Nasib Buruk Pekerja Migran, Akibat Sistem Ekonomi Kapitalis
Nasib Buruk Pekerja Migran, Akibat Sistem Ekonomi Kapitalis
Oleh : Fatmawati
LenSaMediaNews.com – Jerit suara tangis menggema di kaki Gunung Ile Boleng, Pulau Adonara, Nusa Tenggara Timur (NTT), ketika dua mobil ambulans menurunkan jenazah Yasinta Uba Wuyo dan Sesilia Siba Wara. Mereka merupakan calon pekerja migran Indonesia (CPMI) nonprosedural yang meninggal dunia, saat kapal ilegal yang ditumpangi tenggelam di perairan Pengerang, Johor Bahru, Malaysia. Kasus nahas lainnya juga sempat terjadi kepada pekerja migran Indonesia bernama Meriance yang mengalami penyiksaan selama berbulan-bulan pada tahun 2014 silam. Bayangan empat anaknya membantu bertahan demi memenuhi kebutuhan keluarganya.
Fakta di atas hanyalah segelintir kasus yang terungkap ke media diantara ribuan kasus yang menimpa pekerja migran. Pekerja migran merupakan orang yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari pekerjaan yang lebih baik atau untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sayangnya, nasib buruk sering menimpa pekerja migran seperti menjadi korban eksploitasi oleh majikan mereka. Mereka seringkali ditempatkan di pekerjaan dengan upah rendah dan lingkungan kerja yang buruk. Selain itu, pekerja migran juga rentan terhadap pelecehan dan kekerasan fisik dari majikan mereka karena tidak memiliki perlindungan hukum yang memadai.
Pekerja migran juga seringkali tidak diberikan hak-hak yang sama seperti pekerja lokal. Misalnya, mereka tidak memiliki hak untuk memilih atau terlibat dalam serikat buruh yang membatasi kemampuan mereka untuk memperjuangkan hak-haknya. Selain itu, mereka kerapkali tidak memiliki akses ke layanan publik seperti kesehatan dan pendidikan. Pekerja migran dianggap sebagai “orang asing” atau “non-penduduk” dan menjadi korban diskriminasi. Hal ini mempengaruhi kesejahteraan mental dan fisik mereka, serta membatasi peluang mereka untuk mengembangkan karir.
Belum lagi banyaknya pekerja migran yang bekerja di sektor informal atau status pekerjaan yang tidak stabil sehingga mereka sering mengalami ketidakpastian dalam hal pekerjaan dan penghasilan. Hal ini menyebabkan tekanan finansial dan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Tidak Adanya Perlindungan Hukum Yang Memadai
Pekerja migran sering tidak memiliki akses terhadap perlindungan hukum yang memadai, karena mereka seringkali bekerja di sektor informal atau memiliki status imigrasi yang tidak stabil. Hal ini menyebabkan ketidakadilan hukum, dan membatasi kemampuan mereka untuk memperjuangkan hak-haknya.
Pemerintah telah berupaya untuk menyelesaikan kasus pekerja migran dengan membuat undang-undang yang dianggap mampu menjadi payung hukum dan perlindungan bagi mereka. Namun, hal ini tidak berdampak signifikan dan tidak mampu menyelesaikan permasalahan pekerja migran secara tuntas. Hal ini dikarenakan pemerintah hanya menyelesaikan dampak dari maraknya pekerja migran bukan mengusut tuntas akar permasalahannya.
Maraknya Pekerja Migran Indonesia (PMI) adalah buah dari kemiskinan dan sempitnya lapangan kerja di dalam negeri. Kemiskinan juga membuat keterampilan para pekerja rendah karena akses pendidikan yang mahal sehingga mereka tidak mampu untuk bersaing secara unggul dalam dunia pekerjaan. Rendahnya posisi tawar Indonesia di negeri lain membuat para PMI rentan dengan kekerasan dan penyiksaan. Mirisnya, pemerintah hanya mengupayakan perbaikan perlindungan PMI tanpa berusaha menyelesaikan akar persoalannya yakni kemiskinan.
Kemiskinan di Indonesia terjadi karena kesalahan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem kapitalisme menghalalkan perampasan sumber daya alam milik rakyat oleh pengusaha dan pejabat. Akhirnya, kekayaan hanya dinikmati segelintir orang saja. Indonesia mempunyai sumber daya alam yang melimpah, jika harta ini dikelola dengan benar oleh pemerintah seharusnya mampu mensejahterakan rakyat dan menyediakan banyak lapangan pekerjaan. Namun kenyataannya, sistem ekonomi kapitalis justru menghasilkan kesenjangan sosial dan ketidakadilan. Tidak heran jika rakyatnya ingin merubah nasib menjadi buruh migran di negeri orang.
Hal ini berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang memandang bahwa seluruh sumber daya alam adalah milik ummat yang wajib dikelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyatnya. Islam melarang kepemilikan sumber daya alam oleh swasta atau perseorangan untuk menghindari monopoli kekayaan oleh sekelompok orang. Pengelolaan sumber daya alam yang efektif dan efisien akan mampu menjamin pendidikan, kesehatan dan kemanan secara gratis bagi seluruh rakyatnya yang mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Negara Islam juga akan membatasi adanya pekerja asing dan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk masyarakat. Adapun tenaga asing yang bekerja di dalam negara Islam hanyalah mereka yang memiliki keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh warga lokal, misalnya ahli nuklir atau sejenisnya. Dengan demikian, rakyat tidak perlu bersaing dengan ketat untuk mendapatkan pekerjaan apalagi harus mengadu nasib ke negeri seberang. Semoga Allah mudahkan kita untuk kembali berhukum kepada Allah melalui petunjuk Al-Qur’an dan hadits dengan menerapkan Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Walllahu a’lam.