Oleh : Mia Annisa

(Pemerhati masalah sosial)

Pernah mendengar judul sitkom tetangga masa gitu? Yang mengisahkan 2 kehidupan sepasang suami istri. Biasanya perilaku tetangga yang suka iseng, kepo, julid, doyan ngegibah atau bahkan yang cuek bebek tidak pernah ingin tahu urusan tetangga kanan kirinya. Mungkin selama ini hanya bisa di temukan di sinetron atau cerita-cerita fiktif saja. Sejauh ini kerandoman perilaku dalam kehidupan bertetangga paling banter hanya bisa sebatas mengucap, tetangga masa gitu? Sembari mengelus dada.

Bagaimana keadaan real life sendiri? Baru-baru ini telah terjadi kasus kematian menimpa satu keluarga di Kalideres, Jakarta Barat berjumlah 4 orang. Dirilis dari BBC.Com, Kamis, 16/11/22, ke 4 korban itu bernama Rudyanto Gunawan (71), istrinya bernama K. Margaretha Gunawan (68) anak perempuannya bernama Dian (40), serta seorang ipar dari Rudyanto yang bernama Budyanto Gunawan (69).

Kejadian bermula saat warga mencium bau tak sedap dari rumah korban sehingga memutuskan untuk mendobrak pintu karena tidak mendapatkan sahutan dari dalam rumah. Penyelidikan polisi mengungkap ke 4 korban ditemukan dalam waktu dan ruang yang berbeda masih dilansir dari BBC.Com

Sebelumnya narasi yang berkembang bahwa mereka meninggal karena kelaparan namun dari kejadian tersebut dibantah oleh ketua RT 07/15 Tjong Tjie Xian menyebut jika mereka termasuk keluarga yang tergolong mampu.

Kasus tewasnya orang di dalam rumah tanpa di ketahui oleh tetangganya di Kelideres bukanlah pertama kalinya. Pada 6 Agustus 2022 di Malang juga pernah dihebohkan kasus penemuan jasad ibu anak tewas membusuk dan tinggal kerangka di kediamannya dilansir dari Kompas.tv, mengenaskan!

Masyarakat Individualis

Di tengah hiruk pikuknya gempuran sosial media orang lebih bersemangat menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar gawainya. Interaksi di dunia maya jauh lebih di gandrungi ketimbang di dunia nyata. Di sisi lain media sosial yang semestinya memudahkan saling bertukar informasi semisal bertanya tentang kabar/kondisi keluarga, teman bahkan tetangga lewat aplikasi chating nyatanya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Media sosial hanya menjadi tempat berbagi momen.

Lumrah, jika akhirnya banyak sekali yang tidak mengetahui kondisi orang-orang disekitarnya. Apakah mereka sedang sakit atau sehat, dalam keadaan lapar atau kenyang yang membutuhkan uluran tangan dari orang terdekatnya. Bahkan tragisnya sampai tidak mengetahui ada tetangga yang meninggal setelah berhari-hari tidak keluar rumah.

Belum lagi masyarakat hari ini adalah masyarakat yang tersandera kapitalis-sekuler. Sibuk mengejar materi membuat hilangnya kesempatan untuk sekedar bertegur sapa atau memberi salam, saling berkumpul antar warga. Tak jarang terjadi persaingan kehidupan masyarakat perkotaan dalam hal materi antar tetangga. Berkumpul hanya sebatas acara seremonial saja. Padahal manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi secara langsung.

Sistem ekonomi yang kapitalistik telah menempatkan orang-orang dalam tekanan. Si kaya yang sibuk mengumpulkan pundi-pundi uang karena banyaknya cicilan si miskin pun demikian memutar otak demi memenuhi kebutuhan agar terpenuhi. Pada akhirnya mengikis rasa kemanusiaan dan kepedulian. Inilah yang melahirkan model masyarakat yang individualistik. Acuh tak acuh, cuek bebek terhadap sekitarnya. Sungguh miris!

Lantas seperti apa Islam mengajarkan kehidupan interaksi sosial antar tetangga?

Dalam tuntunan Islam bahwa memuliakan tetangga yaitu memperhatikannya merupakan bagian dari hukum syarak. Hal ini harus ditunaikan bagi muslim yang mengaku dirinya beriman kepada Allah subhanahu Wa ta’ala dan hari akhir. Sebagaimana yang di sampaikan di dalam hadis Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Nabi bersabda, “siapapun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya, dan siapapun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR. Muslim)

Memperhatikan di sini bukan diartikan sebagai konotasi negatif seperti kepo, julid, menggunjing tetangganya. Tetapi memperhatikan dalam artian mengenai keselamatan, kesehatan, keamanan serta kenyamanan tetangga yang hidup saling berdampingan. Rasul sendiri telah memberikan contoh, dari Abu Dzar radhiyallahu anhu, Rasul bersabda, “jika engkau memasak kuah maka perbanyaklah airnya dan perhatikanlah tetangga-tetanggamu” (HR.Muslim)

Memperhatikan mereka tanpa melanggar batas-batas kehidupan hayatul khas-nya (kehidupan khusus) dalam bertetangga. Seperti mengucapkan salam dan mengetuk pintu ketika berkunjung ke rumah, dilarang memasukkan pandangan kita ke jendela sebelum pemilik rumah membukakan pintu. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam Quran surah An.Nuur ayat 27-28.

Seperti inilah gambaran kehidupan bertetangga ketika Islam yang menjadi standar kehidupan. Tidak akan ada lagi istilah, ‘tetangga masa gitu?’ karena sikap menyebalkannya atau masa bodoh dengan lingkungan sekitar.

Wallahu’alam bishawab.

[LM, Ak]

Please follow and like us:

Tentang Penulis