Benarkah Rumah Tangga Kunci Perbaikan Negara?

Oleh : Jessy Tiara Putri

 

Lensa Media News – Agaknya kerusakan remaja semakin merajalela. Dulu, anak-anak mulai “nakal” di umur 18+. Namun berbeda dengan sekarang, bocah SD pun sudah mulai “nakal”. Hal ini tidak bisa dianggap remeh dan biasa. Sebab rusaknya remaja sama dengan rusaknya juga masa depan bangsa. Lantas, dimanakah letak salahnya?

Beberapa menganggap, rusaknya seorang anak sangat berpengaruh dari pola asuh orangtuanya. Sebagai mana kata pepatah “apa yang ditanam itulah yang akan dituai”. Orang tua yang sakit akan mendidik anaknya dengan rasa sakit pula, begitu terus sambung menyambung bagai mata rantai. Contoh lain, dominannya ibu pekerja buruh yang tabiatnya keras akan mendidik anaknya seperti dirinya dengan keras, di samping itu ada pula yang menginginkan hal terbaik untuk anaknya dengan cara yang benar. Namun hal ini sangat sedikit. Maka sangat dibutuhkan pendidikan ilmu rumah tangga dan pola asuh yang baik kepada pemuda dan pemudi yang hendak menjejakkan kaki ke jenjang pernikahan katanya.

Hal tersebut sangatlah valid karena menikah adalah ibadah terlama yaitu seumur hidup. Maka sangat membutuhkan ilmu, bukan hanya untuk penyaluran hawa nafsu. Melainkan untuk ibadah sedangkan syarat diterimanya ibadah adalah niat dan caranya benar sesuai syariat Islam.

Namun, apakah pembekalan itu cukup untuk menjadi kunci perbaikan sebuah negara?

Pasalnya, tidak sedikit contoh yang terpampang didepan mata keluarga harmonis, agamis, dan menjadi idaman semua kalangan ketika anaknya keluar rumah, ikut terwarnai lingkungan yang sekuler. Hingga anakpun ikut terjeremus menjadi pesakitan negara

Hal ini dikarenakan kehidupan remaja dominan dihabiskan di luar rumah dan jauh dari orang tua. Maka pembekalan individu saja tidak cukup untuk bisa melawan lingkungan sosial yang sekuler, hanya bisa sebatas membentengi diri tanpa bisa merubah sekitar. Semisalnya bisa pun hanya sebatas karib kerabat namun persentase nya sangat sedikit dibanding kekuatan sekuler yang merusak tersebut.

Pembekalan diri dengan ilmu agama yang terkait dengan nafsiyah itu penting. Namun penegakan syariat Islam itu juga penting. Sebagaimana hukum shalat dan puasa adalah wajib, begitupun dengan penerapan syariat Islam. Remaja membutuhkan pendidikan bukan hanya dari keluarga saja tetapi juga masyarakat yang benar serta negara yang tak abai terhadap setiap pemikiran asing yang masuk ke berbagai media yang ada di dalam wilayahnya.

Sekularisme yang ada telah menjadi paham yang tersistematis didalam negeri ini. Maka dari itu perlu sistem yang shahih untuk melawan sistem batil tersebut. Sebagai umat Islam yang bertakwa kepada Allah dan Rasul-Nya, maka menegakkan syariat Islam adalah wajib hukumnya.

Syekh Abdurrahman Al-Jazîrî dalam kitabnya Al-Fiqh ‘Alâ Al-Madzâhib Al-Arba’ah menegaskan :

إِتَّفَقَ اْلأَئِمَّةُ رَحِمَهُمُ اللهُ تَعَالىَ عَلىَ أَنَّ اْلإِمَامَةَ فَرْضٌ

Telah sepakat para imam (Imam Abû Hanîfah, Imam Mâlik, Imam Syâfi’i, dan Imam Ahmad) –semoga Allah merahmati mereka– bahwa Imamah (Khilafah) adalah fardhu…” (Abdurrahman Al-Jazîrî, Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzâhib Al-Arba’ah, 5/416).

Dari sini sangatlah jelas, bahwa imam 4 Mazhab besar telah menyepakati tanpa adanya sanggahan satu sama lain. Islam akan tetap tegak dengan ada atau tidaknya peran kita didalamnya. Tinggallah kita, mau menapaki jalan kebenaran atau jalan kesesatan. Yang mana kita semua tahu, jalan kebenaran menghantarkan kita ke Surga-Nya, sedangkan kesesatan menghantarkan kita ke murka-Nya. Semoga Allah limpahkan Taufik dan hidayah-Nya kepada kita, supaya kita bisa dengan lapang menerima dan menyambut kebenaran yang datang. Aamiin Allahumma aamiin.

Wallahu a’lam bishawab

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis