Visi Islam untuk Generasi Mulia

Oleh : Umi Rizkyi

(Komunitas Setajam Pena)

 

Lensa Media News – Konser adalah sebuah hal yang menyenangkan bagi para pemuda. Bukan saja saat ini, namun juga sudah berlangsung sejak lama. Baik itu yang melakukan konser atau hanya sekadar menonton konser saja. Semua berantisipasi ke dalamnya, laki-laki maupun perempuan.

Terlebih lagi, tak ada hal yang menghalanginya. Justru diberikan sarana dan prasarana yang lengkap oleh negara. Baik tempatnya, waktunya, keamanannya dan lain sebagainya.Seperti konser Blackpink yang digelar di ibu kota beberapa hari yang lalu.

Sebanyak 1.022 personel telah dikerahkan oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk mengamankan konser hari ke dua group vokal perempuan asal Korea Selatan, Blackpink di stadion utama Gelora Bung Karno (GBK) pada Minggu (12/3/2023).

Berdasarkan data yang dilansir dari Antara, “total 1.022 personel pengamanan konser Blackpink ,” Kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko.

Personel dengan jumlah 1.022 anggota ini terdiri dari 932 personel Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Pusat, 30 personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) serta 60 personal dari pemerintah daerah (Pemda).

Adapun acara konser itu merupakan bagian dari “Blackpink World Tour (Born Pink) yang dimulai di KSPO Done Olympic Park, Korea Selatan pada 15-16 Oktober 2022 dan berlanjut ke berbagai negara. Di Indonesia digelar di Jakarta yang dipromotori oleh IME Indonesia dan digelar selama dua hari yaitu Sabtu (11/3/2023) jam 19.00 WIB dan Minggu (12/3/2023) jam 18.30 WIB.

Padahal untuk menghadiri konser itu membutuhkan tiket yang tidak murah harganya, mencapai jutaan bahkan puluhan juta rupiah per tiket. Namun, harga semahal itu tetap kebanjiran penonton. Kebanyakan dari mereka yang hadir adalah kaum pemuda.

Nah, dari sini sesungguhnya dapat kita cermati bahwa pemuda itu cenderung untuk foya-foya, happy-happy dan tak tahu hal yang sesungguhnya yang lebih penting yang harus mereka lakukan dibandingkan dengan sekedar menonton konser.

Apalagi didukung oleh sistem pemerintahan yang ada saat ini. Ketika hal atau sesuatu yang mendapatkan keuntungan maka akan dilakukan atau akan diselenggarakan, termasuk dengan konser tersebut. Jauh berbeda ketika pengajian justru dibubarkan, dicap radikal, terorisme, mengancam kesatuan dan persatuan bangsa dan lain sebagainya.

Beginilah, jika negara tak memiliki visi yang jelas terhadap pemuda. Mau dijadikan apa dan mau dibawa ke mana kaum pemuda yang notabene sebagai generasi penerus bangsa ini. Terlebih lagi, negara hanya sebagai regulator semata. Bukan sebagai pelayan rakyat yang justru akan berupaya memberikan yang terbaik untuk rakyatnya. Bukan hanya di dunia saja namun terlebih lagi pertanggungjawabannya kelak di akhirat.

Jauh berbeda ketika Islam dijadikan sebagai sistem dalam sebuah negara yang dikenal dengan khilafah. Islam memiliki visi pendidikan yang jelas, yaitu mewujudkan khairu ummah (umat yang terbaik). Hal ini sebagaimana firman Allah Taala dalam QS Ali Imran: 110,

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ

Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahlulkitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, tetapi kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik”.

Tujuan pendidikan Islam adalah mewujudkan generasi berkepribadian Islam, yaitu yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. Dasar pendidikan berupa akidah Islam. Adapun kurikulumnya berupa tsaqafah Islam dan ilmu sains. Dengan demikian, hasilnya adalah individu yang bertakwa dan unggul dalam iptek.

Khilafah akan menjadi junnah (perisai) yang melindungi generasi dari serangan pemikiran, tsaqafah dan gaya hidup asing. Berbagai tayangan, konten, kegiatan, bacaan dan sejenisnya yang mengusung gaya hidup tidak islami akan dilarang.

Sebaliknya, para remaja akan disibukkan untuk menuntut ilmu, beribadah, menghafalkan Al-Qur’an, hadis, dan kitab para ulama; melakukan penelitian, membentuk skill mujahid dan berbagai kegiatan sejenis yang linier dengan tujuan membentuk sosok berkepribadian Islam.

Dengan demikian, maka remaja dalam Khilafah tidak akan terjebak dalam budaya hura-hura, foya-foya, happy-happy semata. Usia mereka produktif untuk melakukan kebaikan dan menyebarkannya. Dengan demikian, jadilah mereka generasi pembebas yang sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh negeri ini saat ini seperti para pendahulunya, yaitu Shalahuddin al-Ayyubi, Muhammad al-Fatih, dan lainnya. Insyaallah.

Allahu alam bi showab.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis