Harga BBM Naik, Akhirnya…

Ummu Zhafran, Pegiat Literasi

Lensa Media News-Bak makan buah simalakama. Seolah berada di antara dua pilihan yang sama beratnya. Mendorong pertumbuhan ekonomi pasca pandemi atau menekan laju inflasi. Kiranya itu yang dialami pemerintah sebelum akhirnya mengambil keputusan menaikkan harga BBM.

Mengutip hasil perhitungan lembaga ECO Macro Blast, kenaikan harga ketiga jenis BBM tersebut akan memicu naiknya inflasi pada kisaran 6,27 persen hingga akhir tahun 2022. Senada dengan hal ini, Ekonom Indef, Nailul Huda bahkan menilai, kenaikan harga BBM akan mendorong kenaikan inflasi hingga 7 persen dari yang saat ini mencapai 4,69 persen pada Agustus 2022. (merdeka.com, 4/9/2022)

Di sisi lain, masih dari laman yang sama, naiknya harga BBM jelas bakal memangkas pertumbuhan ekonomi yang mulai menggeliat pasca pandemi. Sebab dengan inflasi sebesar itu, menurut pengamat ekonomi dari UGM, akan memperburuk daya beli dan konsumsi masyarakat. Hingga pada gilirannya akan berpotensi besar menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah mencapai 5,4 persen per Agustus 2022.

Apa pun itu, pada akhirnya harga BBM resmi dinaikkan. Tak tanggung-tanggung, kenaikannya sebesar 30 persen dibandingkan harga lama. Beragam respons publik menyambut kebijakan ini. Sebagiannya ada yang menyeru untuk selalu yakin akan ketetapan rezeki dari Allah. Seruan ini tentu tak salah namun berisiko menelurkan sikap apatis menyikapi keadaan. Sementara mayoritas lainnya bereaksi dengan menolak keras bahkan tak sedikit yang langsung turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi. Hal ini wajar, mengingat efek domino yang bakal terjadi akibat melonjaknya harga BBM ini. Bisa dipastikan biaya transportasi yang paling pertama terpukul dan disusul dengan kenaikan harga semua barang lainnya.

Amboi, seperti tak tersisa sedikit saja empati rezim ini pada kondisi rakyat. Belum lama usai pandemi dan aktivitas ekonomi masyarakat mulai bangkit namun keburu dihajar lagi dengan naiknya harga BBM dan semakin berkurangnya subsidi. Kelihatannya tema besar hari kemerdekaan yang baru saja berlalu berhenti sebatas slogan tanpa arti. Untuk “Indonesia Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat”, bisa jadi hanya dalam mimpi.

Mengapa yang seperti ini sampai terjadi di Zamrud Khatulistiwa, salah satu negeri penghasil minyak mentah terbesar di dunia? Jawabnya simpel, liberalisasi. Sistem kapitalisme-neoliberal meniscayakan lahirnya kebijakan liberalisasi ekonomi dan migas di dalamnya. Akibatnya, mekanisme pasar bebas tak hanya dituntut di sektor hulu tapi juga didorong terwujud sampai ke hilir. Terbukti setelah BBM dinaikkan, terkuak fakta adanya SPBU swasta (Vivo) yang bisa menjual BBM lebih rendah dari harga resmi yang ditetapkan Pemerintah.

Parahnya lagi, sistem buatan manusia ini juga kerap menempatkan birokrasi sekaligus merangkap pemilik modal alias pengusaha (korporatokrasi).

 

Wajar bila akhirnya mereka bekerja lebih untuk kepentingan oligarki, bukan untuk kesejahteraan segenap penduduk negeri. Bahkan rakyat yang notabene pihak yang harusnya dilayani dan diurusi, justru dianggap sebagai beban yang jika terus disubsidi, risikonya bisa rugi. Miris.

Kiranya nyata bagi kita, selama ideologi kapitalisme terus tegak di Indonesia, rakyat akan terus dipimpin penguasa yang demikian. Kemakmuran dan kesejahteraan akhirnya jadi sekedar nyanyian nina bobo di peraduan. Entah kapan menjelma jadi kenyataan.

Bertentangan dengan kapitalisme yang identik dengan liberalisasi dan mengabaikan kemaslahatan rakyat, Islam sebaliknya. Prinsip melayani dan mengurusi merupakan tipikal penguasa dalam Islam. Sudah tentu di bawah payung penerapan syariah yang kaffah sesuai Wahyu Ilahi.

Imam itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya)” (HR. Imam Al Bukhari dan Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Umar r.a.)

Dalam Islam, BBM dikategorikan sebagai kepemilikan umum. Terlarang dimiliki dan dikelola oleh individu maupun swasta. Hal ini berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW:

Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Negara bertugas sebagai pengelola yang akan mempersembahkan sebesar-besarnya BBM untuk memenuhi kebutuhan rakyat.

Terdapat dua kebijakan yang dapat ditempuh negara dengan tetap mengemban amanah Islam untuk mencukupi konsumsi dalam negeri,

Pertama, mendistribusikan minyak, gas dan kepada rakyat dengan harga murah. Kedua, mengambil keuntungan dari pengelolaan energi untuk menjamin kebutuhan rakyat yang lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan termasuk terpenuhinya sandang, papan dan pangan.

Islam mengamanahkan negara untuk terlibat langsung dalam mengelola sumber daya energi yang pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, tanpa kecuali. Predikat negara mandiri dan tidak tergantung pada pihak luar akan mudah diraih. Akankah dipengaruhi gonjang-ganjing konflik yang terjadi di negara luar? Tentu tidak, sebab Islam memiliki standar mata uang sendiri, yaitu emas dan perak. BBM dengan harga murah bahkan gratis, kelak tak lagi sekedar jadi impian tapi sebuah keniscayaan. Wallaahu a’lam. [LM/ry/ry].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis