Kaum Terpelajar Harus Banyak Belajar

 

LenSaMediaNews.com – Ratusan mahasiswa Universitas IPB dikabarkan menjadi korban pinjaman online (pinjol) dengan total kerugian diperkirakan mencapai 2 miliar rupiah lebih.

 

Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sujito, mengatakan kasus tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa menempati posisi yang rentan di tengah semakin maraknya tawaran pinjol. Ada beberapa hal yang menurut dia membuat mahasiswa menjadi rentan terjerat pinjol, salah satunya karena tuntutan gaya hidup. Tuntutan gaya hidup yang semakin tinggi tidak lepas dari fenomena media sosial yang makin intens menampilkan berbagai kemewahan. Hal itulah yang membuat gaya hidup mahasiswa semakin konsumtif, mulai dari fesyen, liburan, nongkrong di kafe mahal, atau beli ponsel keluaran terbaru. (Kumparan.com).

 

Ratusan mahasiswa yang menjadi korban penipuan ini awalnya tergiur dengan tawaran keuntungan 10 persen dari setiap transaksi pembelian produk di toko online milik pelaku, yang sebelumnya para mahasiswa harus melakukan pinjaman online ke suatu aplikasi penyedia pinjaman. Namun sayangnya, pelaku tidak kunjung membayarkan keuntungan yang dijanjikan tersebut.

 

Peristiwa ini menunjukkan bahwa mahasiswa (pemuda) yang seharusnya menjadi agen perubahan telah menjadi tumbal kapitalisme digital. Mereka dengan mudah tergiur dengan tawaran investasi. Hal ini menggambarkan bahwa para mahasiswa telah tercetak menjadi kalangan pragmatis akut sehingga yang ada dalam benak mereka adalah orientasi materi.

 

Ditambah lagi perubahan teknologi dan komunikasi telah merubah masyarakat menjadi masyarakat digital sehingga bisnis digital makin berkembang. Masyarakat merasa perlu untuk memahami hal-hal yang terkait dengan dunia bisnis digital dikarenakan perusahaan-perusahaan telah berubah menjadi platform digital, maka muncul marketplace, e-commerce, subscribtion, dan sebagainya.

 

Memang benar, hukum asal teknologi adalah netral, tergantung siapa yang menggunakannya. Namun, karena saat ini kapitalisme mendominasi dunia, maka yang menentukan baik dan buruk berdasarkan kerangka berpikir para kapitalis yaitu manfaat sehingga muncullah kapitalisasi digital yang dijadikan sebagai alat penghancur dan penyesat manusia. Maka dengan mudah transaksi ribawi menyusupi transaksi-transaksi riil dalam bentuk yang samar dan sangat sulit disadari seperti pinjaman online.

 

Perkembangan teknologi yang begitu pesat seharusnya diimbangi dengan kuatnya pemahaman terhadap Islam agar umat tidak mudah terjebak dengan iklan atau tawaran cepat kaya dengan cara instan. Syariat Islam telah mengharamkan pinjaman online dikarenakan dua alasan; pertama, di dalam pinjaman online terdapat riba yaitu tambahan yang dipersyaratkan dalam akad pinjaman dalam 3 bentuk yaitu bunga, denda dan biaya administrasi. Ketiga bentuk tambahan yang disyaratkan ini tidak diragukan termasuk riba yang keharamannya telah jelas Allah sampaikan dalam firmanNya :

وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS al-Baqarah : 275)

Kedua, terdapat bahaya (dharar) yang dialami oleh peminjam, yaitu (1) penagihan pinjaman yang disertai intimidasi dan teror; (2) penyalahgunaan data-data pribadi pihak peminjam untuk menagih utang, dan (3) bunga yang tinggi (khususnya pinjol ilegal).

Padahal Islam telah mengharamkan terjadinya bahaya pada diri sendiri, sebagaimana sabda Rasulullah saw : “Tidak boleh menimpakan bahaya bagi diri sendiri (dharar) maupun bahaya bagi orang lain (dhirâr).”

Sebagaimana diketahui bahwa dalam Islam, ilmu itu lebih dahulu daripada amal. Oleh karena itu, Rasulullah saw dalam sebuah haditsnya mengingatkan akan kewajiban menuntut ilmu bagi setiap muslim dan muslimah.
Ibnu Hajar rahimahullah dalam kitab Fathul Barri menjelaskan bahwa kata ‘ilmu’ yang dimaksud hadits di atas adalah ilmu syar’i. Yaitu ilmu yang akan menjadikan seorang mukallaf mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifatNya. Hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan.

 

Oleh karenanya sungguh penting bagi para mahasiswa selaku kaum terpelajar untuk tidak membatasi diri belajar tentang ilmu sains dan teknologi saja tetapi jauh lebih penting mempelajari ilmu-ilmu Islam yang hukumnya fardhu ‘ain.

 

Oleh: Purwanti – Kisaran
Ibu rumah tangga

 

[AAH/LMN]

Please follow and like us:

Tentang Penulis