Bukan Sekedar Modal, Rakyat Butuh Solusi Ideal

Oleh : Watini, S.Pd

Pemerhati Masalah Publik

 

Lensa Media News-Sungguh ironis fakta hari ini, kemiskinan masih saja menjadi isu hangat yang belum tertuntaskan. Padahal negeri ini terkenal makmur nan kaya akan sumber daya alamnya. Mulai dari hutan, laut, minyak bumi, emas hingga batu bara yang tersebar di berbagai wilayah dari sumatera sampai papua. Mengapa hal kontradiksi ini bisa terjadi? Layaknya pribahasa yang mengatakan ‘tikus mati di lumbung padi’. Berbagai upaya telah dilakukan namun kemiskinan belum juga teratasi.

 

Tidak segan-segan, PT Permodalan Nasional Madani (PNM) bahkan memberi modal untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang diklaim mampu membantu mengentas kemiskinan. Bahkan ditargetkan 16 juta nasabah aktif di tahun ini dengan penyaluran pembiayaan sebesar Rp 75 triliun hingga akhir tahun 2023. Selain UMKM, tidak menutup kemungkinan juga diperbanyak penyaluran modal ke perusahaan rintisan/startup (Kompas.com, 27/05/2023).

 

Padahal faktanya, UMKM pun menghadapi banyak problem untuk dapat bertahan dalam situasi ini. Sebab sejatinya UMKM tidak berdiri sendiri. Mereka berada di bawah kendali para investor dan perusahaan besar yang dikuasai oleh kapitalis asing. Tak heran jika keuntungan tak dapat sepenuhnya dinikmati.

 

Sehingga kita tidak bisa selamanya bersandar pada sektor ini. Sebesar apa pun peran UMKM, tetap bukan merupakan sektor strategis. Meski mampu menarik banyak tenaga kerja dan pendapatannya besar, mereka tetap disetir dan dikuasai para oligarki. Apalagi negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator, kemudian membiarkan UMKM untuk berjuang dan berkembang sendiri.

 

Oleh karenanya, suntikan modal hanyalah solusi tambal sulam atas tak berdayanya UMKM sehingga tidak bisa keluar dari kemiskinan. Nyatanya, kemiskinan bersifat sistemis, mulai dari akses modal dan bahan baku yang buruk hingga kebijakan yang tak pro rakyat miskin. Misalnya kebijakan subsidi yang dikurangi dan berbanding terbalik dengan pajak yang terus menyasar rakyat miskin.

 

Semua persoalan tersebut tidak akan ditemui dalam sistem Islam. Islam mengatasi masalah kemiskinan melalui berbagai mekanisme. Pertama, orang-orang wajib mengusahakan nafkahnya sendiri. Apabila tidak mampu, kerabat dekatnya yang memiliki kelebihan harta wajib membantu. Apabila kerabat dekatnya juga tidak mampu ataupun tidak mempunyai kerabat dekat, kewajiban tersebut beralih ke Baitul Mal. Apabila dari Baitul Mal tidak ada, wajib diambil dari kas lainnya. Apabila tidak ada juga, kewajiban beralih ke seluruh kaum Muslim. Secara teknis, hal ini dapat dilakukan dengan cara negara memungut dharibah (pajak) dari orang-orang kaya hingga mencukupi.

 

Syariat Islam juga mendefinisikan kepemilikan sebagai izin dari Asy-Syari’ (Pembuat Hukum) untuk memanfaatkan suatu zat atau benda. Terdapat tiga macam kepemilikan dalam Islam, yaitu individu, umum, dan negara.

 

Kepemilikan umum adalah izin dari Allah Swt. kepada rakyat untuk secara bersama-sama memanfaatkannya. Aset yang tergolong kepemilikan umum tidak boleh sama sekali dimiliki individu atau dimonopoli oleh sekelompok orang. Aset yang termasuk jenis ini adalah pertama, segala sesuatu yang menjadi kebutuhan rakyat dan akan menyebabkan persengketaan jika ia lenyap. Misalnya, padang rumput, air, pembangkit listrik, dan lain-lain. Kedua, segala sesuatu yang secara alami tidak bisa dimanfaatkan hanya oleh individu, misalnya sungai, danau, laut, jalan umum, dan lain-lain. Ketiga, barang tambang yang depositnya sangat besar, misalnya emas, perak, minyak, batu bara, dan lain-lain.

 

Dalam praktiknya, kepemilikan umum ini dikelola oleh negara, dan hasilnya (keuntungannya) dikembalikan kepada rakyat. Bisa dalam bentuk harga yang murah, bahkan gratis. Adanya pengaturan kepemilikan umum semacam ini, jelas menjadikan aset-aset strategis rakyat dapat dinikmati bersama-sama. Tidak dimonopoli oleh seseorang atau sekelompok orang sehingga yang lain tidak memperoleh apa-apa sebagaimana terjadi dalam sistem kapitalisme. Dengan demikian, masalah kemiskinan dapat dikurangi, bahkan diatasi dengan adanya pengaturan sistem yang ideal seperti ini. Wallahua’lam bish-showab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis