Konflik Lahan, Paradoks Pembangunan Ala Kapitalisme

Oleh : Mariatul Kiftiah

(Pegiat Pena Banua)

 

Lensa Media News–Ruang hidup adalah suatu area yang terdiri dari ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara. Dibutuhkan ruang hidup yang nyaman untuk manusia di bumi ini untuk bisa bekerja dan memelihara kelangsungan hidup mereka.

 

Termasuk lahan yang memadai, air, dan udara yang bersih, iklim yang baik, ketersediaan infrastruktur yang layak, termasuk jalan, serta semua fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Setiap orang memiliki hak untuk menikmati ruang hidup mereka selama tidak mengganggu orang lain.

 

Presiden Joko Widodo menargetkan urusan sertifikasi tanah masyarakat di seluruh tanah air bisa selesai pada tahun depan. Hal tersebut disampaikannya ketika membagikan sertifikat tanah di kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (27/12).

 

Menurutnya, sertifikat tanah ini sangat penting karena merupakan bukti atas kepemilikan lahan. Kepemilikan sertifikat tanah dapat meredam konflik atau sengketa lahan. Sejak 2015, ada 126 juta lahan di di berbagai penjuru tanah tanah air yang harus disertifikatkan.

 

Namun, pada saat itu baru 46 juta lahan yang memiliki sertifikat mengingat Badan Pertanahan Nasional (BPN) hanya mengeluarkan sertifikat tanah sebanyak 500 ribu sertifikat per tahun. Ini tentu akan memicu banyaknya kasus sengketa lahan, baik antar-warga, warga dengan pemerintah, atau warga dengan perusahaan (www.voaindonesia.com, 28/12/2023)

 

Pada faktanya dalam ekonomi Kapitalis, tanah sebagai komponen produksi penting yang digunakan untuk membangun infrastruktur yang mendukung proses produksi. Di sinilah hubungan antara kapitalis dan pemerintah yang bisa saja disebut sebagai politik oligarki. Untuk mereka bekerja sama agar mendapatkan komponen produksi dan bisa berkuasa atas rakyat.

 

Para oligarki yang berpura-pura menjadi pejabat negara sama dengan eksekutor yang menghancurkan kesejahteraan rakyat. Inilah gambaran demokrasi. Demokrasi berarti kekuasaan diberikan hanya untuk kepentingan korporasi dan untuk mereka yang memiliki modal.

 

Bentang alam kini telah berubah dari hutan menjadi perkebunan sebagai akibat dari perampasan lahan dan tambang, yang mengakibatkan peningkatan tingkat bencana alam seperti banjir dan karhutla. Perubahan hutan menjadi lahan sawit juga telah mengurangi fungsi hutan, yang berdampak pada peningkatan suhu bumi, perubahan iklim, dan bencana ekologis.

 

Konflik lahan nyatanya menjadi salah satu persoalan yang dihadapai banyak rakyat, penyebabnya ialah para pemilik modal yang serakah mengambil alih ruang hidup masyarakat, lalu kita bertanya-tanya di mana peran negara untuk melindungi rakyat?

 

Faktanya negara saat ini justru membuat aturan yang memudahkan perampasan tanah rakyat dengan dalih pembangunan. Padahal bukan untuk kepentingan rakyat ataupun menguntungkan rakyat, tapi sebaliknya malah merugikan rakyat. Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin banyak.

 

Sistem Islam memiliki konsep jelas atas kepemilikan lahan dan menjadikan penguasa sebagai pengurus serta pelindung rakyat termasuk pelindung kepemilikan lahan. Islam akan benar-benar mencegah berbagai jenis kezaliman. Kebijakan ekonomi negara diwajibkan oleh hukum Islam untuk memenuhi kebutuhan dasar semua orang, termasuk kebutuhan akan tanah dan lahan.

 

Jelas sangat berbeda dengan kapitalisme neoliberal, yang aturannya dibuat sesuka hati oleh para pemesannya. Yang mana tentu akar dari permasalahan ini adalah tatanan sekuler saat ini yang mengambil sistem ekonomi kapitalisme yang telah memberikan kebebasan bagi individu tertentu untuk memiliki tanah yang sangat luas.

 

Dalam islam, menetapkan kepemilikan individu atas tanah sebagai hak milik, hak pakai serta hak untuk mewariskan. Sehingga dapat dengan mudah membangun rumah untuk memenuhi kebutuhan kehidupan keluarga muslim sekaligus menjadi sumber ekonomi untuk mencari nafkah.

 

Islam juga menetapkan kepemilikan umum sebagai kepemilikan bersama, seperti hutan, pulau, dan bahan tambang (deposit besar). Jadi, sebuah kesalahan jika lahan dan tambang dimiliki oleh individu demi mengembangkan suatu usaha.

 

Sudah saatnya kita meninggalkan sistem yang kufur ini dan kembali menerapkan syariat Islam secara kafah agar semua konflik lahan ini dapat terselesaikan. Mengubah sistem yang ada, menjadi sistem yang bersumber dari Allah SWT, yaitu sistem islam dalam naungan Khilafah Islamiyah.

 

Yang mana proyek pembangunan apapun dalam negara Islam dilaksanakan untuk kepentingan rakyat dan didukung kebijakan yang melindungi rakyat serta membawa kemaslahatan rakyat. Selain itu, seorang kepala negara (khalifah) adalah junnah (perisai) bagi rakyatnya.

 

Khilafah akan melindungi rakyat dari berbagai gangguan dan kerusakan yang berasal dari pihak asing dan tidak akan membiarkan pihak asing merampas sejengkal pun tanah rakyat untuk kepentingan asing.Wallahualam Bissawab. [LM/ry].

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis