Investasi Asing, Bikin Rakyat Untung atau Jadi Buntung?
Oleh: Yumna Nur Fahimah
LenSa MediaNews__Keberadaan investasi di tanah kaum muslim menjadi hal yang lumrah, baik investasi asing atau dalam negeri, sebab keberadaannya dipayungi oleh hukum yang berlaku. Investasi sangat berarti bagi sistem kapitalis karena bergerak atas dasar prinsip saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Di Indonesia, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi sepanjang 2023 mencapai Rp1.418,9 triliun. Capaian tersebut melampaui target (101,3 persen) yang sebelumnya ditetapkan sebesar Rp1.400 triliun.
Realisasi investasi 2023 terdiri dari realisasi penanaman modal asing (PMA) sebesar Rp744,0 triliun atau setara 52,4 persen dari total realisasi investasi, dan realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp674,9 triliun atau mencapai 47,6 persen. (Menpan.go.id, 24/01/2024).
Investasi yang ada di Indonesia bergerak dalam berbagai sektor strategis seperti pertambangan, transportasi, gudang dan telekomunikasi, kawasan industri dan perkotaan, perumahan, hingga bidang industri kimia dan farmasi.
Tujuannya, investasi dapat meningkatkan jumlah serapan dan penyediaan lapangan perkejaan bagi rakyat, pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik, meningkatkan nilai ekspor dan ekonomi negara.
Namun sayang tujuan ini tak sebanding dengan realitas yang terjadi. Meningkatnya jumlah investasi di tanah kaum muslim tidak menjadikan kualitas kehidupan rakyat sejahtera secara merata.
Manfaat yang di raih dari investasi hanya dirasakan besarnya oleh para oligarki yang menanamkan modalnya
Sejatinya, rakyat lebih banyak dirugikan dengan investasi ini. Penyerapan tenaga kerja yang ada tidak dapat mengatasi kemiskinan di tengah-tengah masyarakat, sisa dari proses produksi industri yang ada menyebabkan pencemaran tanah, air dan udara. Adapun dampak peralihan lahan yang mengakibatkan rakyat tergusur dari tempat tinggal mereka.
Inilah buah dari penerapan sistem kapitalis-sekuler yang menjadikan tanah-tanah kaum muslim sebagai lahan untuk mengeruk keuntungan, bukan untuk kemaslahatan umat.
Kondisi umat dalam penerapan sistem kapitalisme saat ini berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan umat terdahulu saat Islam diterapkan sebagai sistem kehidupan secara kaffah (menyeluruh) di seluruh aspek kehidupan manusia.
Berbeda dengan sistem kapitalisme, dimana posisi penguasa hanya sebatas regulator saja. Islam menegaskan bahwa posisi penguasa adalah sebagai pelindung dan pengurus rakyat, mengelola dan mendistribusikan sumber daya alam serta menjamin keamanan bagi rakyatnya.
Rasulullah saw. bersabda,
إنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
”Sungguh Imam/Khalifah (Kepala Negara) itu laksana perisai; (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung kepada diriny.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Sudah terbukti bahwa penerapan sistem kapitalisme dengan asas memisahkan agama dari kehidupan, tidak menjadikan kehidupan manusia lebih baik dan sejahtera. Melainkan semakin menyengsarakan dan membuat manusia semakin jauh dari kebahagiaan.
Maka sudah saatnya kita kembali kepada hukum yang datang dari sang pencipta, Allah SWT. Dengan menerapkan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan yang pada penerapannya telah terbukti mewujudkan kesejahteraan umat. Wallahu a’lam bishshawab