Pengembangan Sektor Pertanian dalam Islam

Oleh : Ratih Fitriandani

(Aktivis Muslimah)

 

Lensa Media News – Awal tahun 2024 ini, banyak langkah-langkah pemerintah yang terjun melihat dan melakukan diskusi dan pertemuan langsung dengan rakyat juga lembaga-lembaga yang ada. Seperti halnya pertemuan antara ibu Nining Hendasah, kepala Dinas Pertanian di Kabupaten Bandung, yang melakukan pertemuan dengan jajaran perwakilan dari Dewan Mesjid Indonesia (DMI), pada hari Senin, 15 Januari 2024.

Pertemuan yang berlangsung ini setidaknya dapat disimpulkan membahas intensifikasi pengembangan pertanian lokal. Dikutip dari Desk Jabar 16 Januari 2024 “Pertemuan ini diharapkan menjadi tonggak awal dalam membangun kemitraan yang kokoh, antara Dewan Masjid Indonesia dan Dinas Pertanian Kabupaten Bandung,” ujar Ningning Hendasah. Kolaborasi antara Dinas Pertanian Kabupaten Bandung dengan Dewan Masjid Indonesia, diharapkan tercipta upaya bersama berkelanjutan meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat petani di Kabupaten Bandung.

Seharusnya sinergi pembinaan usaha pertanian dan keagamaan tidak sekedar sinergi antar lembaga. Terlebih sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dalam mengokohkan kedaulatan pangan. Tidak dapat diterima lagi, satu orang atau badan usaha menguasai ratusan ribu hektare lahan dengan alasan untuk food estate, namun kadang tidak dikelola dengan baik, dan pada saat yang sama menghalangi petani-petani yang tekun untuk dapat mengelolanya dengan cinta.

Tidak boleh juga satu orang atau satu badan usaha maupun kartel memonopoli pembelian produk petani, sehingga dapat menekan harga di level petani, namun di level konsumen harganya tetap tinggi.

Dalam sistem kapitalisme, kepemilikan tanah dianggap suatu tipe kepemilikan paling istimewa. Tanah boleh dimiliki individu seluas-luasnya. Bahkan menyewakannya kepada masyarakat dengan harga sewa dan harga jual yang dilakukan sewenang-wenang. Akibatnya cukup serius, harga bahan pokok naik dan inflasi terjadi. Adapun bagi negara tanah menjadi lahan subur bagi perolehan pajak. Bahkan dengan nilai pajak tinggi tanpa perlu perangsang produksi. Hingga kini persoalan tentang kepemilikan tanah masih tetap belum terjawab oleh sistem ekonomi kapitalisme.

Namun, persoalan ini telah lama mampu dijawab oleh sistem Islam. Dalam sistem Islam pertanian memiliki urgensi dalam kehidupan. Karena pertanian merupakan salah satu sumber penghasil makanan manusia juga sumber penghasil bahan nabati maupun hewani yang masuk aneka industri. Oleh karenanya, pertanian memiliki peranan dalam pemasukan umat dan kekayaannya serta dapat mempekerjakan sejumlah besar tenaga kerja dari rakyat.

Seperti misalnya kita dapati, pada masa kekhilafahan Umar ra. pertanian mendapat perhatian dalam fikih ekonomi. Pada masa kepemimpinan Umar ra rakyat diberikan motivasi setiap individunya agar bidang pertanian menjadi ekonomi utama. Adapun bukti warisan yang dimiliki Umar ra yang dibagikan oleh ahli warisnya sebanyak tujuh puluh ribu lahan pertanian. Bahkan beliau memiliki hamba sahaya untuk dipekerjakan di lahan pertaniannya.

Dalam sistem Islam lahan pertanian juga menjadi salah satu sumber pendapatan terpenting bagi baitul mal. Pemerintah pula melakukan bentuk-bentuk usaha yang dapat membantu lajunya produk pertanian seperti, pengerukan sungai, pembuatan irigasi, pembangunan jembatan dll.

Selanjutnya pemerintah pun menyerahkan sebagian lahan pertanian yang menginduk ke baitul mal kepada individu-individu dan melakukan kesepakatan dengan mereka tentang sistem dan cara pengeksplorasiannya. Bahkan pemerintah memberikan modal terhadap kegiatan tersebut. Selanjutnya, diantara cara yang dilakukan Umar ra dalam mengaktifkan lahan pertanian dan pengembangannya adalah menyerukan untuk menghidupkan lahan yang mati dan memutuskan lahan tanah kepada orang yang mengelolanya. Karena, sistem ekonomi Islam telah mengakui tanah termasuk dalam kategori kepemilikan individu apabila tidak ada unsur-unsur yang menghalanginya.

Sudah jelas faktanya bahwa rakyat tidak bisa berharap pada sistem yang ada saat ini. Sudah saatnya berganti sistem, bukan hanya ganti pemimpin. Islam dengan sistemnya akan mewujudkan kehidupan yang layak dan mengakomodasi kepentingan dan kesejahteraan rakyat dalam segala aspek kehidupan. Diperlukan pula sistem pertanahan dan tata niaga yang adil, yaitu sesuai syariat Islam.

Peradaban Islam pernah beberapa kali merevolusi dunia pertanian, baik dengan aneka penemuan sains dan teknologi, maupun dengan aneka hukum syariat yang adil, sehingga para petani termotivasi untuk bertani, dan pada saat yang sama para pengusaha, pedagang dan konsumen juga diuntungkan.

Benar adanya bahwa Islam menawarkan sistem kehidupan yang datang dari sumber yang jernih yaitu akidah Islam. Landasan kebijakan yang dibangun bukan asas kepentingan pribadi, golongan ataupun penguasa dan pengusaha akan tetapi halal dan haram. Siapa pun yang menjadi penguasa akan dihadapkan pada pilihan kebijakan halal atau haram yang berimplikasi pada pahala dan dosa, surga dan neraka.

Nabi saw. bersabda:

Barang slapa diberi beban oleh Allah untuk memimpin rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah mengharamkan surga atasnya.” (HR Muslim).

Secara syariat atau hukum, maka Islam memiliki tujuan luhur di dalam setiap hukumnya, Muhammad Husayn Abdullah dalam bukunya Dirasat fil Fikril Islami menyebutkan bahwa syariat Islam punya sejumlah tujuan luhur yang mampu melindungi manusia, yakni melindungi akidah, melindungi akal, melindungi jiwa, melindungi harta, melindungi kelahiran dan keturunan, melindungi keamanan, dan melindungi negara.

Dalam hal ini Islam mengatur sektor pertanian dengan konsep yang jelas dalam politik pertanian. Tentu saja sektor pertanian tidak bisa dipisahkan dari sistem politik pemerintahan, ekonomi dll. Artinya, sebuah keniscayaan agama mengatur semua aspek kehidupan tidak terkecuali sektor pertanian. Ini hanya bisa diterapkan dalam sistem Islam, yaitu Khilafah Islam.

Wallahu’alam bissawab

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis