilih pemimpin yang mewakili suara mereka. Menurut catatannya, dari total 204 juta pemilih pemilu pada 2024, sekitar 102,58 juta adalah pemilih perempuan.
“Suara ini dapat digunakan untuk merealisasikan kebutuhan perempuan. Perempuan tahu permasalahan apa yang kerap dihadapi, seperti masih tingginya kasus kekerasan seksual, kesenjangan pendidikan, dan masih banyak lagi,” kata Wandha.
Semua Butuh Pemimpin Untuk Perubahan
Semua pihak sepakat bahwa kita butuh perubahan, terlebih jika melihat kesejahteraan hingga kini belum kunjung terwujud. Berganti pemimpin tak juga menunjukkan hasil yang semakin membaik. Utang luar negeri negara kian bertambah, kemiskinan meningkat hingga taraf ekstrem, stunting generasi belum menuju angka nol dan lainnya.
Semua program yang diajukan para calon pemimpin dalam kampanyenya sangatlah strategis, seolah begitulah adanya nanti ketika mereka terpilih. Namun perlu kita pertanyakan lebih mendalam lagi, perubahan seperti apa yang kita kehendaki? Sekadar berganti pemimpin atau sekaligus mengganti sistem?
Benarkah Allah swt. sebagai Pencipta langit, bumi dan seisinya tak menciptakan kebahagiaan atau kesejahteraan? Siapapun sepakat, bahwa pemimpin akan memimpin masyarakat dengan sesuatu yang baku dan terbukti membawa perubahan. Bukan sekadar pengulangan atau melanjutkan kebijakan sebelumnya yang jelas tidak berhasil.
Inilah yang tidak bisa diwujudkan oleh demokrasi, sistem politik yang hari ini kita gunakan sebagai jalan memilih pemimpin. Demokrasi asasnya sekuler, yaitu menafikan peran Allah SWT dalam menyelesaikan persoalan manusia. Dengan semboyan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat demokrasi ternyata hanya menampakkan kepalsuan.
Sudahlah berbiaya tinggi, demokrasi juga memaksa setiap orang untuk tunduk kepada hukum buatan manusia. Sebagai muslim jelas hal itu terlarang dan haram hukumnya.
Golput, Memilih Yang Tidak Ada Dalam Daftar
Golput seringkali disematkan kepada mereka yang berseberangan pandangan politik, lebih spesifik lagi pada para pengusung khilafah, sistem politik dalam Islam. Padahal, ada banyak sebab mengapa ada golput, bisa jadi kurangnya edukasi dan informasi kepada mereka sehingga masyarakat tidak paham, terlalu banyak kekecewaan sehingga mereka berpikir memilih siapapun hasilnya sama maka lebih baik tidak memilih alias golput.
Dan ada pula golput yang tidak semata-mata mereka berniat tidak mengadakan pilihan pemimpin. Namun, lebih kepada mereka memiliki argumen berbeda dengan kebanyakan masyarakat. Terutama jika pilihan mereka dilandasi dengan ketaatan kepada Allah swt. yang menciptakannya. Dan sosok itu tidak ada dalam daftar calon terpilih.
Allah swt. berfirman yang artinya,”Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang kafir” (TQS al-Maidah 5: 44). Perintah ini bagi setiap kaum muslim, terlebih lagi jika ia adalah pemimpin. Yang dari kepemimpinannya akan dilegalkan berbagai kebijakan. Pertanyaannya, adakah calon pemimpin yang ketika berkampanye secara jelas menyatakan diri hendak melaksanakan semua hukum Allah, padahal mereka semua muslim?
Jadi jelas, dalam Islam, memilih pemimpin memiliki konsekwensi keimanan yang tinggi. Sebab, setiap individu muslim diperintahkan untuk memilih pemimpin yang menerapkan syariat. Memilih pemimpin bukan untuk dampak lokal semata, jalan bagi perempuan mendapatkan perbaikan hidup, atau sekadar menunjukkan integritas jujur dan adil melainkan untuk melanjutkan kehidupan Islam yang pasti memberi keberkahan dunia akhirat. Wallahualam bissawab. [LM/ry].