Pandemic Fund, Mampukah Menjadi Solusi Persoalan Kesehatan?

Oleh: Novriyani, M.Pd.

(Praktisi Pendidikan)

 

Lensa Media News – Belum lama ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah resmi meluncurkan pandemic fund atau dana pandemi saat di sela rangkaian konferensi tingkat tinggi (KTT) G20. Pasalnya, pandemic fund ini menjadi instrumen yang sangat penting untuk mempersiapkan masalah kesehatan atau pandemi yang kemungkinan bisa terjadi kembali.

Pandemic fund sendiri merupakan sebuah lembaga atas komitmen nyata para pemimpin G20 untuk mengantisipasi masalah kesehatan ke depannya. Dana yang terkumpul akan digunakan untuk membantu negara yang membutuhkan bantuan dari segi kesehatan.

Seperti yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani menuturkan bahwa dengan diluncurkan dana pandemi ini akan memberikan titik awal bagi kita semua untuk menunjukkan kepada dunia bahwa G20 mampu menghasilkan tindakan nyata yang dapat memiliki dampak global (CNN Indonesia, 16/11/2022)

Hal serupa juga disampaikan oleh Chairman PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) John Riady. Dia menilai Pandemic Fund atau dana pandemi yang telah disepakati negara-negara anggota G20 digunakan untuk pencegahan, persiapan dan respons bagi ancaman pandemi yang akan memperkuat industri kesehatan nasional (suara.com, 16/11/2022)

Pandemic fund tersebut mendapat respon baik dari berbagai negara terutama G20 sendiri. Lembaga ini terkesan mampu memberikan solusi sebagai bantuan dana kesehatan dikala sewaktu-waktu pandemi datang kembali. Namun, benarkah bantuan dana ini nantinya digunakan untuk kepentingan rakyat?

Negara-negara besar yang bergabung dalam G20 menjadikan Pandemic fund sebagai langkah untuk menyelesaikan persoalan kesehatan dunia. Mereka menganggap negara miskin yang terdampak pandemi akan bangkit kembali dengan mendapatkan suntikan dana. Padahal, persoalan kesehatan bukan semata karena masalah dana saja. Tetapi, mencakup segala sesuatunya yang lebih kompleks. 

Masalah dana bukanlah menjadi persoalan yang mendasar. Apabila masalahnya adalah dana, seharusnya negara kaya akan lebih sigap menghadapi pandemi. Namun, faktanya mereka juga tidak berdaya ketika pandemi datang sekalipun mereka memiliki dana yang besar. Maka yang menjadi poin mendasar dari permasalahan ini adalah adanya paradigma terhadap kesehatan yang salah. 

Dalam paradigma sistem kapitalisme, kesehatan dianggap sebagai kebutuhan yang bersifat individu. Sehingga segala beban yang ditanggung menjadi tanggung jawab individu tersebut. Tidak adanya peran negara dalam penyelesaiannya. Hal ini dapat terlihat saat pandemi datang, masyarakat yang dinyatakan terinfeksi virus tidak langsung diberikan pelayanan. Mereka harus lebih dulu menyelesaikan administrasi yang sulit dan lama. Sementara, banyak pasien yang seharusnya memperoleh pelayanan dengan segera. 

Terlebih, masyarakat yang akan berpergian pun harus mengeluarkan anggaran lebih untuk melakukan tes PCR. Bahkan, sebelum vaksin diberikan gratis rakyat pun harus membayar untuk memperoleh vaksin. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan menjadi ajang komersil dalam sistem kapitalisme saat ini. Segala sesuatunya harus prabayar dan melalui proses yang sulit.

Hal ini terkesan bahwa negara setengah hati mengurusi rakyat. Kesehatan malah justru dijadikan sektor penghasil materi. Kesehatan dan keselamatan rakyat sudah bukan lagi menjadi prioritas. Paradigma salah ini yang pada akhirnya menjadikan pandemi tidak benar-benar tuntas.

Dalam Islam, kesehatan dan keselamatan rakyat adalah prioritas utama yang harus diberikan negara. Kesehatan menjadi hal yang sangat penting, sehingga sebagai pemimpin negara wajib bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pemenuhan kebutuhan kesehatan bagi rakyatnya.

Rasulullah saw. bersabda, “Seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka.” (HR Abu Dawud)

Paradigma pemenuhan kebutuhan kesehatan dalam Islam adalah jaminan. Semua rakyat berhak memperoleh jaminan kesehatan gratis dan mudah dari negara. Terlebih, negara juga membiayai segala kebutuhan dalam dunia kesehatan. Seperti para dokter yang ahli dibidangnya, fasilitas sarana dan prasarana yang berkualitas, obat-obatan, pusat penelitian dan laboratorium hingga gaji bagi tenaga kesehatan yang sesuai. Semua akan ditanggung negara dari pembiayaan baitul mal, sehingga tidak membebani rakyat untuk membayar biaya kesehatan.

Begitu juga saat pandemi, Khalifah akan mencari tahu akar permasalahan timbulnya pandemi. Selanjutnya, Khalifah akan melakukan penelitian untuk menemukan vaksin dan obat. Kelayakan vaksin dan obat diteliti oleh pakar kesehatan yang ahli dalam bidangnya, sehingga mampu meracik vaksin dan obat yang sesuai. Berikutnya, negara akan memproduksinya untuk seluruh rakyat. Sehingga, pandemi dapat terselesaikan dengan total.

Dengan demikian, jaminan dan layanan kesehatan benar-benar untuk kepentingan rakyat dapat diperoleh apabila sistem yang diadopsi adalah sistem Islam. Tidak perlu berharap pada sistem kapitalisme saat ini. Sudah saatnya kita beralih pada sistem Islam yang mampu mensejahterakan umat. Dengan terus berjuang mendakwahkan Islam di tengah-tengah umat demi tegaknya kehidupan Islam.

Wallahu’alam

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis