Menyoal Urgensi Proyek IKN di Tengah Keterbatasan Dana dan SDM
Oleh: Umi Diwanti
Lensa Media News – Sejak awal kebijakan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) sudah menuai kontroversi. Banyak tokoh yang meragukan hingga mempertanyakan urgensitas proyek IKN ini. Kebijakan yang sangat prematur padahal proyek ini bukanlah proyek pembangunan biasa. Jika ada kesalahan sedikit saja, akibatnya sangat vital sekaligus bisa berakibat fatal bagi eksistensi negara. Ibu kota negara adalah jantung sebuah bangsa. Jika jantungnya lemah maka selesailah nasib sebuah bangsa.
Sumber Dana Berbahaya
Siapapun tahu negara ini tidak sedang baik-baik saja khususnya masalah keuangan. Lalu dari manakah sumber dana yang akan dialokasikan untuk proyek IKN ini? Sementara masih banyak kebutuhan lain yang lebih penting dan mendesak. Diantaranya lilitan utang yang sudah membengkak dan penanganan wabah Covid yang tak kunjung tuntas dan korban nyawa terus berjatuhan.
Selain harus memperhatikan kepentingan rakyat, sebuah bangsa dalam setiap kebijakannya harus memperhatikan keamanan kedaulatan. Sudah jamak diketahui bahwa utang adalah salah satu cara negara penjajah untuk menaklukkan wilayah jajahannya. Hal ini pun disampaikan oleh Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyatakan resiko pembangunan IKN baru dengan utang bisa menjerumuskan Indonesia pada jebakan utang (debt trap) sebagaimana yang sudah terjadi pada Sri Lanka hingga Nigeria. (cnn.indonesia.com, 27/1/22)
Jikapun dipilih alternatif mendatangkan investor selain kemungkinan besar investor enggan karena yang dibangun adalah gedung-gedung pemerintahan, bukanlah bangunan komersial. Jikapun ada investor tentu saja artinya kita harus membayar untuk setiap pemanfaatan bangunan tersebut. Seperti halnya seseorang yang pindah dari rumah sendiri ke rumah kontrakan. Otomatis harus mengeluarkan biaya terus menerus ketika tinggal di rumah baru tersebut. Lebih parahnya lagi, tentu saja investor bisa melakukan intervensi terhadap pemanfaatan bangunan tersebut. Tidakkah ini sangat berbahaya bagi eksistensi dan kedaulatan negara?
Keterbatasan SDM Tak Kalah Bahaya
Tak hanya ketidaksiapan dana, proyek IKN ini juga terganjal minimnya sumber daya manusia (SDM). Baik di wilayah Kalimantan Utara dan Timur maupun Kalimantan Selatan belum memiliki SDM yang cukup untuk menerima status baru sebagai IKN. Hal ini terungkap dari banyaknya dorongan kepada Kalimantan untuk menggenjot peningkatan kualitas SDM. Untuk itu berbagai cara dilakukan. Diantaranya ketua DPP Apindo Kaltim M Slamet Brotosiswoyo menyatakan berusaha memfasilitasi hal tersebut dengan mendirikan lembaga sertifikasi profesi (LSP). Namun menurutnya ini tidak mudah. Buktinya sudah diurus sejak setahun lalu namun hingga saat ini belum selesai. (bisnis.com, 21/1/2022)
Bagaimana bisa sebuah kawasan ibu kota negara bisa berjalan baik jika masyarakatnya belum siap menjalankan apa yang mesti dijalankan oleh penghuni ibu kota negara seharusnya. Jangan sampai ini dijadikan alasan mendatangkan tenaga ahli dari luar negeri dikemudian hari. Sudahlah nanti bangunannya hasil utang atau milik investor yang kemungkinan besar adalah dari Asing. SDM nya pun dari warga negara Asing. Tak ubahnya kita mempersilakan negeri ini dikuasai oleh bangsa lain.
Sekali lagi IKN bukanlah proyek bangunan biasa. Melainkan sedang membangun bagian terpenting dari sebuah negara. Simbol kepemilikan sebuah negara. Jika sebuah negara ibu kotanya telah dikuasai bangsa lain, itu artinya secara keseluruhan bangsa tersebut telah dikusai bangsa lain tersebut. Naudzubillah tsumma naudzubillah.
Kepentingan Siapa?
Penguasa seharusnya serius memikirkan nasib rakyat dan kedaulatan bangsa. Tidak boleh gegabah dalam memutuskan kepindahan IKN. Jika alasan kepindahan ibu kota hanya sekedar kasus banjir dan kepadatan penduduk wilayah ibu kota lama (Jakarta) jelas sangat tidak sebanding jika taruhannya adalah eksistensi bangsa ini. Masih banyak jalan mengatasi permasalahan tehnis di Jakarta.
Sebagaimana diketahui, semua negeri termasuk negara kita tak luput dari cengkraman kekuatan ideologi sekuler kapitalis yang diemban oleh negara adikuasa saat ini. Sudah menjadi ciri khas ideologi kapitalis dan lainnya (selain Islam) menjadikan negara lain sebagai daerah jajahan untuk dikuasai. Baik secara langsung menguasai kedaulatannya maupun menguasai SDA dan SDM nya dengan tetap membiarkan negara tersebut tetap eksis sebatas nama.
Cara penjajahan gaya baru mereka pun sebenarnya sudah bisa dikenali. Dengan lilitan utang, menjadi investor di aset-aset strategis negara dan menjadikan orang-orang mereka sebagai aktor-aktor penting di negara yang akan dikuasai. Ketiga hal ini bisa dengan mudah terealisasi sekaligus dalam proyek pemindahan IKN. Dari sini jelaslah sesungguhnya urgensi pemindahan IKN bukanlah untuk kepentingan dalam negeri. Melainkan kepentingan negara lain. Akankah kita hanya berdiam diri?
[el/LM]