Islam Menghapuskan Perbedaan


Oleh: Rina Karlina

(Aktivis Muslimah Kab. Bandung)

 

LensaMediaNews_Sering kali penetapan hari raya besar umat Islam di Indonesia baik Idulfitri maupun Iduladha mengalami perbedaan. Ini disebabkan karena adanya 2 metode yang dilakukan, yaitu metode rukyatul hilal (melihat bulan) dan metode hisab (perhitungan astronomi). Tentu perbedaan ini menimbulkan ketidaknyamanan di sebagian masyarakat.

 

Dikutip dari Jurnal Soreang, “Kalau kita perhatikan, kalender yang sudah beredar umumnya menempatkan hari raya Iduladha di hari Kamis Legi, 29 Juni 2023, artinya tanggal 1 Dzulhijjah 1444 H dimulai dari hari Selasa Pahing, 20 Juni 2023,” kata sekretaris umum MUI Kabupaten Bandung, Harry Yuniardi di ruang kerjanya, Senin 5 Juni 2023. Namun di Arab Saudi dalam pengumuman resmi Minggu malam, diputuskan tanggal hari raya Iduladha jatuh pada 28 Juni 2023. “Puncak haji akan berlangsung Selasa, 27 Juni dan Iduladha Rabu, 28 Juni 2023.” muat Inside Haramain melaporkan pengumuman pemerintah dikutip Jakarta, CNBC Indonesia (Senin, 19/6/2023). “Terlihat bulan sabit Dzulhijjah di Saudi Arabia, artinya hari Arafah hari Selasa tanggal 27 Juni, dan Iduladha hari Rabu tanggal 28 Juni,” dikutip dari Saudi Gazette.

 

Bagi umat Islam, sangat penting untuk terus menerus mengkaji ilmu Islam, baik secara individu maupun secara berjamaah, karena ketika menghadapi perbedaan seperti ini, kita dituntut mampu mengambil keputusan sesuai dengan pemahaman yang Islami. Bukan hanya sekadar mengikuti atau membebek kepada pemerintah atau pun kepada yang lainnya tanpa didasarkan pemahaman dan dalil syara‘ Ini membuktikan bahwa kita tidak bisa mengandalkan pihak mana pun. Di samping mencari ilmu itu wajib hukumnya juga bermanfaat untuk menambah pemahaman-pemahaman yang belum kita ketahui.

 

Di sistem kapitalisme, menyikapi perbedaan ini masyarakat justru diarahkan untuk menumbuhkan rasa toleransi. Padahal toleransi menurut Islam adalah toleransi kepada nonmuslim seperti terdapat di dalam QS Al-Kafirun ayat 6 yang artinya “Untukmu agamamu dan untukkulah agamaku”. Tetapi ketika ada perbedaan pemahaman pada sesama muslim, wajib untuk saling mengingatkan dan mengembalikan kepada hukum asalnya yaitu hukum syara’, baik itu terkait penetapan hari raya Idulfitri maupun Iduladha.

 

Pengkajian metode penetapan hari raya di dalam Islam adalah dengan rukyatul hilal global, di antara dalilnya yaitu hadist Rasulullah saw dari Ibnu Umar ra., Rasulullah saw bersabda, “Jika kamu melihat dia (hilal) maka berpuasalah kamu, dan jika kamu melihat dia (hilal) maka berbukalah, jika pandangan kamu terhalang mendung perkirakanlah” (HR. Bukhari no. 176; Muslim no. 1799; An-Nasa’i no. 2094; Ahmad no. 7526). Hadist ini mempunyai pengertian yang sangat jelas, dan rukyatul hilal tidak cukup dilakukan secara lokal, tapi juga rukyatul hilal harus dilakukan secara global (universal/sedunia) demi persatuan umat Islam (ukhuwah Islamiyah).

 

Sudah menjadi tanggung jawab negara untuk memberikan informasi-informasi yang jelas dan sesuai dengan hukum syari’at, tanpa membuat bingung masyarakat karena adanya perbedaan. Namun pemerintah saat seolah abai dan membiarkan perbedaan itu terjadi tanpa memberikan solusi yang tepat. Bahkan hanya menyarankan agar bersikap netral dan toleran, tentu ini bukan solusi yang diharapkan oleh seluruh masyarakat muslim.

 

Di dalam Islam hal seperti ini tidak akan terjadi, sebab kepala negara punya hak untuk menetapkan dengan ketetapan syar’i yang wajib diikuti oleh seluruh warga negara. Islam menempatkan mana yang boleh berbeda (yang bersifat furu’/cabang) dan mana yang harus sama (ushul/pokok). Tentu keinginan bersatunya umat muslim adalah harapan bagi seluruh umat Islam, dan masalah perbedaan ini akan tuntas dengan peran negara yang menerapkan Islam secara kaffah. Wallahu’alam bish shawab.

Please follow and like us:

Tentang Penulis