Buruh Sejahtera: Ilusi Tak Bertepi dalam Sistem Kapitalisme

Buruh Sejahtera: Ilusi Tak Bertepi dalam Sistem Kapitalisme

 

Oleh: Nurhayati, S.ST.

 

LenSaMediaNews.com – Hidup makin sulit sehingga berapapun penghasilan makin hari dirasa kurang. Kenaikan harga bahan pokok dan tingkat inflasi menjadikan penghasilan para buruh yang didapat saat ini tidak mampu meng-cover kebutuhan hidup mereka. Hal inilah yang mendorong mereka turun ke jalan demi menyuarakan tuntutan mereka mengenai kenaikan upah sebesar 15%.

 

Ratusan buruh memadati Kawasan Patung Kuda Jakarta (27/10). Berasal dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh mendesak pemerintah menaikkan upah minimum sebesar 15% pada 2024. Buruh mengancam akan melakukan aksi mogok bila keinginan itu tidak dipenuhi (Cnbcindonesia.com, 27/10/2023).

 

Hal yang serupa terjadi di Surabaya (23/10) para buruh melakukan demo di depan kawasan pabrik minyak goreng, Tanjung Perak Surabaya demi membela rekan buruh mereka yang sudah memasuki usia pensiun tetapi tidak kunjung mendapatkan tunjangan masa pensiun yang katanya di awal termasuk dalam kontrak kerjanya.

 

Buruh Sengsara dalam Sistem Kapitalisme

Bukan hal baru para buruh terus menyuarakan jeritan hati demi tercapainya kesejahteraan yang layak untuk mereka. Sebab jam kerja yang padat tidak sebanding dengan upah yang mereka terima. Keringat mereka tidak sebanding dengan kesejahteraan yang harusnya dinikmati. Terlebih saat ditetapkannya UU Ciptaker Omnibus Law, nasib buruh makin nelangsa dibuatnya.

 

Dalam sistem kapitalis, buruh dieksploitasi tenaganya yang didukung regulasi zalim ala kapitalisme. Buruh juga dianggap sebagai salah satu faktor produksi. Dengan prinsip ekonomi yang dianut, nasib buruh tidak akan pernah sejahtera.

 

Masalah pengupahan dalam praktik sistem ekonomi kapitalisme memang menempatkan posisi buruh dan pemilik modal pada posisi yang tidak seimbang. Jika pemilik modal/pengusaha memiliki posisi yang tinggi dan bersifat dominan dalam mengatur iklim ekonomi termasuk dalam menetapkan besaran upah buruh. Tidak peduli itu sesuai dengan biaya hidup mereka. Sedangkan buruh berada pada posisi yang rendah dan tidak memiliki kekuatan selain tenaganya saja. Lebih dari itu, sistem kapitalisme memang menghasilkan praktik perburuhan yang hanya menguntungkan satu pihak saja yakni pengusaha/pemilik modal.

 

Sejahtera dalam Naungan Islam

Islam memandang antara pengusaha (pemberi kerja) dan buruh sama posisinya di dalam Islam. Memberikan jaminan keadilan kepada pekerja sebab kedua belah pihak wajib terikat dengan hukum syara’ termasuk dalam membayar “keringat” pekerjanya.

 

Pekerja dan pemberi kerja diikat oleh perjanjian kontrak kerja yang mana mereka harus bekerja sesuai dengan perjanjian tersebut dan berhak menerima upah yang layak sesuai dengan tenaga yang ia keluarkan. Adapun jaminan kesehatan, pendidikan, termasuk usia senja merupakan tanggung jawab negara.

 

Aturan yang adil dalam Islam menjadikan tidak ada konflik perburuhan dalam Islam seperti yang terjadi saat ini. Kalaupun ada konflik antara pekerja dan pemberi kerja, sifatnya personal, bukan massal. Perselisihan antara pekerja dan pemberi kerja akan diselesaikan oleh Qadhi (Hakim) yang ditunjuk negara. Jika ada perselisihan terkait upah, bisa menghadirkan pakar profesi/Khubara sesuai dengan keahliannya yang terkait untuk memberikan pendapat terkait upah yang layak. Upah bukan lagi diukur oleh standar UMP atau UMR sebab antara satu wilayah dengan wilayah lain saat ini berbeda standar pemenuhan hidupnya. Dalam Islam pekerja tidak ada yang dirugikan.

 

Adapun terkait rendahnya kualitas tenaga kerja, solusinya ada di tangan negara. Khilafah menjadikan industri sebagai salah satu pilar ekonominya harusnya memberikan dukungan penuh terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia seperti pendidikan murah dan berkualitas, pelatihan, dan penyediaan teknologi mutakhir demi menjadikan industri negara termaju dan terdepan.

 

Umat Islam dibentuk dengan sistem pendidikan Islam didorong untuk menjadi insan-insan unggul terbaik di bidangnya. Baik sebagai pekerja, pemberi kerja dan tenaga profesional. Output pendidikan tidak diarahkan untuk menjadi budak industri peradaban kapitalisme. Bukan hanya berorientasi materi secara fisik tetapi bekerja untuk meraih rida Allah ta’ala.

 

Dengan penerapan Islam di seluruh aspek pendidikan, niscaya persoalan perburuhan dan perbudakan masa kini tidak lagi ada. Justru industri dijadikan sebagai penegak pilar ekonomi negara yang independen tidak lagi bergantung kepada Barat.

Wallahu‘alam bishowwab.

 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis